Ular raja Kemorin yang semula sepanjang 100.000 meter menyusut puluhan ribu kali lipat, berubah menjadi ular besar sepanjang belasan meter.
Pada sisik-sisiknya, memancarkan cahaya mengerikan.
Mata ular itu menatap Melinda dengan dingin, membuat hatinya berdesir.
"Kau sudah cukup! Aku belum!"
Dari tubuh ular itu, terdengar suara Reilin: "Sesuai janji, aku datang mengambil imbalanku!"
Bersamaan dengan ucapannya, ular raksasa itu membuka mulutnya lebar-lebar, bahkan sebuah lubang hitam mulai terbentuk di dalamnya.
"Kemampuan Bakat – Melahap!"
"Jangan..." Dalam teriakan kesakitan Melinda, avatar Reilin berupa ular raja Kemorin menggigit habis salah satu lengan Singgasana Api, lalu segera membelah ruang dan melarikan diri tanpa ragu.
Bzzzt! Kilau menyilaukan muncul di sisik ular, bahkan disertai semburat warna darah.
Reilin jelas-jelas menggunakan teknik rahasia, menghilang dari persepsi Melinda dalam sekejap.
Blek! Darah emas menyembur deras dari bekas lengan yang terputus. Drip! Drip! Tetesan darah jatuh ke ruang hampa, dalam sekejap membentuk gumpalan besar api emas.
Melinda baru mulai berteriak histeris saat ini.
Sebagai Penyihir Bulan Perak Level Enam, kehilangan anggota tubuh seharusnya bukan luka serius. Tapi gigitan Reilin menggunakan kemampuan bakat Melahap-nya tidak hanya merampas daging Melinda, tapi juga darah leluhur! Memori! Bahkan sebagian pemahaman hukum kosmos dan jiwanya!
Rasa sakit akibat pemahaman hukum yang dicuri dan jiwa yang terkoyak ini membuat Melinda seolah kembali ke momen ketika dulu memisahkan jiwanya.
Bahkan kehendak Singgasana Api yang sebelumnya sudah ditekan, tiba-tiba muncul kembali dengan serangan balik yang ganas.
"Sialan! Sialan!!!"
Melinda mengaum marah, api emas yang mengerikan terus menyebar ke segala arah.
"Kerugian lainnya masih bisa ditoleransi, namun hilangnya pemahaman hukum alam dan ketidaksempurnaan darah leluhur bahkan mungkin membuatnya jatuh dari realm. Pada saat ini, serangan balik kehendak Singgasana Api membuatnya tak punya waktu untuk mengejar musuh, hanya bisa menggeram kesal sambil memfokuskan kembali usahanya pada perebutan kekuasaan dengan Singgasana Api."
Api Merah Keemasan perlahan memenuhi area ini, bahkan debu terkecil pun terbakar habis. Hanya sebuah kepompong raksasa keemasan di pusat yang masih berdenyut teratur, seolah phoenix menanti Kebangkitan dari Api.
"Chip!"
Di dunia yang dipenuhi api di mana-mana, tirai kososng tersibak memperlihatkan sosok Reilin. Setelah sekilas memindai lingkungan, ia langsung memberi perintah tegas.
【Ding! Prosedur penyambutan diaktifkan! Gerbang Astral mulai beroperasi!】
Bersamaan dengan suara sistem kecerdasan buatan, gerbang raksasa bercahaya biru terbentuk perlahan di hadapan Reilin.
Tanpa ragu, Reilin melangkah masuk. Begitu langkahnya mendarat, seluruh alam berputar. Ketika pandangannya kembali jelas, ia sudah berada di laboratorium Astral Kota Duserk.
Terdengar gemuruh dan jeritan samar dari luar laboratorium - gambaran kekacauan Kota Duserk. Namun area di sekitar laboratorium yang dijaga ketat oleh pasukan Jupiter's Thunder dan kekuatan Anna justru terasa sangat tenang.
Kontras yang mencolok di tengah hiruk-pikuk kekacauan tersebut.
“Terkadang masih ada warga biasa yang datang meminta bantuan, tapi semuanya ditolak tanpa ampun. Beberapa mayat yang masih memancarkan aura kuat di tanah, efektif meredam ambisi beberapa orang di sekitarnya.”
“Adapun binatang bio-mekanis sebelumnya? Setelah menyaksikan kengerian rombongan Reilin, mereka sudah kabur sejauh mungkin. Apakah mereka menciptakan bencana di tempat lain, itu bukan urusan Reilin dan kawan-kawan.”
“Tuan!”
Beberapa Penyihir Bintang Fajar yang berjaga melihat Gerbang Astral terbuka, hanya Reilin yang datang, wajah mereka berubah pucat.
“Hmm!” Reilin mengangguk dingin, kemudian seluruh tubuhnya berubah menjadi api hitam yang menyebar. Hanya dalam beberapa kedipan, ia menghilang di cakrawala.
Beberapa Penyihir Bintang Fajar dari kekuatan lain itu saling pandang melihat arah menghilangnya Reilin.
“Mereka paling-paling hanya level Bintang Fajar. Mustahil menghalangi Reilin secara paksa. Setelah menyaksikan sikap dinginnya, mereka semakin takut melakukan hal yang membuat Reilin marah.”
……
Di ketinggian, sudut mulut Reilin masih terus mengucurkan darah, tapi wajahnya penuh semangat.
“Beberapa Penyihir Bintang Fajar itu cukup tahu diri, tidak perlu kuhabiskan!”
“Chip! Hapus ingatan tidak berguna! Emosi!”
Saat itu, lapisan demi lapisan kekuatan daging yang pekat tiba-tiba muncul dari tubuh Reilin, membawa aturan api yang panas menyengat – tanda bakat Melahap sedang mencerna lengan Singgasana Api.
Bersamaan dengan perintah Reilin, Chip beroperasi dengan cepat, menghilangkan semua memori dan emosi yang tidak berguna, sementara informasi yang berguna diarsipkan khusus. Tentu saja yang terpenting - pemahaman hukum Singgasana Api, dipisahkan dengan hati-hati oleh Chip dan membangun basis data khusus.
"Pemahaman hukum terpenting akhirnya didapat!"
Ekspresi Reilin penuh semangat. Baginya, bahkan jika koleksi Singgasana Api seberapa kaya pun, tetap tidak tertarik.
Saat ini, satu-satunya yang menarik minatnya hanyalah pencapaian realm yang lebih tinggi, dengan kekuatan aturan sebagai fokus utama.
Mengingat memori saat menggunakan bakat Melahap untuk menyerap pemahaman hukum dari tubuh Singgasana Api, Reilin masih merasakan getaran yang sulit dikendalikan.
Kegembiraan dan kepuasan itu hampir membuatnya melampaui batas yang ditetapkannya sendiri, melahap dengan serakah segala sesuatu dari lawan. Untungnya di detik terakhir, dengan kehendak baja seperti besi, ia berhasil mengendalikan tubuhnya dan meninggalkan dunia api.
Alasan tidak langsung membunuhnya adalah kekhawatiran akan serangan balik Singgasana Api.
Baik Melinda maupun Singgasana Api sebelumnya sebenarnya adalah entitas yang sama. Ketika kehidupan mereka terancam serius, pasti ada kemungkinan bekerja sama!
Sebenarnya, dalam simulasi Chip, kemungkinan Reilin langsung membunuh lawannya saat dua jiwa itu bertarung sengit bahkan tidak mencapai 10%. Kemungkinan terbesar justru kedua jiwa akan menyatu di bawah tekanan besar, membuat Reilin pulang dengan tangan hampa bahkan berisiko tewas.
Dalam situasi seperti ini, Reilin tentu memilih cara yang paling menguntungkan dirinya - meraih keuntungan sebesar-besarnya lalu pergi.
Jika tak bisa membunuh Singgasana Api, setidaknya membuatnya menderita kerugian besar juga cukup baik.
Saat menyerap darah leluhur dan hukum alam lawannya dulu, Reilin hampir tenggelam dalam prosesnya hingga mencapai nilai kritis Chip. Sedikit saja meleset, nyawa lawannya akan terancam dan situasi akan berubah total.
Namun untungnya, semuanya tetap berjalan sesuai skenario Reilin.
Meski serangan terakhirnya membuat Singgasana Api babak belur, dampaknya tidak melebihi batasan psikologis Melinda. Oleh karena itu, penyihir perempuan itu tetap memilih terus melanjutkan operasi pengepungan terhadap musuh besarnya ketimbang berkompromi, memungkinkan Reilin kabur dengan mulus.
Adapun tawaran Melinda sebelumnya yang mengajak Reilin langsung membantu? Reilin sama sekali mengejeknya dengan "Ssshh!".
Meski kekuatan jiwanya dahsyat, tapi harus dibandingkan dengan apa.
Di hadapan energi spiritual roh tingkat Matahari Terbit milik Singgasana Api, kekuatan jiwa Reilin bagai debu. Sekalipun bergabung, perannya hanya seperti prajurit rendahan yang bahkan tak bisa mengendalikan energi spiritualnya sendiri - hidup dan matinya sepenuhnya di bawah kendali sang Raja Api.
"Yang paling parah adalah, setelah bertarung mati-matian, hasil yang didapat masih bergantung pada apakah lawan menepati janji dan suasana hatinya. Hal bodoh seperti ini tentu tidak akan dilakukan oleh Reilin."
"Tapi, aku tak menyangka energi di lengan Singgasana Api saja sudah begitu liar. Selain itu, ingatan pemahaman aturan api itu sepertinya menyimpan misteri tersendiri..."
Reilin merasakan tubuhnya membesar sedikit, yang sebenarnya adalah persepsi yang salah akibat energi berlebihan di dalam tubuhnya.
Mengingat beberapa kali sebelumnya avatar ular raja Kemorin melahap segala sesuatu di ruang hampa tanpa umpan balik energi semengerikan ini, senyum pahit mengembang di bibir Reilin.
"Untungnya aku hanya memilih melahap satu lengan Singgasana Api. Seandainya aku melahap seluruh tubuhnya, meski dia tidak melawan, pastinya aku akan meledak oleh energi ini!"
Sorotan mata Reilin terus berkedip sebelum tiba-tiba memilih arah lain, membuat siluetnya seketika menjadi samar.
Kemampuan ini berasal dari modifikasi energi mimpi yang tidak hanya meningkatkan resistensi terhadap ilusi, tapi juga membentuk medan ilusi yang efektif untuk penyamaran.
Hasil pertempuran kali ini terlalu melimpah. Bahkan Reilin pun harus mencari tempat untuk mencerna semuanya.
……
Yang tak disangka Reilin, proses pencernaan yang dikira sederhana ini ternyata berlangsung hampir beberapa bulan.
Api bermaterai pribadi Singgasana Api, energi, serta karakteristik yang terkonsentrasi ekstrim, semuanya membuat Reilin pusing tujuh keliling.
Di tengah rangkaian pegunungan yang membentang, kabut putih melilit di antara lereng gunung, bersama dengan hutan hijau membentuk pemandangan dongeng yang seperti mimpi. Seekor tupai melompat naik turun sambil memegang biji pinus di kedua tangan, dua gigi kelincinya menggigiti dengan cepat.
Di bawah pohon raksasa yang sangat besar, akar-akar yang tak terhitung jumlahnya membentuk penghalang alami, bahkan menyisakan ruang yang cukup luas di dalamnya.
Kabut hitam memenuhi seluruh lapisan ruang ini, ditambah efek penyembunyian dan isolasi.
Di pusat kabut itu, Reilin perlahan menghembuskan napas dan membuka matanya.
"Struktur energi Penyihir Level Enam dan sifat konsentrasinya benar-benar mengerikan!" Pikir Reilin yang masih merasakan sisa-sisa ketakutan.
Daging Singgasana Api hampir seluruhnya terdiri dari api aturan yang terkonsentrasi ekstrim. Proses pencernaan saja telah menyita banyak usaha Reilin.
Faktanya, tanpa bakat melahap Ular Raja Kemorin, akan sangat bermasalah baginya untuk mengurai lengan lawan seperti ini.
Tapi proses ini akhirnya selesai juga. Baru saja, Reilin tidak hanya berhasil melahap sisa-sisa terakhir energi darah leluhur lawan, tapi juga menyelesaikan pengorganisasian fragmen memori, menjadikan pemahaman hukum lawan sebagai miliknya.
