“Bunuh dia!”
Reilin menggerakkan tangan dengan tenang, seolah mengusir lalat.
“Mengapa?”
Wajah Alfur berubah drastis, tubuhnya mulai memancarkan fluktuasi energi gulungan sihir [Transmisi] yang tersegel.
Namun kemudian, pancaran mantra yang cemerlang tiba-tiba hancur, membuat keputusasaan muncul di wajahnya.
Berbagai senjata bergulingan, diantaranya aura perang merah yang memiliki kekuatan naga mendekati level Legenda, seketika mencincang utusan itu menjadi daging hancur.
Baru setelah refleks bertindak, para bajak laut ini tersadar, tubuh mereka mulai gemetar ketakutan.
Demi para dewa! Mereka baru saja membunuh seorang pendeta dewa sejati!
Meskipun bajak laut hampir melakukan segala kejahatan, mereka masih memiliki sedikit rasa takut dan hormat.
"Bukannya dia cuma seorang pendeta? Mati ya mati, nanti akan ada hal yang lebih mengerikan..." Reilin mengangkat bahu dengan santai, api merah turun dan membakar mayat di tanah menjadi debu, membuat bajak laut lainnya merasa seperti sedang bermimpi.
"Kenapa? Dia memberikan intelijen palsu?" Perhatian Isabelle agak berbeda.
"Tidak! Intelijen ini benar!" Reilin menggelengkan kepala sambil menggulung peta, "Berikan ke navigator kita, suruh dia menyerang sesuai rute di sini!"
"Lalu kenapa kamu..." Isabelle merasa dirinya juga sedikit tidak bisa mengikuti pola pikir sepupunya ini.
"Meskipun petanya asli, tapi mengandung niat jahat. Karena kekuatanku sekarang sudah cukup, terpaksa dia harus mati!"
Reilin tersenyum tipis, matanya memancarkan warna dingin.
Saat Gelombang Bajak Laut meletus sebelumnya, karena keterbatasan kekuatannya, dia harus meminjam kekuatan Bajak Laut Barbar dan Serikat Pencuri, sehingga terpaksa menoleransi trik licik mereka.
Tapi sekarang berbeda! Tidak hanya dirinya sendiri adalah 【penyihir tinggi】, tapi juga seorang 【Arkanis】 yang kekuatannya jauh melampaui level sejawat. Di bawah komandonya ada Tifa sang ahli legenda, sedangkan Isabelle yang telah beralih jadi Ahli Sihir darah naga juga mengalami peningkatan kekuatan pesat. Meski pembawa darah leluhur memiliki batasan, tapi sebelum level legenda sama sekali tidak bermasalah.
“Apalagi, Keluarga Faolan saat ini sudah jauh berbeda dari sebelumnya, di Lautan luas meski tidak bisa disebut memonopoli, kekuatannya sudah cukup untuk mencakup sebagian besar wilayah perairan!”
“Dengan kekuatan seperti ini, di Lautan luas, Rei adalah penguasa sejati, masih perlu kompromi apa lagi?”
“Belum lagi para pendeta Dewa Pembunuhan itu, jika benar-benar punya kemampuan, mengapa harus memancing konflik bajak laut di kedua dunia daripada bertindak sendiri untuk memonopoli wilayah perairan ini?”
“Karena itu, Rei sangat yakin bahwa mereka tidak hanya tidak punya simpati pada dirinya dan kaum barbar, bahkan seharusnya punya rencana untuk menjerat semua pihak sekaligus.”
“Dewa Pembunuhan...”
Rei menggunakan Chip untuk segera menampilkan semua data tentang dewa kekuatan besar ini.
“Meski sangat senior, terkenal dengan sifatnya yang tidak stabil, baru-baru ini bahkan ada kabar angin tentang kegilaan. Dewa seperti ini, bahkan jika sebuah cabang keuskupan bawahannya dihancurkan, mungkin sulit memberikan reaksi... Dan...”
Rei memandang deskripsi tertentu di layar display Chip, kilasan kewaspadaan terlihat di matanya.
“Pernah bertempur dengan Bayangan Terdistorsi, dan mengklaim telah membunuh Penyihir Agung level 8 itu...”
Tentang kekuatan Bayangan Terdistorsi, Rei sekarang memiliki pemahaman mendalam, sama sekali tidak percaya entitas itu bisa tewas begitu mudah di tangan lawan.
“Dan persis sejak periode waktu itulah, Cyric Dewa Pembunuhan mulai menjadi gila dan tidak masuk akal...”
“Reilin mengusap dagunya, di matanya terpancar ekspresi kontemplatif: 'Apakah karena terluka parah dalam pertempuran sehingga karakternya berubah drastis, ataukah langsung terjebak tipu daya Bayangan Terdistorsi dan terpengaruh kekuatan distorsi?'”
“Bahkan setelah Senjakala Para Dewa berlalu, bayangan yang ditinggalkan para Tuan Penyihir di Dunia Para Dewa tampaknya belum mudah sirna.”
“Bagaimanapun juga, cakar Dewa Pembunuhan yang merambah ke Lautan luas harus dipotong!”
Reilin memutuskan dan mengumumkan: “Kita berangkat!”
Kapal Harimau Merah Jambu yang megah mengaum marah, bergerak seperti monster raksasa laut menuju medan perang.
Mobilisasi besar-besaran Bajak Laut Macan Merah ini tentu menarik perhatian berbagai kekuatan di Lautan luas.
Di Pelabuhan Bajak Laut, gerombolan Bajak Laut Barbar juga telah mengerahkan semua awak tempur. Kedua kelompok bajak laut besar itu bersiap melakukan pertarungan hidup dan MATI untuk menentukan kekuasaan atas seluruh Lautan luas.
Perubahan drastis ini seketika membuat banyak orang gemetar ketakutan.
Mereka sangat paham, kemenangan pihak manapun kali ini akan menjadi awal kehancuran mereka.
Sementara para pemberani sembunyi-sembunyi mempersiapkan diri, berharap bisa mengambil keuntungan dari situasi ini, bahkan menghancurkan kedua kelompok bajak laut besar sekaligus untuk merebut posisi pemimpin dunia gelap!
“Dia membunuh Alf! Anakku!”
BRAK! Di kedalaman tanah yang tersembunyi, api di sekitar ruang rahasia tiba-tiba membesar berkali-kali lipat, memantulkan wajah terdistorsi uskup Dewa Pembunuhan.
“Be... benar, Tuan!”
“Laporan pencuri itu suaranya gemetar, sejak terakhir kali uskup mendapatkan berkat dewa, karakternya juga tampak sangat terpengaruh, menjadi sangat paranoid... dan gila!”
“Misalnya sebelumnya, Tuan Uskup pasti tidak akan punya ide untuk menghasut dua gerombolan bajak laut bertarung sampai mati, lalu menghancurkan mereka sekaligus.”
“Huhu... Sial... Aku harus membunuhnya! Bunuh Reilin itu!”
Di pusat ruang rahasia, berdiri tegak patung Dewa Pembunuhan. Saat ini patung dewa itu seolah diselimuti lapisan asap merah tua kehitaman, mengubah tubuh asli patung tersebut.
Wajah uskup yang berdiri di bawah patung berubah-ubah antara mengerikan dan anggun, persis seperti orang gila.
“Hihi... Mati juga lebih baik, Alfur itu! Seharusnya sudah lama ke neraka, bagus, menghemat banyak masalahku!”
“Tu... Tuan! Aku permisi dulu!”
Melihat kondisi uskup seperti ini, bagi pencuri itu juga merupakan tekanan mental yang sangat besar.
Ia melapor dengan gemetaran, seluruh tubuhnya seperti ingin mundur.
“Kalau Alfur sudah mati, mengapa kau masih hidup?” Tuan Uskup menoleh, matanya melirik si pencuri, membuatnya seperti terjebak dalam ruang es.
“Tidak! Bukan salahku! Tuan!” Pencuri yang sadar bahaya langsung lari berbalik, tapi sudah terlambat.
Braak! Braak! Braak!
Api hitam di sekeliling tiba-tiba menyedot, membungkus pencuri di dalamnya, membuatnya menjerit seperti babi disembelih.
“Kekeke……Cepat! Tuan kita! Aku akan segera mempersembahkan lebih banyak daging dan jiwa untukmu!”
Tuan Uskup memandang pencuri yang perlahan menghilang dalam api dengan senyum sakit di wajahnya. Setelah eksekusi pencuri selesai, dia bersujud di depan patung dewa dan mulai berdoa.
Patung dewa itu menatap dingin uskup di bawahnya, cahaya merah tua kehitaman di tubuhnya semakin berkilau...
……
"Pulau Huonunu, di sinilah tempatnya!"
Tidak realistis bagi armada kapal bajak laut yang besar untuk benar-benar mengepung pulau ini. Tapi dengan bantuan mantra, memblokir beberapa jalur pelayaran adalah hal yang mudah.
Reilin memegang teleskop, memandangi pulau yang seluruhnya kemerahan dengan gunung berapi di atasnya.
"Menurut intelijen sebelumnya, suku barbar Ogode bertahan hidup dan berkembang biak di sini..."
Reilin menurunkan teleskop dan memberi perintah: "Awak tempur turun kapal, kita habisi tempat ini!"
Dalam perang, semua cara bisa digunakan. Tapi tindakan seperti ini tetap tabu.
Dulu Reilin tidak berani melakukan ini, karena jika dia memulai, lawan juga akan berani menyerang keluarganya di Pelabuhan Bintang Fajar.
Tapi sekarang? Dengan keberadaan menara penyihir, Reilin justru berharap Ogode berinisiatif datang ke Pelabuhan Bintang Fajar mencari MATI.
Perintah cepat tersebar. Banyak bajak laut menggunakan perahu kecil, berenang ke pantai seperti semut.
"Robin Hood, Ronald, dan Karen!"
Suara Reilin melunak.
“Bos!” Robin Hood mendekati Reilin, dengan hormat mendengarkan perintah.
“Kalian bawa armada pergi, sampai aku kirim sinyal baru boleh mendekat!”
Reilin memerintahkan.
Bisa dibayangkan, begitu kabar serangannya di sini menyebar, Bajak Laut Barbar pasti akan menyerbu seperti orang gila. Saat itu, Reilin tak ingin armada bajak lautnya menderita kerugian.
Menyerang Pelabuhan Bajak Laut terlalu merepotkan, kalau bisa memancing mereka keluar, kenapa tidak?
“Lingkungan yang panas dan buruk tak terbayangkan, kenapa orang barbar memilih tempat ini?”
Isabelle membelah sulur penghalang. Di sekelilingnya penuh tumbuhan berdaun lebar hijau raksasa. Rintik hujan bercampur bau busuk menusuk jatuh, membuatnya mengerutkan alis.
“Suku barbar ini memang pendatang. Keamanan suku sangat penting. Jika bahkan kau pikir mereka tak suka di sini, berarti mereka sudah berhasil...”
Reilin menjelaskan.
Sejak tiba di pulau raksasa, sama sekali tak ada kekhawatiran dalam dirinya.
Asal lokasi kasar sudah ditentukan, fluktuasi energi kehidupan besar di pulau ini tak bisa disembunyikan darinya.
“Bos! Ada perlawanan di celah gunung depan, itu orang barbar!”
Saat itu, seorang bajak laut berlari melapor.
“Bunuh! Kita tak butuh tawanan!”
Reilin mengangguk dingin. Meski sesama jenis, bajak laut tak segan melakukan pembunuhan, apalagi terhadap ras lain.
Tak lama kemudian, saat melewati markas itu, Reilin melihat mayat-mayat Barbar berserakan. Banyak yang masih menyisakan luka-luka akibat amukan. Postur tubuh mereka tampak kurus dan pendek.
“Sepertinya semua warga sipil tua, wanita, dan anak-anak! Ogode pasti telah membawa semua pria dewasa yang sehat!”
Reilin mengangguk, tak lagi ada pertanyaan tentang kehancuran suku ini.
Secara objektif, Ogode itu adalah pemimpin yang sangat bijaksana. Tak hanya berani membawa kelompoknya ke Lautan luas, tapi juga berhasil bertahan hidup dengan gigih.
Sebuah suku membutuhkan kelangsungan hidup dan perkembangan, tidak bisa lepas dari bantuan sumber daya luar, karena itu menjadi bajak laut juga merupakan hal yang terpaksa.
Mampu menjadi salah satu dari tiga gerombolan bajak laut terbesar di Lautan luas, bahkan mengendalikan Pelabuhan Bajak Laut, mereka memang sangat kompeten.
Sayangnya, dia menghadang jalan Reilin, maka takdirnya hanya bisa dibersihkan.
