Dua hari kemudian, pinggiran kota Minshan, SPBU Minshan.
“Boom!”
Kilat-kilat menyambar langit. Awan hitam yang pekat sepenuhnya mengubur langit di atas SPBU Minshan. Angin kencang membuat pohon hias kecil di sekitar SPBU serempak merunduk setengah tingginya.
SPBU Minshan dengan atap kuning bagaikan pulau terpencil di tengah lautan, sama sekali kosong. Memandang dari sini ke sekeliling, selain Jalan Raya Minshan di sebelahnya, sama sekali tak terlihat jejak buatan manusia lainnya. Bukit-bukit kecil berjejer tak berujung, dipenuhi hamparan hijau kehitaman yang rapat. Semua pepohonan bergemuruh hebat diterpa angin kencang.
"Boom!" Suara gemuruh kembali bergema.
"Grooom..." Setelah gemuruh mereda, sebuah Audi hitam dengan dua lampu menyilaukan melesat dari ujung Jalan Raya Minshan menuju SPBU. Dari kejauhan, mobil ini bagai satu-satunya burung terbang di langit tak bertepi, mencolok seperti obor di daerah sepi ini.
Deru mesin semakin dekat. Audi hitam itu kian mendekati SPBU. Perlahan melambat dengan stabil, akhirnya berhenti di samping pompa bensin.
"Krak!" Pintu mobil terbuka. Turunlah pria kekar berbaju kaos hitam lengan pendek, jeans biru, dan sepatu sport hitam. Wajahnya pucat tanpa ekspresi, seolah jarang terpapar matahari. Rambutnya pendek berdiri tegak, kontur otot di lengan dan dada terlihat jelas, memberi kesan sangar.
Ia mencabut nozzle pompa dan membuka katup. Sedikit bensin menyembur dari mulut nozzle. Setelah memastikan masih ada persediaan, pria itu membuka tutup tangki lalu memasukkan nozzle ke dalamnya.
Pada saat itu, dari pintu bus yang terbuka tiba-tiba melesat bayangan hitam yang langsung masuk ke ruang kendali SPBU yang terbuka dalam sekejap mata.
"Grooool!" Suara khas zombie bergema tiba-tiba, namun langsung terputus seperti rekaman yang dihentikan paksa.
Bayangan hitam itu kembali muncul, berputar perlahan mengelilingi pria tersebut - seekor macan tutul hitam dengan bulu mengkilap. Mata kuning kehijauannya memandang tenang kepada sang tuan. Gerakan kaki depannya yang bergantian menciptakan alur otot berisi yang memadukan kekuatan dan keindahan.
"Kerja bagus!" Sedikit senyum mengembang di wajah dingin pria itu. Tangannya mengusap leher macan tutul yang langsung memicingkan mata sambil mendengkur puas.
Pria itu menyuruh macan tutulnya berjalan di depan. Saat melangkah masuk ke ruang kendali SPBU, terlihat sesosok zombie berpakaian seragam biru SPBU dengan kepala terpisah dari tubuhnya. Darah hitam membusuk mengalir perlahan dari leher yang putus.
Jari pria itu menekan tombol pengisian bahan bakar. Tanpa melirik mayat di lantai, ia berjalan keluar dengan tenang.
Tiba-tiba, suara mesin samar-samar terdengar dari kejauhan. Kepalanya menoleh ke arah sumber suara.
Di Jalan Agung Minshan yang berkelok-kelok di antara bukit kecil, sebuah bus putih jarak jauh sedang melaju dengan kecepatan sedang. Lampu depannya terang benderang, kaca jendela penuh tambalan, suara mesin yang tidak normal sama sekali, dan dua benda hitam pekat di atap bus.
“Boom!” Sebuah kilat menyambar, Zhao Bin segera melihat benda di atap mobil dengan cahaya kilat tersebut. Ternyata dua orang yang diikat erat. Karena jaraknya jauh, wajah mereka tak jelas terlihat, hanya terlihat rambut mereka yang acak-acakan. Kemungkinan adalah perempuan.
Pria itu mengerutkan alis, mengulurkan pergelangan tangan kirinya yang mengenakan jam tangan mekanis elegan.
“Pukul tujuh dua puluh tiga sore. Sudah menghabiskan banyak waktu. Tapi setidaknya kita bisa melepaskan diri dari gelombang zombie. Baru keluar langsung ketemu gelombang zombie dengan siklus tidak tentu, benar-benar sial.”
Pria itu mendekati Audi yang sedang diisi bahan bakar, memperkirakan sudah cukup, mencabut selang bensin dengan cepat dan menutupnya kembali. Kemudian menutup rapat tutup tangki dan pintu belakang mobil.
“Tut... tut...”
Saat itu bus tersebut sudah berada di depan Audi. Karena arahnya berlawanan, bus dan mobil saling berhenti berhadapan.
Baru sekarang pria itu bisa melihat jelas dua perempuan di atap bus. Satu berpakaian seperti pelajar biasa, mengenakan celana jeans ketat putih populer dan kaos hitam, meski warna putihnya sudah berubah abu-abu karena debu. Yang satunya terlihat seperti karyawan kantoran, memakai rok abu-abu sebatas lutut, stoking hitam, sepatu bot tinggi, salah satu tangannya terkulai lemas ke depan bus memperlihatkan jam tangan mekanis berbingkai emas dengan dasar perak di pergelangan tangannya.
“Tunggu, jam tangan ini sepertinya familiar.” Pria itu menyipitkan matanya, mengamati detail tubuh perempuan pemakai jam tangan tersebut.
“Gaya berpakaian ini... Ini Li Qianqian!”
"Li Qianqian, apakah itu kamu?" Pria itu tiba-tiba berteriak keras ke arah wanita di atap bus.
Wanita itu berambur kusut, rambutnya sepenuhnya menutupi wajah. Seluruh tubuhnya terikat melintang di atap bus. Mendengar teriakan pria, tubuh wanita itu bergerak perlahan.
"Zhao... Zhao Bin... Ge?" Suaranya terdengar serak, tampaknya sudah lama terikat di sana.
"Sial!!" Zhao Bin mengumpat pelan. Dengan kesan di hati, macan tutul hitam langsung bergerak cepat ke atap bus, mencakar putus tali beberapa kali, lalu menggigit baju wanita bernama Li Qianqian dengan lincah mengangkatnya turun dari atap.
Terhadap gadis yang seperti adik ini, Zhao Bin tak bisa tinggal diam. Dulu saat baru lulus kuliah dan masuk perusahaan, ketika kekurangan uang untuk beli rumah, Li Qianqianlah yang membantu mengurus hubungan dengan perusahaan. Berkat itu, dia bisa mendapatkan dokumen gadai gaji 10 tahun ke depan. Tanpa dokumen ini, penjual rumah mustahil memberi kesempatan cicilan 10 tahun pada mahasiswa baru lulus tanpa kredibilitas sama sekali.
Belakangan, beberapa kali Zhao Bin kesulitan uang, Li Qianqian selalu maju tanpa ragu. Tabungan pribadinya langsung dipinjamkan tanpa banyak tanya, tak takut uangnya tidak dikembalikan.
Ada satu kali Zhao Bin minum-minum bersama teman dan berkelahi, semua ditahan di kantor polisi. Waktu itu sudah tengah malam jam 2-3 pagi, Li Qianqian yang sedang berkemah di kabupaten sebelah langsung menyetir kembali ke Kota Minshan untuk membebaskan Zhao Bin dan temannya. Sepanjang jalan dia meyakinkan Zhao Bin bahwa urusan perusahaan akan dia atasi.
Li Qianqian adalah anak eksekutif perusahaan tempat Zhao Bin bekerja, dengan kata lain dia Putri Partai. Entah kenapa dia selalu memperhatikan Zhao Bin. Ditambah penampilannya cantik seksi dan selalu berdandan rapi, Zhao Bin pun punya kesan baik padanya. Awalnya dikira setelah wabah virus, Li Qianqian mungkin sudah tidak ada harapan, apalagi Zhao Bin sendiri juga sibuk menyelamatkan diri, jadi tidak sempat ke perusahaan. Tak disangka malah bertemu di sini.
Tapi karena sudah bertemu, mengikuti prinsip hidup Zhao Bin tentang pertukaran setara. Mengingat orang lain sudah begitu baik padanya, saat bisa membantu dia pasti tidak akan mengelak.
"Braak." Pintu bus terbuka. Seorang pria gemuk menggigit rokok melompat turun sambil tertawa.
"Teman, juga sedang isi bensin ya." Pria gemuk itu tersenyum ramah pada Zhao Bin. Melihat macan tutul hitam menyelamatkan Li Qianqian, dia juga tidak marah.
"Iya, sudah cari beberapa SPBU baru ketemu yang masih ada solar. Hidup kalian enak ya, masih bisa ngerokok, decikan lidah..." Zhao Bin terkekeh dua kali, wajahnya mendung.
“Hei, kebetulan nemu sisa barang sedikit, cuma keberuntungan. Kalau cewek itu temannya suka, ya dikasih aja. Kita ketemu di sini juga ada jodohnya.” Matanya pria gemuk itu menyipit seperti garis karena tertawa.
Di dalam bus.
Seorang pria berjanggut dengan tatapan tajam duduk dekat pintu, jarinya menjepit rokok menyala.
“Bos, lawan cuma satu orang. Buat apa kita takut? Gue turun kasih bola api langsung selesai.” Seorang preman bertindik telinganya mendekat sambil terkekeh.
“Idiot! Lu nggak liat dia datang dari arah mana?! Mau mati lu pergi sendiri!” Pria berjanggut itu menghisap rokok dalam-dalam. Asap tipis keluar dari lubang hidungnya sebelum melanjutkan,
“Gelombang zombie di kota lagi puncaknya. Biasanya mulai pagi sampai jam Ling Dian malem. Jarak pom bensin ini ke Kota Minhan naik mobil nggak sampai dua jam. Artinya, pasti dia terus-terusan bunuh zombie sepanjang jalan dari kota.”
“Tapi Bos, kenapa nggak dari awal langsung serbu?” si preman bertanya penasaran.
“BANGSAT! Gue nggak nyangka punya anak buah sebego lu!! Lu nggak tau sebelum gelombang zombie juga jam sibuknya? Meski bukan gelombang, orang yang bisa keluar malem-malem pasti jagoan level atas! Lu liat aja sikapnya tenang kayak di rumah sendiri. Kalau nggak punya kemampuan super, berani segitu? Sembarangan hadang bus survivor langsung berani rebut? Lu sendiri berani?!”
Preman itu tertawa kering beberapa kali. "Benar-benar tidak berani! Di zaman sekarang orang yang bisa bertahan hidup semua layak disebut jagoan kuat? Kalau benar-benar berani melakukan itu, pasti tidak akan bertahan beberapa hari sebelum jadi pupuk."
"Tapi kita juga tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja membawa orang. Kita harus menguji kemampuannya, kalau tidak, bagaimana jika ternyata dia cuma tombak lilin perak (tampak kuat tapi lemah), malu sekali nanti." Kumis tebal itu berkata dengan licik.
"Lalu maksud Anda..." Preman itu ragu-ragu.
"Jangan sampai benar-benar memancing amarah lawan, tapi harus membuatnya menunjukkan sedikit kemampuan, sekaligus menunjukkan bahwa kita juga bukan target lemah. Tiga poin ini penting. Kebetulan kita punya banyak wanita. Hehe... Sayangnya gadis kecil itu baru ditangkap dan belum sempat dicicipi." Kumis tebal mengangguk ke arah belakang.
Terlihat di belakang bus, lebih dari dua puluh wanita cantik dengan pakaian berbeda berdesakan, wajah mereka kosong. Seluruh kereta menyelimuti bau cairan sperma yang samar.
