Dewa sejati memiliki kekuatan yang mampu mengubah dunia secara drastis.
Sementara Reilin bahkan memiliki kemampuan inti ketuhanan [Mengubah Realitas], sehingga konsep seperti bakat dan potensi hanyalah lelucon baginya.
Saat Lunus masih terpana, perubahan kecil sudah mulai terjadi pada tubuhnya.
Pemuda itu bahkan belum sempat berterima kasih, langsung tak sadarkan diri setelah mendengar ramalan Reilin, menciptakan sensasi besar.
Setelah melihat cap yang ditinggalkan Reilin, para pendeta segera tahu harus melakukan apa.
“Ketika kabar kehancuran keluarga Eric datang nanti, ditambah dengan perubahan pada tubuhnya, aku mungkin akan mendapatkan seorang penganut fanatik tambahan...”
Rei mengusap dagunya.
Akumulasi kekuatan harian dewa sangat rumit dan kompleks. Tindakan tadi jelas merupakan bisnis yang merugi. Jika bukan karena perlu menghancurkan keluarga Eric dan ada permintaan dari umatnya, ia takkan menampakkan diri.
“Biarlah kehancuran keluarga Eric menjadi pengumuman kedatangan sang Aku!”
Ada kilau dingin di mata Reilin.
Sebelumnya, melalui perantaraan Dewa Laut Umberlee, dia telah berhasil menjalin hubungan dengan panteon orc.
Atas kedatangannya, dewa utama orc Grummsh tentu saja menyatakan dukungan. Sejujurnya, panteon orc tidak pernah menolak bantuan dari dewa mana pun yang ingin melawan dua entitas dewa berkuasa besar.
Sayangnya, sikap mereka terhadap Malar Dewa Pemburu sangat ambigu.
Menghadapi konflik antara Reilin dan Malar, Grummsh hanya bisa menghela nafas dan menyatakan ketidakberdayaan, paling banter menjadi penonton pasif.
Namun Reilin merasakan bahwa secara hubungan nyata, panteon orc mungkin lebih dekat dengan Malar.
Ini sangat mudah dipahami.
Bagaimanapun, Malar adalah dewa binatang buas dan manusia setengah binatang, memiliki dasar kerja sama alami dengan dewa-dewa orc. Aliansi yang telah terjalin lama ini jelas lebih bisa diandalkan daripada dewa baru seperti Reilin.
Sayangnya, mereka salah menilai tujuan Reilin.
Dalam rencana Reilin, Malar Dewa Pemburu bahkan tidak layak disebut musuh—paling banter hanyalah mangsa, itupun bukan prioritas utama.
Pandangan Reilin seakan menembus lapisan-lapisan ruang, langsung mencapai Kota Bulan Perak yang baru.
"Manusia biasa yang bodoh dan tak tahu diri, berani mengincar kekayaan para Dewa..."
"Di setiap gereja, tubuh dan jiwa Santa adalah milik pribadi Dewa semata. Tapi Eric itu berani-beraninya ingin menghina Santa, ini sudah merupakan penghinaan terhadap kepercayaan."
"Kebetulan Reilin sedang kesulitan mencari target yang tepat untuk menunjukkan wibawa dewanya, si bodoh ini malah menyerahkan diri. Bukankah ini sama saja dengan mencari kematian?"
"Keluarga adipati biasa, ditambah beberapa fondasi ahli legenda, di mata dewa sejati tetap tidak ada bedanya dengan semut."
"Kebetulan, persiapan untuk menyambung tubuh asli Penyihir sudah 80% selesai. Hasil eksperimen ini juga membutuhkan beberapa bahan percobaan..."
Senyum di wajah Reilin seolah sudah melihat masa depan menyedihkan keluarga Eric.
……
Pangeran Eric yang sama sekali tidak menyadari Tanda Kematian (MATI)-nya telah terbit, justru sedang dalam suasana hati yang sangat baik.
Berkat Rayuan dan dorongan kuatnya, tim Paladin pimpinan Rafiniya terus melakukan serangan dan meraih hasil luar biasa besar, akhirnya sedikit meredakan amarahnya sebelumnya.
"Tidak lama lagi, Anya pasti akan datang sendiri, kan?"
Eric mengusap dagunya, senyum penuh harapan mengembang di bibirnya. Terhadap mawar berduri dari keluarga Bane ini, keinginannya sudah lama tersimpan.
"Dan tidak lama lagi... mungkin Sang Tuan Putri Suci juga akan datang sendiri! Sejak kecil, aku belum pernah merasakan kenikmatan seorang Santa..."
Tiba-tiba, seolah ada api membakar dalam hati Erik, membuat perut bawahnya terasa hangat.
"Tuan Pangeran!"
Saat Erik hendak mencari beberapa pelayan wanita untuk melampiaskan hasratnya, suara kepala pelayan tua terdengar, membuatnya menunjukkan ekspresi tidak sabar: "Ada apa? Cepat bicara!"
Jika laporan itu tidak penting, Erik sudah siap memberikan pelajaran yang takkan terlupakan seumur hidup.
Sayangnya, kepala pelayan tua hanya perlu satu kalimat untuk mendinginkan semangat Erik bagai disiram air dingin.
"Tuan sudah pulang dan menunggu di perpustakaan!"
Kakek Erik, Adipati yang menjabat sebagai pejabat eksekutif Kota Bulan Perak baru, sekaligus Penyihir Legendaris kuat! Bahkan seangkatan dengan Elminster, pernah menjadi teman sekelas suatu masa.
Jelas-jelas dialah pilar keluarga. Meski Erik berpengaruh di dunia luar, di hadapan kakeknya ia tak berarti apa-apa. Cukup satu kalimat untuk menjatuhkannya ke tanah.
"Aku... aku segera ke sana!"
Erik buru-buru merapikan pakaiannya - Tuan Adipati paling benci anak muda berpakaian tidak rapi. Api dalam hatinya pun lenyap seketika, bahkan dipaksanya tersenyum manis penuh kepura-puraan.
Tak lama kemudian, di perpustakaan, Erik akhirnya bertemu sang kakek, Adipati Legendaris itu.
Saat itu, sang lawan duduk di belakang meja kayu merah, pena bulu angsa di tangannya tak henti-hentinya menandatangani tumpukan dokumen.
"Eric..."
Setelah menunggu lebih dari sepuluh menit hingga kakinya mulai terasa kebas, Eric akhirnya mendengar suara kakeknya.
Suara Adipati tua yang tidak keras itu seolah mengandung kekuatan khusus, membuat Eric refleks berdiri tegak.
"Kudengar... kau baru-baru ini bersenang-senang di dunia luar, bahkan menjalin kedekatan dengan Paladin Dewa Keadilan, tak lupa terus merayu pemimpin Paladin Legenda perempuan itu!"
Sorotan mata penuh ejekan muncul dari mata Adipati tua.
"Maafkan saya, Kakek Tuan! Saya hanya menjalankan tugas..." Eric membela diri dengan suara lemah.
"Pertama, Cahaya Harapan - Paladin Rafiniya itu adalah setara level denganku, bukan sesuatu yang bisa kau raih sekarang. Dan... kau baru-baru ini terus menyasar Perkumpulan Dagang Nien?"
Volume suara Adipati tua yang tiba-tiba meningkat membuat keringat dingin mengalir di wajah Eric.
"Kakek tahu... mereka sudah menjadi buronan Aliansi Bulan Perak, saya hanya bertindak formal..."
"Bagaimanapun juga, hentikan ini!"
Adipati tua tiba-tiba berseru.
"Mengapa?" Eric merasa tersinggung. Meski niatnya terhadap Perkumpulan Dagang Nien memang ada kepentingan pribadi, tapi juga untuk ekspansi keluarga.
“Di belakang Perkumpulan Dagang Nien, ada dukungan dari Gereja Ular Raksasa... Seorang dewa sejati, bagaimanapun juga harus diperlakukan dengan hormat!”
Adipati tua jelas belum mengetahui rencana Eric untuk menargetkan Santa mereka, jika tidak mustahil dia bisa berbicara dengan tenang seperti ini.
Saat ini dia hanya merasakan kelelahan yang luar biasa, urusan pemerintahan yang berat telah menyita waktu eksperimennya, bahkan membuat level penyihirnya mandek.
“Keluarga di tanganku sudah berkembang cukup besar. Yang kita butuhkan sekarang bukan ekspansi, tapi stabilitas!”
Adipati tua mengusap pangkal hidungnya.
“Pikirkan baik-baik perkataanku - jangan pernah mencoba menantang kekuatan yang memiliki dukungan dewa sejati! Konsekuensinya akan buruk bagimu...”
“Siap, Kakek Tuan!”
Eric membungkuk lalu mundur perlahan meninggalkan perpustakaan.
Begitu tiba di kamarnya, dia mulai maraung marah bagaikan raungan binatang buas.
“Mengapa? Mengapa selalu saat aku hampir berhasil...”
“Pangeran! Pangeran!”
Pelayan wanita kesayangan Eric bergegas masuk dengan panik: “Apa yang terjadi?”
“Siapa yang mengizinkanmu masuk?”
Pelayan itu kemudian melihat sepasang mata mengerikan bagai binatang buas, penuh kekejaman dan niat membunuh.
Terdengar jeritan pendek dari kamar itu, lalu segalanya kembali sunyi senyap.
Setelah waktu yang lama, sebuah terowongan tersembunyi terbuka. Dari dalam muncul sosok yang secara nominal menjadi pemilik Perkumpulan Dagang Bulan Hitam - Glover si anjing rakus keturunan campuran.
"Tuhanku……"
Setelah melepas jubah hitamnya, terlihat kulit keriput khas keturunan campuran dan lemak tebal di tubuhnya. Glover memberikan hormat dengan sopan kepada Eric, sama sekali tidak mempedulikan mayat yang berserakan di lantai.
"Segera tangani ini, jangan sampai mencemari tempatku……"
Eric menyentakkan tubuh pelayan wanita di lantai dengan kakinya. Tubuh cantik dan lentur itu kini mulai mengeras.
"Perintahmu junjungan!"
Glover segera menyetujui, lalu raut keraguan muncul di wajahnya.
"Lalu…… tentang tekanan terhadap Perkumpulan Dagang Nien, apakah perlu dilanjutkan?"
"Hmm?"
Alis Eric berkerut. Sebuah vas bunga langsung dihempaskan ke kepala Glover. Bruk! Vas itu hancur berkeping, menyemburkan fragmen-fragmen dan percikan darah.
"Bahkan kau sudah mendengar kabar ini? Kesetiaanmu luar biasa! Tapi jangan lupa, anjing siapa sebenarnya kau ini!"
Eric mengaum marah, membuat wajah Glover dipenuhi ketakutan yang luar biasa. Namun di dalam hatinya, kesedihan yang mendalam merasuk.
Meski begitu berkuasa di dunia gelap, Glover sangat menyadari bahwa di mata Eric, dirinya hanyalah anjing peliharaan setia yang bisa dikorbankan kapan saja. Jika suatu saat tuannya merasa jengah, nasibnya menjadi seperti pelayan wanita itu hanya masalah menit.
“Tidak! Bagaimana mungkin hamba berani, Tuan, kehendak Anda selamanya adalah misi tertinggi hamba!”
Glover menunduk dengan rendah hati, wajahnya penuh ekspresi menjilat, hampir-hampir menjulurkan lidah gemuknya untuk menjilat sepatu Eric.
“Dengarkan baik-baik...”
Napas Eric akhirnya tenang, dibandingkan pelayan wanita yang hanya bisa jadi pajangan, dia masih lebih menganggap penting Glover.
“Rencana kita lanjutkan... tapi harus dirahasiakan dari orang lain sampai mereka mau menyerah, paham?”
Glover sudah sangat paham maksud Pangeran ini. Tapi jika tidak menuruti, nyawanya akan tamat sekarang. Memilih antara nyawa sendiri, Glover segera menjawab: "Bawahan mengerti!"
