“Baiklah, tidak usah membahas ini lagi! Bahan-bahan ini sebenarnya sangat mahal, tapi karena harga bahan baku turun drastis, dua ratus batu sihir!”
Uthskin menyebutkan harganya.
Reilin mengangguk dan menyerahkan dua puluh batu sihir kelas menengah kepada Uthskin.
Segera setelah itu, ia menerima bungkusan besar dari Uthskin yang menarik perhatian orang-orang sekitar.
Reilin tersenyum getir, menggendong bungkusan itu di punggungnya, lalu mulai mengobrol santai dengan Uthskin.
"Bagaimana? Apa kau punya informasi tentang barang-barang termutasi di sini?" Terhadap cara yang bisa meningkatkan kekuatan secara instan, Reilin tidak pernah melewatkannya.
"Tentu tidak ada!" Uthskin menggeleng dengan cepat, "Belakangan harga barang termutasi sedang gila-gilaan, tapi siapa yang mau menjual barang penyelamat nyawa?"
Tiba-tiba dia menurunkan suaranya: "Membeli begitu banyak bahan dan menanyakan tentang barang termutasi, kau pasti sudah mendengar kabar itu juga, kan?"
Reilin mengangguk: "Aku berencana mengambil tugas jangka panjang, pergi mengungsi sejenak!"
Uthskin mengangguk: "Bagus juga mengungsi, beberapa hari lagi aku juga akan pergi!"
"Bahkan Uthskin yang memiliki barang termutasi dan berstatus murid kelas tiga juga harus mengungsi!" Perasaan terdesak di hati Reilin semakin kuat. Setelah mengobrol sebentar, ia segera berpamitan.
"Urusan tugas ini tidak bisa ditunda lagi, harus segera berangkat!"
Bukan tidak mungkin pergi tanpa mengambil tugas, tapi akan sulit melewati penjaga gerbang. Apalagi Reilin masih ingin kembali untuk memperoleh pengetahuan Penyihir Resmi nantinya.
Bagaimanapun, meskipun bakat sihirnya biasa saja, bakatnya dalam bidang farmasi bahkan dipuji Mentor Gofat. Pastinya akademi tidak akan membiarkannya mati sia-sia.
Karena Heilongsi telah membersihkan area luar akademi, zona tugas sekarang mulai ramai kembali. Namun setelah diamati, Reilin menyadari sangat sedikit murid tingkat tiga yang terlihat, dan dia paham alasannya.
"Mereka semua orang-orang malang!" Pandangan Reilin dipenuhi belas kasihan saat melihat murid-murid rendah ini yang menghitung hasil tugas dan berhemat untuk membeli pengetahuan berbayar.
Jelas mereka adalah pion yang bisa dikorbankan. Meski seorang murid tak berguna bagi Penyihir Resmi, puluhan atau ratusan murid yang dikombinasikan dengan formasi sihir bisa membahayakan bahkan membunuh Penyihir Resmi. Inilah fungsi mereka.
Tapi perang antar penyihir sangat berbahaya. Jika mereka bertahan di sini, hanya tiga puluh persen yang mungkin selamat.
Meski merasa kasihan, Reilin takkan membocorkan informasi. Memberi petunjuk pada rekan-rekannya saja sudah berisiko. Jika kabar ini tersebar, bahkan Gufate takkan bisa melindunginya.
Reilin memandang dinding tugas. Sebagian besar adalah tugas jangka pendek dengan lokasi dekat akademi. Rupanya tugas luar lainnya disembunyikan oleh akademi.
Memanfaatkan sepi pengunjung, Reilin bergegas ke konter.
"Mau menerima tugas apa?" Petugasnya seorang pria tua kurus yang terlihat ramah.
"Tugas di dinding tak cocok untukku. Ada yang lebih khusus? Aku Reilin Farrell, murid Mentor Gufate!" Bisik Reilin sambil melemparkan kantong kecil.
Pria tua itu cepat-cepat menangkapnya, membuka, lalu tersenyum: "Tentu ada!"
“Mengambil sebuah gulungan dari bawah konter, ‘Lihatlah ini! Semua tugas tercantum di sini!’”
Gulungan hitam itu terlihat kuno. Reilin membuka gulungan tersebut dan cepat memindai tugas-tugas yang tertera.
Ciri umum dari tugas-tugas ini adalah tingkat kesulitannya tidak tinggi, namun membutuhkan durasi sangat lama – atau mungkin sengaja dirancang agar bibit-bibit potensial bisa berlindung di luar.
Melalui pemindaian Chip, Reilin segera memilih satu tugas.
“Menyelidiki kasus layu vegetasi di sekitar Kota Malam Abadi! Durasi tugas: tiga tahun!”
“Ini saja!” Reilin menunjuk tugas investigasi itu kepada pria tua tersebut.
“Kota Malam Abadi terletak di Provinsi Donglin, Kadipaten Rawa. Harus melintasi sebagian besar kadipaten untuk sampai ke sana. Mau beli peta?” Pria tua itu tersenyum seperti pedagang licik.
“Satu!” Meski Reilin sudah memiliki peta sebelumnya, tak ada salahnya membandingkannya dengan yang baru.
Setelah mengeluarkan dua batu sihir, Reilin mendapatkan peta baru yang menandai seluruh provinsi di Kadipaten Rawa dengan garis merah menunjukkan rute perjalanan.
“Berdasarkan peta, Kota Malam Abadi terletak di perbatasan timur Kadipaten Rawa, cukup jauh dari akademi. Tapi kebetulan dekat dengan permukiman Penyihir yang tercatat dalam dokumen Bijji, memudahkan penerimaan informasi!”
Inilah alasan Reilin memilih tugas ini.
“Ini surat izin masuk-keluarmu!” Pria tua itu menyodorkan lempeng besi merah. “Jangan sampai hilang, tidak ada penggantian!”
“Sepertinya akademi sedang sangat ketat dalam pengawasan keluar-masuk belakangan ini.”
Reilin berpikir dalam hati, tapi tak mengucapkan apa-apa sambil menerima lempeng besi tersebut.
Setelah keluar dari area misi, Reilin kembali mengunjungi beberapa temannya seperti Goffat dan Bijou untuk berpamitan.
Mengingat tidak tahu berapa lama akan pergi, beberapa urusan perlu diselesaikan. Bijou yang telah mendapat petunjuk dari Reilin memutuskan pulang ke keluarganya. Wajah Kreivell dan yang lain terlihat suram. Mereka berasal dari Kepulauan Kori dan tidak punya tempat lain untuk pergi di sini. Reilin hanya bisa menghibur mereka dengan kata-kata.
Membuka pintu kamarnya, Reilin tiba-tiba merasa terharu melihat dekorasi yang familiar.
"Entah kapan bisa kembali ke sini lagi!"
Buku-buku mantra dan bahan-bahan yang dibeli hari ini teronggok di sudut ruangan, memenuhi dua kotak besar.
Reilin berpikir sejenak, lalu memindahkan ranjangnya untuk membuka lantai di bawahnya yang hampir tak berdebu.
"Farrell!" Reilin menekan titik hitam di lantai dengan lembut.
Krak! Dengan suara mekanis, papan lantai perlahan menyusut ke kedua sisi, memperlihatkan deretan tabung ramuan di bawahnya.
Dibandingkan dengan yang diberikan ke Nilam, jumlah di sini sepuluh kali lipat lebih banyak!!
Jika Wusi melihat ini, matanya mungkin akan melotot. Reilin tersenyum tipis.
Inilah persediaan ramuan yang diam-diam dikumpulkannya. Berkat Chip, tingkat keberhasilannya jauh melampaui perkiraan orang lain. Selain sebagian kecil yang dijual, sisanya ada di sini.
"Mari kita hitung! Dua ratus botol ramuan stamina, seratus lima puluh botol penawar racun, seratus delapan puluh botol penghenti pendarahan, ditambah ramuan-ramuan lain totalnya bernilai setidaknya 3.000 batu sihir!"
Reilin memandangi ramuan-ramuan ini, harta terbesarnya yang selalu dikunci di bawah ranjang. Mengenai kunci sihir di awal, itu adalah trik kecil yang diketahui semua murid kelas dua – hanya bisa dibuka dengan energi mental pemiliknya, upaya paksa lainnya akan membuat isinya hancur sendiri!
"Dengan buku-buku sihir dan bahan baku lain sebagai kamuflase, membawa ramuan ini keluar akan jauh lebih mudah. Di luar juga harus diukirkan rune penyamaran!"
Reilin membuka peti-peti kecil berukiran rune aneh di permukaannya, di dalamnya telah disiapkan spons, sutra, dan lain-lain untuk mencegah kerusakan akibat guncangan.
Setelah menghabiskan hampir sepanjang malam, Reilin akhirnya berhasil menyimpan semua ramuan ke dalam peti dan menyembunyikannya di antara bahan baku dan buku-buku sihir.
"Pukul enam!"
Mendengar bunyi alarm, Reilin mematikan jam di kamarnya.
Setelah buru-buru membersihkan diri, dia membawa dua peti besar ke lantai atas akademi, membeli tiga kuda hitam kuat dan sebuah kereta kuda. Reilin menarik napas dalam lalu mengendarai keretanya ke atas platform seperti lift.
"Tunjukkan token!" Suara pria terdengar. Reilin segera mengeluarkan lempengan besi merah yang didapatnya kemarin.
BANG!!
Platform mirip lift itu perlahan naik, akhirnya sampai di suatu tempat dengan suara seperti pintu air yang tertutup.
Dua pintu batu terbuka, sorot sinar matahari menyilaukan menerobos masuk.
Reilin menyipitkan matanya, "Ternyata akademi memang punya jalur keluar lain. Yang sebelumnya mungkin khusus untuk pejalan kaki, sedangkan yang ini untuk barang-barang besar."
“Hoi!” Mengibaskan cambuk kuda, Reilin menyadari posisinya tepat berada di belakang makam raksasa pusat yang ia lihat sebelumnya saat mulai mengendarai kereta keluar.
Karena tak ingin merepotkan, meski kemarin dia memberitahu Bijie dan yang lain tentang rencana keberangkatan dalam dua hari, dia tidak menyebut waktu pasti sehingga kepergiannya berlangsungh sunyi.
Reilin melirik terakhir kali ke arah akademi sebelum melangkah ke perjalanan tak dikenal.
“Baiklah! Barang bawaan ini lebih mirip pengungsi daripada orang yang sedang menjalankan misi!”
Reilin memandang kereta kudanya dan tumpukan peti-peti berat di belakang, tersenyum getir.
“Chip! Tampilkan peta!”
Sesuai perintah, proyeksi peta rute yang lebih detail daripada punya pria tua kemarin langsung muncul.
“Hitung rute optimal berdasarkan peta yang diperoleh kemarin! Syarat: Nyaman, aman! Dan usahakan dekat dengan pasar penyihir serta titik sumber daya!”
Garis merah segera membentang di peta dengan beberapa belokan tambahan dibanding versi pria tua, mengitari area permukiman penyihir.
“Ayo!” Reilin mengarahkan kereta mengikuti jalur yang ditandai Chip.
“Chip! Maksimalkan jangkauan deteksi!” Jalan sendirian membuatnya ekstra waspada.
“[Tugas dibuat. Memulai pemindaian...]”
Chip menjalankan perintah dengan setia, memproyeksikan gambar 3D real-time sekitar ke hadapan Reilin.
“Jarak terdekat dan terjauh dari akademi memiliki risiko terkecil, hanya bagian tengah yang paling berbahaya!” Bagian terdekat harus diwaspadai dari serangan Penyihir Resmi akademi, musuh terjauh malas mengejar, hanya bagian tengah yang mungkin ada penyergapan.
Tapi Reilin harus mengambil risiko. Sebelumnya Helones Hitam juga memberi mereka pelajaran, harapannya perjalanan bisa lancar, lagipula jika terlalu lama mungkin tidak bisa pergi sama sekali.
Kereta kuda melaju kencang di jalan raya, suara burung di kedua sisi semakin berkurang.
Semakin jauh dari akademi, mental Reilin semakin tegang.
"Ding! Peringatan! Peringatan! Terdeteksi makhluk berenergi tinggi di depan!"
Suara Chip terdengar, objek merah memproyeksikan bayangan di layar, dahan-dahan besar terus melebar ke segala arah dengan banyak titik merah melayang-layang.
"Bentuk ini? Sebatang pohon?" Reilin memasukkan tangan ke kantong kulit di pinggangnya, memperlambat laju kereta.
