Xu Qi'an mengabaikan gerutu Yang Mulia. Dari angkasa, dia mendarat perlahan di samping Li Miaozhen.
Pertama dia memeriksa kondisi Pahlawan Wanita Feiyan. Luka fisiknya tidak parah, bahkan menurut standar Tao yang fisiknya lemah, ini hanya luka ringan yang bisa pulih dalam sepuluh setengah bulan.
Yang mengkhawatirkan adalah keadaan jiwa Li Miaozhen. Metaforanya seperti orang biasa yang ditusuk golok tanpa dihentikan pendarahannya, nyawa terus mengalir keluar bersama darah.
Jiwa Li Miaozhen bagai lilin yang nyaris padam di tengah angin, seolah bisa padam kapan saja.
Baru dua cambukan. Kalau kena lima sambaran kilat berturut-turut, Dewata pun takkan bisa menyelamatkanmu... Xu Qi'an bergumam. Masih bisa bercanda karena Li Miaozhen tidak dalam bahaya.
Dalam tubuhnya mengalir kekuatan obat yang kuat, merawat jiwa yang lemah bak mata air jernih di tanah gersang.
"Ngapain diliatin!"
Li Miaozhen bahkan tidak punya tenaga untuk bangkit duduk, tapi nada suaranya tetap galak. Dengan pandangan kosong ia meliriknya sebentar, lalu memalingkan kepala sambil bergumam:
"Sungguh mempermalukan Muka."
Terlalu keras kepala... Xu Qi'an tersenyum kecil lalu bercanda:
"Bukan sekali dua kali kau mempermalukan diri di hadapanku. Lihat, Asuro saja tertawa."
Yang ia maksud adalah insiden memalukan yang dialami bersama oleh Nomor Dua, Empat, dan Tujuh.
Asuro tidak tertawa, tapi Li Miaozhen justru tertawa getir. Ingin meninju si Xu, tapi tubuhnya terlalu lemah. Lemah sampai merasa nyawanya bisa melayang kapan saja.
"Apa rencanamu?"
Li Miaozhen membuka matanya setengah-setengah, berkata dengan suara lirih.
Ia khawatir Xu Qi'an akan gegabah membantai habis-habisan atau merusak Sekte Langit, yang sama-sama tidak diinginkannya.
Xu Qi'an melepas jubah luar dan menyelimutinya, lalu berjalan menuju Aula Tianzun.
"Masih ingat ucapan saya di Jianzhou dulu?"
Suaranya terdengar sayup dari kejauhan.
Ucapan apa? Terbaring di panggung tinggi dengan langit biru menyilaukan di atas, bulu mata panjangnya bergetar halus seolah teringat sesuatu.
Dengan susah payah Li Miaozhen membuka mata, menggeliatkan leher untuk melihat siluet itu memasuki Aula Tianzun.
Di telinganya bergema ucapan yang pernah diungkapkannya di Jianzhou:
Jika kau takut pada gosip, takut pada pandangan sesama anggota sekte dan murid-murid, aku bisa membawamu pergi.
Sekadar candaan!
Satu kalimat menjadi kenyataan!
……
Murid-murid Sekte Langit, bersama Nuo Yuhui, Teratai Emas, dan Asuro—tiga ahli—menyaksikan Xu Qi'an memasuki Aula Tianzun. Sepi mencekam, tak ada yang bersuara.
Beberapa kepala suku, Yuanjun Bingyi, dan Daozhang Xuancheng tetap mempertahankan kedinginan yang tak pernah berubah selama ribuan tahun. Namun para murid biasa menahan sebuah perasaan cemas.
Pikiran mereka bukan lagi "Semoga Yang Mulia menghukum orang-orang tak tahu sopan ini" atau "Harus membayar harga jika berani lancang di sini", melainkan "Bagaimana jika mereka berkelahi?" dan "Cepat lari, itu kan prajurit tingkat satu!"
Termasuk kepala suku, anggota Sekte Langit sama sekali tak menyangka Xu Qi'an akan melakukan keributan besar untuk Li Miaozhen. Teratai Emas, pemimpin Sekte Bumi, ternyata berani menekan mereka dengan datang langsung.
Dengan kemampuan tingkat empat, Santo Perempuan berhasil menjalin jaringan kuat selama tiga tahun pengembaraan turun gunung?
Meski Sekte Langit telah mengetahui hubungan Santo Perempuan dengan Teratai Emas dari Sekte Bumi dan Xu Qi'an sang Gong Perak, tapi kesediaan mereka campur tangan urusan internal sekte ini—bahkan berani menyinggung Sekte Langit—tetaplah konsep yang berbeda.
Melangkah masuk ke ruang aula megah bagaikan istana, Xu Qi'an menyapu pandangannya sekilas sebelum mengarahkan visi ke sosok yang duduk bersila di atas singgasana teratai.
Rambut dan janggutnya memutih, kepala tertunduk bagai orang tua mengantuk. Lingkaran cahaya empat warna berputar di belakang kepalanya.
Dalam pandangan Xu Qi'an, sosok Yang Mulia di atas teratai itu bagai proyeksi dari dunia lain.
“Melompat keluar dari siklus reinkarnasi, tak terikat dalam Lima Elemen…” Pikiran ini spontan muncul dalam hati Xu Qi'an, “Kau sepertinya sudah hampir menyatu dengan pencerahan ilahi.”
“Pertarungan Langit vs Manusia bisa membantuku menstabilkan kemanusiaan.”
Suara agung Yang Mulia bergema di dalam aula, seolah berasal dari segala penjuru, tak bisa ditemukan sumbernya.
Ia tak mendesak Xu Qi'an tentang rahasia Sekte Langit, entah karena sudah menduga atau telah sempurna mengendalikan emosi.
Rasa ingin tahu juga termasuk dalam tujuh emosi makhluk hidup.
“Mengapa Pertarungan Langit vs Manusia bisa memulihkan kemanusiaanmu, dan membantu Pemimpin Aliran Ren melewati Tian Jie?” Xu Qi'an mengutarakan keraguan yang lama terpendam.
“Mengapa aku harus memberitahumu!”
Yang Mulia bertanya balik.
Ucapannya tak mengandung emosi pribadi, bukan sekadar membantah, tapi murni bertanya.
“Sebagai transaksi, kau juga boleh menanyakan satu hal padaku.” Jawab Xu Qi'an.
“Adil!”
Yang Mulia menundukkan kepala, suaranya bergema: “Teknik hati Sekte Manusia dan Sekte Langit saling berlawanan namun komplementer. Pertarungan ini adalah penyelamatan bagi kedua belah pihak.”
Penjelasan Yang Mulia terdengar seperti jawaban terprogram, tanpa elaborasi detail, disampaikan datar tanpa hiasan.
Teknik hati Sekte Manusia terbelit api karma, tujuh emosi dan enam keinginan menggerogoti dasar spiritual. Sedangkan teknik Sekte Langit justru melupakan segala keterikatan, menyatu dengan langit… Xu Qi'an tersadar.
Ini masuk akal. Api karma Sekte Manusia mungkin menjadi penawar racun bagi Sekte Langit untuk memulihkan kemanusiaan Yang Mulia. Sebaliknya, filosofi melupakan keterikatan Sekte Langit bisa meredakan api karma Sekte Manusia.
“Bentuk komplementer melalui pertarungan sampai mati?” Tanya Xu Qi'an.
“Saling merampas esensi energi spiritual!” jawab Yang Mulia.
Xu Qi'an awalnya ingin bertanya, mengapa para pemimpin sekte Manusia dan Langit di generasi sebelumnya tidak saling melengkapi dengan metode dual cultivation. Tapi teringat, pemimpin Sekte Manusia generasi lalu adalah pria.
Para pemimpin Sekte Langit di masa lampau belum tentu selalu berpasangan lawan jenis. Bisa juga sesama pria, atau sesama wanita.
Selain itu, teknik dual cultivation Tao kuno sudah lama hilang. Alasan Nuo Yuhui setuju melakukan dual cultivation dengannya dulu, selain karena dia membawa nasib, juga karena dia menguasai metode rahasia ini.
Terakhir, dalam proses dual cultivation dengan Nuo Yuhui, meski sihir dan qi mereka sama-sama berkembang, yang memadamkan api karma adalah nasib - proses yang memberi tanpa imbalan. Komplementer antara Langit dan Manusia mungkin tidak cocok untuk dual cultivation.
“Jadi sering berakhir sama-sama hancur, atau satu mati satu terluka?”
“Saling hancur biasanya terjadi ketika kekuatan seimbang, masing-masing dapat temuan. Itu akhir yang cukup baik.” balas Yang Mulia.
Xu Qi'an menganggukkan kepala, bertanya:
“Mengapa Sekte Bumi tidak perlu terlibat? Apakah energi lima warna mereka tidak berguna bagi kedua sekte?”
“Energi lima warna akan membuatku langsung mencapai pencerahan, menyatu dengan Jalan Langit. Bagi Sekte Manusia, itu akan membuat sebab-akibat membelit, berisiko terjerumus kegelapan - jalan buntu.” jawab Yang Mulia tanpa emosi.
Sekte Bumi benar-benar tak dianggap oleh siapa pun... Xu Qi'an menggerutu dalam hati, lalu berkata:
“Giliranmu bertanya.”
“Aku tak punya pertanyaan!” Suara Yang Mulia menggema dingin.
Jadi ketika kau bilang "adil" tadi, benar-benar hanya rasa keadilan, bukan karena ingin bertanya sesuatu? Xu Qi'an menghela napas pelan. Saat hendak bicara, Yang Mulia menambahkan:
“Bisa dicatat dulu!”
Mau bikin perjanjian tertulis?… Xu Qi'an mengangguk:
“Baik!”
“Aku punya satu pertanyaan lagi, apa pendapatmu tentang Dao Zun?”
Dao Zun terdiam sejenak, suara megahnya baru terdengar:
“Manusia menyedihkan, k upaya yang ketiga di masa tuanya gagal.”
“Apa yang dia coba lakukan?” Xu Qi'an langsung bertanya.
“Entah.” Jawab Yang Mulia.
Suasana senyap, setelah beberapa saat Xu Qi'an teringat sesuatu:
“Klon Sekte Langit Dao Zun menyatu dengan pencerahan ilahi, klon Sekte Bumi mengubah diri menjadi Kitab Bumi. Rahasia ini diketahui pemimpin Sekte Langit dan Sekte Bumi. Tapi kenapa pemimpin Sekte Manusia tidak tahu nasib klon Sekte Manusia Yang Mulia?”
Dia pernah bertanya pada Nuo Yuhui, apakah literatur kuno Sekte Manusia punya catatan tentang Dao Zun.
Jawaban Nuo Yuhui tidak ada. Saat itu kultivasi Xu Qi'an masih rendah, hanya mengira Dao Zun terlalu misterius sehingga generasi penerus tak banyak tahu.
Kini seiring peningkatan kultivasinya, semakin banyak rahasia yang dia ketahui. Baru sadar bahwa kedua sekte "Langit-Bumi" tahu hasil klon Dao Zun, hanya Sekte Manusia yang tidak.
“Klon Sekte Manusia Dao Zun masih hidup.” Kata Yang Mulia singkat tanpa emosi, mengungkap rahasia besar.
Ternyata… Xu Qi'an tidak kaget malah lega, merasa seperti sepatu bot yang tergantung akhirnya jatuh juga.
Dia melanjutkan:
“Santo Perempuan akan kubawa, mohon persetujuan Yang Mulia.”
Yang Mulia langsung menantang:
“Kalau tidak ku-setujui!”
Xu Qi'an juga blak-blakan:
“Kalau begitu, Pertarungan Langit vs Manusia hari ini dimulai lebih awal. Kami berempat akan melawanmu seorang diri!”
Setelah menimbang-nimbang untung rugi, Yang Mulia memberikan jawaban yang sangat rasional dan tenang:
“Li Miaozhen mulai saat ini tidak ada hubungan lagi dengan Sekte Langit.”
Berhenti sejenak, Yang Mulia berkata:
“Setelah Pertarungan Langit vs Manusia, Sekte Langit akan menutup gunung. Jangan ganggu kami lagi.”
Xu Qi'an mengangguk menyetujui, lalu mengajukan syarat tambahan:
“Saat Pertarungan Langit vs Manusia berlangsung, medan perang harus berada di wilayah dataran Zhongyuan. Aku tidak akan ikut campur dalam pertarunganmu dengan Nuo Yuhui, tapi aku akan menjamin nyawanya. Asalkan syarat ini terpenuhi, berapa pun esensi energi spiritual yang bisa kau RAMAS darinya atau sebaliknya, itu urusan kalian.”
Dia bisa menggunakan pengaruh untuk memaksa, tapi juga tidak boleh bertindak terlalu kejam. Sekte Langit tidak lemah, selain Yang Mulia, Yuanjun Bingyi dan Daozhang Xuancheng adalah Yang Shen kelas tiga.
Yang Mulia diam, mengakui diam-diam proposalnya.
……
Di luar aula, sekelompok orang mengawasi situasi di dalam Aula Tianzun dengan saksama. Pintu aula terbuka lebar, mereka bisa melihat sosok Xu Qi'an dan Yang Mulia, tapi tak mendengar suara apa pun.
Namun, sikap relatif tenang kedua belah pihak membuat batu di hati murid Sekte Langit akhirnya jatuh.
Setidaknya mereka tak perlu khawatir perang pecah dan terkena imbasnya.
Nuo Yuhui dan Taois Kim Lien terlihat santai. Sesama penganut Tao, mereka tahu Sekte Langit adalah yang paling tenang dan rasional.
Dalam menangani masalah, mereka selalu mempertimbangkan untung rugi terlebih dahulu, tidak akan berjuang mati-matian hanya karena gejolak emosi sesaat.
Di samping Daozhang Xuancheng, Li Lingsu juga merasa lega, sadar dirinya hampir lolos dari malapetaka.
“Sejujurnya, saat di Yongzhou, menghadapi ‘pengejaran’ dari guru dan Yuanjun Bingyi, hatinya sangat panik.
Setelah kejadian itu, Li Lingsu terus khawatir dengan sikap sektenya. Dia pasti akan dihukum saat kembali, tapi tidak menemukan solusi, hanya berharap bisa menunda sehari demi sehari.
Saat itu Sekte Langit memang terlalu kuat, benar-benar tidak ada yang bisa membantu mereka.
Hingga selama hari-hari menghadap dinding di sekte, mendengar Xu Qi'an naik ke Tingkat satu, Li Lingsu sambil merasa asam dalam hati tetap berseru:
“Lakukan dengan hebat, si sampah!”
Dia tahu dirinya dan adik seperguruannya akan diselamatkan.
Saat itu, semua orang melihat Xu Qi'an di dalam aula berbalik dan berjalan keluar.
Sorotan mata semua orang tertuju padanya.
Sudah ada hasil?
Apakah Sekte Langit masih akan menghukum Santo Perempuan?
Di tengah pikiran yang bergejolak para murid Sekte Langit, suara agung Yang Mulia bergema:
“Mulai hari ini, Li Miaozhen tidak ada lagi hubungannya dengan Sekte Langit.”
Kerumunan langsung gempar.
Para murid merasa marah dan terhina, tapi juga lega, dengan perasaan campur aduk.
Jelas, Yang Mulia berkompromi. Tapi ini memang satu-satunya cara. Bukan Sekte Langit tidak berani, tapi lawan mereka terlalu kuat.
“Miaozhen keluar dari sekte, lalu... bagaimana denganku?” Li Lingsu membeku di tempat.
Dia kemudian menarik napas dalam, berpikir dalam hati: “Sudahlah, yang penting segera pergi dari Sekte Langit dulu.”
"Meninggalkan sekte..." Dalam hati Li Miaozhen sudah ada firasat, dia tidak terkejut namun tak bisa menyembunyikan kesedihan. Dengan susah payah dia bangkit dan membungkuk hormat ke Yuanjun Bingyi, suaranya tersedu-sedu:
"Murid tidak berbakat, telah mengecewakan guru."
Daozhang Xuancheng melirik Yuanjun Bingyi yang wajahnya datar tak terbaca emosi. Dari lengan bajunya dia mengeluarkan Fragmen Kitab Bumi dan melemparkannya ke tepi panggung tinggi, berkata datar:
"Pergilah, tak perlu bertemu lagi seumur hidup!"
Li Miaozhen menangis tersedu-sedu tak terbendung.
Xu Qi'an naik ke panggung tinggi, memungut Fragmen Kitab Bumi Li Miaozhen, lalu menggendongnya secara horizontal. Dia mengangguk ringan ke Jinlian dan yang lain:
"Ayo pergi!"
Beberapa Chao Fan segera berubah menjadi aliran cahaya dan menghilang dari pandangan anggota Sekte Langit.
Akhirnya selesai... Li Lingsu menghela lega, tiba-tiba merasa ada yang tidak beres.
Hm? Bagaimana dengan aku?!
Kalian belum membawaku pergi, hei, cepat kembali... Sang Santo membuka mulutnya perlahan, ekspresinya semakin tegang.
Tiba-tiba dia merasa dunia ini begitu dingin tanpa secuil kehangatan.
Saat putus asa total, telinganya mendengar suara dingin Daozhang Xuancheng:
"Masih belum pergi?!"
Matanya memerah, hidungnya terasa asam. Li Lingsu terbata-bata: "Aku...aku tidak bermaksud meninggalkan sekte, aku akan kembali..."
Awalnya ingin bersujud tapi takut Sekte Langit berubah pikiran. Dengan nekad dia mengendarai pedang terbang, mengejar arah hilangnya Xu Qi'an dkk.
Tak ada yang menghalanginya.
“Bingyi masuk aula！”
Suara Yang Mulia terdengar.
Yuanjun Bingyi menarik kembali pandangannya, berbalik masuk ke Aula Tianzun.
Yang Mulia duduk bersila di atas teratai, mempertahankan postur menunduk, suaranya bergema dalam aula:
“Ikatan guru-muridmu dengan Santo Perempuan telah berakhir, lepaskan keterikatan duniawi, dan persiapkan diri untuk naik pangkat ke Dua .”
Yuanjun Bingyi membungkuk memberi hormat:
“Baik!
“Terima kasih atas restu Yang Mulia！”
