"Kamu adalah ahli darah... Hmm, aku ingat sensasi ini. Kamu berasal dari Dunia Penyihir, bukan?"
Pohon Kebijaksanaan Kuno berbicara perlahan-lahan, setiap katanya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk diucapkan, cukup membuat penyihir yang temperamental menjadi kesal.
Namun tidak ada sedikit pun ketidaksabaran di wajah Reilin. Sebaliknya, terhadap Pohon Kebijaksanaan Kuno, hatinya dipenuhi rasa hormat. Mengingat promosinya menjadi ahli darah tingkat tiga juga berkat jasa sang pohon, ia pun memberi salam dengan sangat hormat.
"Benar! Penyihir level empat dari Dunia Penyihir - Lelin*Farel, menghadap Yang Mulia Sang Pencerah Kebijaksanaan!"
Gelar "Pencerah Kebijaksanaan" adalah sebutan yang disepakati bersama oleh seluruh penyihir Dunia Penyihir untuk Pohon Kebijaksanaan Kuno.
Menurut legenda, Pohon Kebijaksanaan Kuno adalah kristalisasi segala kebijaksanaan, bahkan menguasai semua misteri di Astral dan semesta. Banyak penyihir tingkat tinggi yang mendapat pencerahan darinya, bahkan kejayaan era kuno pun dikabarkan tak lepas dari bimbingannya.
Namun pohon agung yang selalu muncul sebagai pemilik kebijaksanaan dan pemecah teka-teki ini, tiba-tiba menghilang dari Dunia Penyihir suatu hari. Bagaimana pun para Penyihir Kuno berusaha mencari, tak satu pun jejaknya ditemukan.
"Bahkan, di masa depan masih banyak sejarawan penyihir yang menggambarkan penyebab kemunduran era kuno sebagai kurangnya bimbingan Pohon Kebijaksanaan Kuno, sehingga banyak Penyihir Kuno mengambil jalan yang salah."
"Meskipun Reilin tidak begitu setuju dengan pandangan ini, ketepatan pemahaman lawan tentang penyihir memang tak terbantahkan."
"Dunia Penyihir!" Mata raksasa Pohon Kebijaksanaan Kuno berkilau dengan kerinduan, "Aku masih ingat... sekitar dua puluh Heiyuan atau dua puluh lima Heiyuan yang lalu, para penyihir itu adalah anak-anak yang sangat menggemaskan. Oh! Ada satu bernama A Tan yang keahlian memanggangnya luar biasa..."
Sang Pohon Kebijaksanaan Agung mulai berbicara tanpa henti seperti seorang tua yang sedang mengenang masa lalu.
Reilin menunggu dengan sabar di samping, sementara Kodok Quark tampak gelisah: "Sahabat tua! Kau akan pindah lagi? Baru 87.000 tahun kau tinggal di sini... baru saja aku tidur sebentar, sudah harus pindah lagi?"
"87.000 tahun, satu... tidur siang?" Reilin terdiam sejenak.
"Ya! Sahabatku! Aku merasakan kedatangan yang mengerikan. Bahkan ujung dunia pun tak bisa menghalangi pengamatan kekuatan yang perkasa. Gelombang sisa era kuno akan terus menciptakan riak, menyeret lebih banyak dunia ke dalamnya..."
Pohon Kebijaksanaan perlahan mengucapkan sesuatu yang menyerupai ramalan, membuat hati Reilin berdebar. Namun apapun pertanyaan yang diajukannya kemudian, sang pohon kuno tetap tidak bersuara lagi.
“Berbicara setengah-setengah, benar-benar…” Reilin dalam hati memutar matanya, lalu mendengar suara Pohon Kebijaksanaan Kuno yang baru saja berpamitan dengan katak: “Dan kamu, makhluk kecil yang manis, aku bisa menjawab satu pertanyaanmu sebagai hadiah terakhir, tentu saja tidak boleh menyangkut topik sebelumnya…”
“Terima kasih banyak, Sang Penginspirasi Agung!” Wajah Reilin dipenuhi kegembiraan. Kesempatan memecahkan teka-teki Pohon Kebijaksanaan Kuno bahkan di era kuno tidak dimiliki oleh sembarang penyihir. Bahkan Penyihir Matahari Fajar sekalipun mungkin akan berebut mati-matian untuk ini.
Namun setelah euforianya mereda, Reilin justru merasa kebingungan.
“Bertanya tentang apa? Cara mencapai keabadian? Terlalu umum!” Bibir Reilin bergerak-gerak, tapi pertanyaan itu tak kunjung keluar.
Setelah pergulatan batin yang hebat, mata Reilin tiba-tiba berkilau penuh kesadaran: “Bahkan jika ini benar-benar Pohon Kebijaksanaan Kuno, ia hanyalah mitos kuno yang bisa dianggap sebagai penyihir level 8 atau 9. Sekarang pun dia harus menyelamatkan diri. Bertanya pun sia-sia. Harus mengajukan pertanyaan yang paling relevan dengan diriku sendiri…”
Setelah memahami hal ini, kabut yang menyelimuti hati Reilin akhirnya benar-benar sirna.
“Aku ingin tahu cara menghancurkan belenggu darah leluhur ahli sihir!” Reilin menarik napas dalam, mengepalkan tangan, dan mengajukan pertanyaan ini kepada Pohon Kebijaksanaan Kuno.
Baginya, saat ini tidak ada yang lebih penting dari solusi untuk masalah ini.
“Ini…” Pohon Kebijaksanaan Kuno mengangkat satu akarnya menopang bagian bawah bibir, persis seperti gerakan berpikir manusia: “Kamu bisa…”
……
Kabut mulai menghilang, Reilin tiba-tiba tersadar.
Ia menggosok pelipisnya yang masih terasa nyeri, memandangi lempengan batu abu-abu di tanah, kabut yang perlahan menghilang di sekeliling, serta bangunan yang perlahan terungkap. Kilau kebingungan di matanya dengan cepat pulih, lalu kembali tenggelam dalam keraguan.
"Apakah pemandangan tadi nyata atau ilusi?"
Reilin menatap kedua telapak tangannya, "Sekarang aku sudah mencapai level Bintang Fajar, seharusnya semua ilusi bisa terdeteksi kelemahannya dengan pemindaian kekuatan jiwa... Dan juga..."
Reilin menyentuh dadanya: "Jawaban dari Pohon Kebijaksanaan Kuno tadi masih melekat kuat dalam hatiku, kelayakannya juga cukup tinggi..."
Munculnya situasi seperti ini langsung membuat Reilin bingung dan tak mengerti.
"Mungkin Jalan Kebingungan menggunakan ilusi tingkat tinggi seperti ini, membuat penyusup mencari jawaban dalam keraguan akan diri sendiri. Sebenarnya jawaban itu sudah tertanam dalam hati penyusup, sekarang hanya dipicu kembali. Tentu, jika tidak bisa menemukannya, akan tersesat selamanya..."
Berdasarkan pengetahuan sebelumnya, Reilin memberikan kesimpulan yang ambigu.
Tetapi di dalam hati, ia merasa kejadian tadi mungkin semuanya nyata.
Dengan kekuatan Penyihir Kuno, bukan tidak mungkin menciptakan pemandangan seperti ini. Tapi lebih mungkin lagi ini merupakan komunikasi yang melintasi sungai waktu panjang, membuat berbagai pemandangan berkumpul di sini.
"Artinya, pikiran Reilin seketika menembus hambatan waktu dan ruang, tiba di fragmen ruang era kuno, menyaksikan Pohon Kebijaksanaan Kuno yang asli dari zaman kuno."
"Huh! Sudahlah! Bagaimanapun ini menguntungkan bagiku! Jika belum paham, jangan dipikirkan dulu. Mungkin ketika kekuatan sudah cukup nanti, semuanya akan menjadi jelas dengan sendirinya..."
Reilin berpikir dengan sangat optimis.
Bagi dia, perjalanan ke Jalan Kebingungan kali ini sama sekali tidak merugikan. Malah secara tak terduga mendapatkan metode untuk memecahkan belenggu darah leluhur. Meski masih berupa konsep, ini sangat berharga. Bahkan semua hasil yang diperoleh dari Bulan Sabit Merah Darah mungkin tidak ada yang bisa menandinginya!
"Tapi, setelah menyelesaikan Jalan Kebingungan, seharusnya ada hadiah yang didapat!" Reilin mengusap dagunya, melihat bangunan Penyihir raksasa yang telah sepenuhnya muncul di depan, senyum mengembang di wajahnya.
Yang muncul di depan Reilin adalah rumah bergaya Eropa dua lantai. Jendela di balkon masih terbuka, seolah sang pemilik baru pergi sebentar.
Gagang pintu berwarna kuning tembaga memancarkan kilau kuno yang halus, jelas sering digunakan.
Tapi Reilin tahu, bangunan di sini telah ditinggalkan setidaknya 10.000 tahun. Efek seperti ini pastilah hasil sihir.
Krak! Saat menggenggam gagang pintu dan mendorong, pintu terbuka dengan mudah. Terlihat ruang tamu dengan perapian besar, kayu bakar di dalamnya masih berderak membakar, gelombang panas mulai terkumpul di dalam ruangan.
“Harta paling berharga seorang Penyihir, selain dibawa kemanapun, hanya akan ditemukan di kamar tidur, perpustakaan, dan laboratorium...”
Reilin dengan cepat menyapu pandangannya ke sekeliling, segera meninggalkan ruang tamu dan menuju bangunan dua lantai di atas.
Pertama-tama ia menemukan perpustakaan. Tempat ini jelas telah diberi sihir ruang. Saat dibuka, terpampang di depan Reilin ruang raksasa seluas lapangan sepak bola yang dipenuhi rak buku setinggi belasan meter. Namun semuanya kosong, hanya tersisa debu-debu di celah bilik khusus.
Reilin mengobrak-abrik berkali-kali, tak mau menyerah menggunakan Chip untuk memindai berulang, namun akhirnya pasrah dan meninggalkan area perpustakaan.
"Tak kusangka bahkan semua buku dan data penelitian dibawa pergi. Lalu apa yang tersisa..."
Hati Reilin sesak, namun ia tetap menyisir ruang demi ruang hingga menemukan kamar tidur sang Tuan sebelumnya.
Di luar dugaannya, di depan meja rias kamar tidur itu, ia justru dengan mudah menemukan sesuatu.
Di dalam kotak perhiasan yang terbuka, sebuah liontin bulan sabit merah darah tergeletak sunyi. Saat Reilin memastikan itu bukan jebakan dan memegangnya, aliran informasi langsung mengalir ke pikirannya.
"Liontin Merah Darah! Artefak sakti tingkat tinggi! Karya Meferk!... Ah! Kupersembahkan ini untuk dewi hatiku, Yunas, cintaku yang abadi..."
Dari kotak perhiasan yang terbuka itu, sepertinya sang Tuan hendak memakai liontin ini tiba-tiba semuanya berakhir secara mendadak.
Reilin dengan bingung memeriksa kamar tidur sekali lagi, tapi tidak menemukan hal mencurigakan lainnya.
"Tata letak yang aneh!" gumam Reilin sambil menyimpan liontin merah darah dengan rapi, menambahkan banyak segel di luarnya.
Meskipun mungkin jebakan, sebuah artefak sakti tingkat tinggi sudah layak untuk diambil risikonya. Apalagi Reilin yakin dengan penilaiannya sendiri dan hasil pindai Chip.
Saat hendak pergi, matanya refleks menatap bingkai foto di meja rias.
Bingkai itu berisi cermin perak oval raksasa yang memantulkan bayangan Reilin. Namun yang mengerikan, bayangan di cermin itu tersenyum licik, membuat jantung Reilin berdebar kencang.
Ketika dia menyadari kembali, segala sesuatu di cermin sudah kembali normal, seolah semua tadi hanya halusinasi.
Masak Penyihir Bintang Fajar bisa berhalusinasi? Itu lelucon!
Wajah Reilin berganti-ganti ekspresi muram sebelum akhirnya menggigit gigi, menyambar cermin itu dan berlari keluar kamar tidur, menerobos keluar villa.
Persis saat kakinya melangkah keluar villa—Byur! Seluruh bangunan villa lenyap tanpa jejak, hanya menyisakan cekungan raksasa bekas gigitan binatang buas.
Byur!
Tinju menghantam meja hingga debu beterbangan: "Sial! Mati kau! Tetap saja dia bisa mengambilnya! Padahal itu artefak sakti termudah didapat, lagi pula tingkat tinggi!"
Di dalam ruang rahasia kristal yang kuno, wajah Penyihir Orang Tua dipenuhi kebencian dan emosi ketidakrelaan.
"Tidak hanya itu, dia bahkan membawa 'itu' pergi!"
Ekspresi Orang Tua berubah beberapa kali, akhirnya dia memantapkan tekad.
