"Saat ini, meski terlihat sangat dekat dengan reruntuhan..."
Reilin menggelengkan kepala sambil memandang bayangan samar ruang di depannya.
Ia hanya menemukan pintu masuk, namun bukan melalui jalur resmi. Masuk dengan mengandalkan kekuatan mentah tentu tak mudah mencapai tujuan.
Nasib para Penyihir lain yang masuk belakangan pun tak jauh berbeda dengannya.
Bagaimanapun, sekarang sudah tidak mungkin menemukan pewaris Bulan Sabit Merah Darah kuno, Reilin dan yang lain juga tidak menghabiskan energi sia-sia untuk mengembangkan metode masuk sejenisnya.
Lagi pula bagi Tingkat Bintang Fajar, selama pintu masuk muncul, menerobos paksa hanyalah masalah waktu.
Hanya saja aturan ruang begitu luas dan misterius, Reilin saat ini baru menguasai sedikit kekuatan perlindungan diri, sedangkan untuk benar-benar menembus lapisan pertahanan ruang ini masih membutuhkan pengembangan dan perhitungan terus-menerus.
Demikian pula, Bintang-Bintang Fajar yang masuk setelahnya juga harus melewati lapisan ini.
Karena itu, Reilin masih memiliki keunggulan waktu dibanding para pendatang belakangan.
Alasan dia menggunakan kekuatan Saibel untuk menembus lapisan perisai bersama-sama, mempercepat kemunculan reruntuhan, adalah untuk hal ini! Meski sebelumnya mereka telah menandatangani Perjanjian Pembagian Kepentingan, itu hanya terkait distribusi seluruh wilayah rahasia serta pengembangan dan pembagian kepentingan lanjutan, sedangkan untuk pemilihan benda-benda Bulan Sabit Merah Darah, prinsip siapa yang datang pertama dapat prioritas tetap berlaku.
Berjalan di terowongan ruang ini seperti melangkah di luar angkasa, dikelilingi nebula berbagai bentuk, sesekali diselingi badai ruang perak dan arus turbulen.
Unsur-unsur hitam misterius bahkan mengkristal di sekitar terowongan, membentuk kuncup bunga hitam aneh yang seolah ingin mekar, namun memancarkan aura berbahaya bagi Reilin.
Setelah berjalan tak tentu lamanya, kaki Reilin tiba-tiba melayang seperti jatuh dari ketinggian ekstrem, lalu terhentak keras di akhir.
Sensasi melayang yang intens berlalu, Reilin mendapati dirinya sudah berada di sebuah taman kecil. Kuncup-kuncup bunga hitam yang pernah dilihatnya sebelumnya memenuhi seluruh hamparan bunga di sini, bahkan merambat hingga ke pagar.
Di sudut taman, terlihat samar-samar sebuah papan kayu tergeletak. Huruf-huruf di atasnya sudah lama kabur, namun masih terlihat sulur-sulur hitam yang terus merambat di permukaannya.
"Bunga-bunga yang penuh niat jahat dan aroma berbahaya ini..." Reilin merenung. Chip dengan cepat menampilkan perbandingan dari basis data, namun tidak menemukan satupun tumbuhan kuno yang memenuhi kriteria.
Pada saat itulah, kelopak hitam bergetar halus, tiba-tiba meletus keras memperlihatkan putik merah darah di dalamnya!
Byur! Byur! Byur!
Seperti reaksi berantai, ribuan kuncup hitam meledak. Seketika, seluruh taman dipenuhi kelopak hitam yang beterbangan, dengan putik-putik merah segar di dalamnya yang menyerupai lidah ular berbisa, memancarkan aura berbahaya.
Aroma samar kutukan kuno dan unsur meme membuat alis Reilin berkerut halus.
"Begitu rupanya! Pertahanan terakhir untuk penyusup dan... peringatan?"
Reilin tersenyum tipis. Pupil matanya tiba-tiba berubah menjadi vertikal, dengan garis merah tipis melintas di tengahnya.
Kemudian, ledakan radiasi yang dahsyat dan mengerikan tiba-tiba menyembur dari tubuhnya!
Ini adalah radiasi tubuh Ahli Sihir Bintang Fajar, ditambah energi darah dari Ular Raksasa Komo'in kuno! Reilin sebelumnya masih menahan sebagian besar kekuatannya, tapi sekarang sengaja melepaskan semuanya, seketika menciptakan perubahan yang mengerikan!
Lapisan cahaya pelangi lima warna yang menyerupai fluoresensi hijau dan oranye mulai menyelimuti seluruh taman.
Udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi kabur, disertai distorsi visual yang halus.
Setelah cahaya radiasi berlalu, ruang seolah membeku sejenak, udara dipenuhi bau karat besi yang samar.
Warna asli seluruh taman tampak memudar bersama cahaya radiasi sebelumnya, menyisakan hanya warna hitam-putih seperti foto film kuno.
Krak! Krak!
Retakan halus pertama muncul dari sudut, lalu tiba-tiba menyebar memenuhi seluruh taman hitam-putih, mengisi area ini dengan pola retak seperti tempurung kura-kura.
Byur! Seperti batang kaca pecah atau botol air meledak, setelah suara ledakan campuran antara berat dan melengking, seluruh taman hancur berkeping seperti lukisan minyak, menampakkan ruang gelap dan badai perak.
Huuuh! Tornado meraung, melahap semua fragmen dalam jumlah besar.
Area yang semula dilanda Badai Ruang hingga penuh lubang, setelah menunggu beberapa menit, badai perak itu perlahan mereda, memperlihatkan taman yang hancur berantakan.
Kuncup-kuncup hitam yang sebelumnya berada di pusat taman telah lenyap tanpa jejak, sesekali beberapa kelopak bunga yang rusak terjatuh lemah ke tanah, menciptakan nuansa kesedihan.
Pupil Reilin kembali ke warna aslinya, menyiratkan kilatan cahaya aneh.
Ledakan kekuatan penuh tadi merupakan beban cukup besar baginya, namun demi mempertahankan keunggulan waktu, hal itu harus dilakukan.
Radiasi penuh seorang Bintang Fajar mampu mengganggu operasional banyak Formasi Sihir Defensif! Meskipun ini markas organisasi kuno, Reilin bukanlah Bintang Fajar biasa! Dengan bantuan kekuatan darah Ular Raksasa Komo'in, radiasinya mengandung kontaminasi darah leluhur yang dapat menimbulkan dampak lebih besar, bahkan... menarik perhatian makhluk lain.
Pandangan Reilin tertuju pada suatu titik di ruang kosong, terdiam tanpa kata.
Di sana, sebuah kehendak, atau kesadaran kolektif, telah perlahan turun! Meski tak kasat mata, kekuatan jiwa Reilin telah merasakan keberadaannya.
"Makhluk dimensi tinggi? Atau jebakan Bulan Sabit Merah Darah?" Kilasan keraguan muncul di mata Reilin.
“Orang Asing! Apa yang kau cari di sini?” Sebuah kehendak menyentuh melalui kontak kekuatan jiwa, bergema di dalam hati Reilin. Suara perempuan tua itu mengandung nuansa berbeda, seolah tercampur raungan makhluk lain.
“Mencari Kebenaran!” Suara Reilin rendah, memberikan jawaban samar.
“Kebenaran? Bahkan para Tuan Penyihir Bulan Sabit Merah Darah pun masih dalam pengejarannya. Kau salah tempat...”
Suara tua itu menghela napas.
“Aku tidak keliru. Jalan para Penyihir Kuno patut menjadi referensi, pengalaman mereka bisa mempersingkat jalanku...” Kekuatan jiwa Reilin tak gentar berhadapan dengan makhluk tak dikenal itu.
Dalam persepsinya, makhluk itu tak memiliki wujud normal - hanya bola cahaya tak berbentuk yang memancarkan fluktuasi energi aneh, atau tubuh asli tersembunyi di dimensi/alam semesta lebih tinggi.
Setelah kontak mata jiwa beberapa saat, kehendak itu akhirnya menyerah: “Jalani jalan kebingungan, itu akan membawamu pada jawaban...”
Blek blek!
Begitu ucapannya selesai, sudut taman terekam membuka koridor baru. Lantai batu abu-abu bertabur bintik hitam seperti kumpulan serangga kecil yang membentuk pola wajah manusia terdistorsi.
“Sapuan kekuatan jiwa telah memperjelas jalan yang membingungkan di laut kesadaran Reilin. Setelah memastikan tidak ada bahaya, Reilin membungkuk ringan ke arah kekosongan itu lalu melangkah maju.”
Blek! Blek!
Saat sepatu botnya menginjak lempengan batu abu-abu, taman hitam itu lenyap seketika, hanya menyisakan desah panjang yang menggantung di udara.
……
“Cambuk Batin!!!”
Gelombang energi psionik tak kasat mata menyambar udara. Belasan makhluk mirip lumpur raksasa di seberang gemetar hebat seakan dicambuk, mata bodoh mereka dipenuhi ketakutan ekstrem sebelum akhirnya ambruk ke tanah.
“Tuan! Ini sepertinya Kunci Labirin, kita menghadapi jebakan pertahanan Sabit Merah Darah kuno!”
Paul melapor pada Hebrew. Meski sama-sama Penyihir Bintang Fajar, kesenjangan kekuatan mereka bagai langit dan bumi, sehingga hierarki tetap berlaku.
“Ini Labirin Neraka Tipe II! Struktur favorit penyihir kuno, memiliki sembilan lapisan. Setiap lapisan membutuhkan kunci dan dekode berbeda. Harus ditembus lapis demi lapis, atau takkan pernah mencapai inti...”
Hebrew mengangguk paham. Di sekelilingnya, beberapa ahli sihir dari Sarang Serigala Angin dan Lingkaran Psionik telah menghilang, digantikan oleh sekelompok Penyihir Bintang Fajar asing yang menyaksikan dengan tatapan dingin.
“Baik, di sini giliran kita bertindak. Sesuai perjanjian, berikutnya giliran kalian yang melakukan hal semacam ini!” Hebrew menyimpan beberapa permata hijau yang ditemukan dari tubuh lumpur raksasa, lalu menoleh ke arah para Penyihir Bintang Fajar itu.
“Tentu saja!” jawab seorang penyihir berpemimpin yang mengenakan ikat kepala emas dengan dingin. Bahkan saat berhadapan dengan Hebrew, sikapnya sama sekali tidak gentar, menunjukkan kesan keseimbangan kekuatan.
Paul menyaksikan adegan ini dengan senyum getir dalam hati.
Kemunculan tiba-tiba reruntuhan Bulan Sabit Merah Darah telah menggagalkan sebagian besar rencana pertempuran mereka sebelumnya. Terutama pintu masuk reruntuhan yang jelas-jelas dipasangi formula sihir rahasia oleh Penyihir Kuno. Begitu terdeteksi penyihir yang masuk bukan melalui jalur resmi, pasti akan mendapat hambatan. Pola penanganan terpisah seperti ini sempat membuat Paul menderita kerugian. Jika tidak kebetulan bertemu Tuan Hebrew, mungkin dia langsung ditelan hidup-hidup oleh para Penyihir Bintang Fajar di seberang itu!
Bagaimanapun, sebelumnya—atau bahkan sekarang—mereka masih musuh bebuyutan dalam arti sebenarnya!
Paul menghela napas sedih, bahkan tentakel gurita di kepalanya terlihat lesu.
Meski keamanan terjamin dengan mengikuti Hebrew, tapi soal hasil jangan terlalu diharapkan. Belum lagi sekelompok Penyihir Bintang Fajar di seberang yang terus mengintai, bahkan Hebrew sendiri tidak akan menyisakan banyak barang bagus untuknya.
Berbeda dengan keluhannya, para penyihir di sisi lain hampir kehilangan kesabaran.
