“Kalau begitu, keluarga Bibi Zhang semuanya lumpuh?” Lin Shuang terkejut. “Bagaimana mungkin? Kemarin masih baik-baik saja!”
“Aku juga tidak tahu, sore ini saat kondisi tubuhku membaik, aku berjalan-jalan di halaman. Tiba-tiba mendengar teriakan panik dari sebelah, langsung kusambangi. Ternyata ketiga anggota keluarga mereka sudah seperti ini.” Zhao Bin memandang sedih ke arah tiga tempat tidur keluarga Bibi Zhang di sampingnya. Tangannya dengan lembut menyelimuti para pasien.
“Hah...” Lin Shuang menghela napas. Tak ada lagi percakapan. Pintu gerbang telah dikunci, kerumunan penonton pun berangsur bubar. Di atas batu tepi tembok halaman, obor menyala redup. Siluet mereka terlihat sangat panjang ditarik kilatan api.
“Hiks... Bibi Zhang... Kenapa orang baik seperti ibu harus menderita begini?” Zhao Bin kembali terisak di sisi tempat tidur wanita paruh baya itu.
“Xiao Bin...” Lin Shuang ragu-ragu, “Kita akan lebih sering menjenguk mereka. Sudah, jangan ditangisi lagi.”
“Hmm……” Zhao Bin mendekatkan mulutnya ke telinga Bibi Zhang, “Kalau kau melumpuhkanku, aku akan melumpuhkan seluruh keluargamu!” Suaranya sangat pelan, Lin Shuang tidak mendengar, hanya melihat ekspresi sedih di wajah Zhao Bin, mengira dia sedang menghibur pasien di tempat tidur. Hatinya pun tersentuh.
“Anak buah ini benar-benar baik hati.” Lin Shuang berdecak kagum dalam hati.
Bibi Zhang di tempat tidur yang sudah terbaring sekarat, mendengar perkataan Zhao Bin tiba-tiba membelalakkan mata, menatap Zhao Bin dengan tajam, “Kau!!! Kau!!” Mulutnya terbuka namun tak mampu mengucapkan kata-kata selanjutnya. Seluruh tenaga dikerahkan tapi tak sanggup mengeluarkan kata kedua.
“Jangan khawatir tentang aku, nanti aku akan bekerja keras dan merawatmu. Kau ingin bilang tak perlu ya.” Zhao Bin mengusap air mata, kemampuan khusus sebagai bangsawan tinggi di kehidupan sebelumnya adalah menunjukkan rasa syukur yang berlinang air mata di hadapan Kanjeng Raja dengan kecepatan tertinggi, seolah siapa yang paling cepat menangis adalah yang paling setia. Berakting dan menyamar adalah dasar.
“Kondisiku sudah jauh membaik, sudah seharusnya giliranku merawatmu.”
“Xiao Bin, nanti setelah kau sembuh mari bergabung ke tim patroli bersamaku, kita cari makanan dan rawat Bibi Zhang bersama. Dulu berkat merekalah kau bisa diurus...” Kalimatnya terpotong.
“Aaa!!” Zhao Bin tiba-tiba menjerit kencang.
Lin Shuang kaget, buru-buru mendekat. “Ada apa Xiao Bin?”
Zhao Bin menunjuk ke arah tempat tidur dengan jari gemetaran.
“Nafas... Nafasnya berhenti...”
Tangan Zhao Bin mencengkeram erat tangan Bibi Zhang, sedikit demi sedikit racun laba-laba yang samar meresap ke dalam tubuhnya. Efek racun laba-laba dari sihir level tiga dalam arkanum jauh melebihi racun laba-laba biasa.
Seperti yang diduga, Bibi Zhang segera matanya terbalik putih, lalu mulai terengah-engah, seluruh tubuhnya bergetar, tegang sejenak, lalu tak bergerak lagi.
Zhao Bin segera berlari ke dua tempat tidur lainnya, jarinya menyentuh lembut orang di tempat tidur, seketika dua lainnya juga menggigil dan tak bergerak.
Lin Shuang menghela napas panjang. Tidak meragukannya, hanya memilih diam dengan pandangan muram.
※※※※
Keesokan harinya, Lin Shuang memastikan tubuh Zhao Bin benar-benar pulih baru pergi dengan tenang ke tim patroli. Zhao Bin tinggal sendiri menyaksikan tim pengubur mayat khusus kota membawa tiga jenazah yang ditutupi kain putih.
"Braak!" Pintu besi ditutup keras oleh tim pengubur mayat bermasker. Zhao Bin mengusap air mata lalu berbalik masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah gelap gulita, tak ada yang terlihat jelas.
Tangan kanan Zhao Bin meraih lembut ke udara kosong di depannya. Jarinya ditarik cepat kembali. Di udara tersisa titik merah yang samar bersinar. Aura khusus yang samar mulai menyebar.
Tak lama kemudian suara gemerisik mirip serangga merayap terdengar di sekeliling rumah. Mata Zhao Bin tiba-tiba diselimuti cahaya kuning samar, penglihatan redup memungkinkannya melihat sebagian besar benda dalam bayang-bayang kelam ini.
Ruangan kecil ini kini telah dipenuhi oleh laba-laba yang merayap rapat. Berbagai warna dan ukuran, mata majemuk yang tak terhitung jumlahnya mengarah tajam ke Zhao Bin yang berada di tengah.
"Kami datang menyampaikan pesan Tuan Haikesai." Seekor laba-laba besar berwarna keemasan samar di antara kerumunan itu berbicara dengan suara serak.
Zhao Bin mengangguk. Seketika gerombolan laba-laba mulai menumpuk di depannya, membentuk sosok manusia yang semakin tinggi. Siluetnya samar-samar menyerupai wujud Haikesai berkepala macan tutul dan tubuh manusia. Ribuan laba-laba terus merayap di permukaan sosok itu.
Suara Haikesai terdengar dari mulut sosok tersebut.
"Zhao Bin, kabarnya Fan Shifang dari Jiuwu akan tiba di sini lima hari lagi. Jika kau ingin mengambil bahan itu, kau harus buru-buru. Fan Shifang bukan prajurit tingkat tujuh biasa."
Zhao Bin mengangguk, "Baik, aku paham. Malam ini juga akan kuselesaikan."
"Bagus. Begitu Fan Shifang datang, dia pasti akan mendeteksi keberadaanku. Pasukan Jiuwu selalu memusuhi kami. Situasinya akan rumit nanti." Usai berkata demikian, ribuan laba-laba tiba-tiba berhamburan dan kembali menjadi individu-individu terpisah di lantai.
Gemerisik suara rayapan kembali terdengar, dan dalam sekejap ruangan itu bersih tanpa sisa seekor laba-laba pun.
Zhao Bin membuka jendela. Meski pagi telah tiba, bayangan kelam masih menyelimuti ruangan karena adanya kanopi logam di atasnya.
"Diam-diam tinggal di dalam rumah, dari luar sesekali terdengar suara pejalan kaki yang lewat menghela napas dan menangis."
"Kuota makanan yang dibagikan akhir-akhir ini semakin sedikit, sepertinya gudang pangan juga tidak bisa bertahan lama lagi."
"Benar, bekerja mati-matian sampai perut pun tidak kenyang, tidak tahu harus bagaimana di masa depan?"
"95% orang ada di sini, seharusnya pihak atas tidak akan tinggal diam?"
"Siapa yang tahu? Jaman seperti ini..."
……
……
Zhao Bin bersandar pada kusen pintu, memandangi jalan tempat pejalan kaki yang jarang-jarang lewat. Tiba-tiba pandangannya jatuh pada sepasang siluet kurus.
Seorang kakek beruban putih membungkuk menarik tubuh gadis kecil berusia sekitar 4-5 tahun. Sang kakek bahkan berjalan gemetaran, namun tetap berusaha menggandeng cucunya yang berwajah manis.
"Kakek, kita mau ke mana?"
"Hari ini berkeliling di sekitar sini. Jalan ini pasti akan dilewati kalau Ayah Ibu pulang. Kita tunggu di sini saja."
"Oh." Gadis kecil itu berambut pendek sepanjang telinga, pipi mungil berisi, di leher sebelah kiri ada tumor daging hitam-merah.
Zhao Bin langsung tahu itu tumor ganas. Di lingkungan dengan radiasi setinggi ini, penderita kanker kulit bukan hal aneh. Pejalan kaki di sekitar menghindari kakek-cucu ini bagai menghindari Dewa Wabah.
Orang tua itu melihat sekeliling, kebetulan melihat Zhao Bin bersandar di pintu sambil menatapnya, lalu tersenyum ramah ke arah Zhao Bin. Sambil menggandeng gadis kecil, ia perlahan mendekati anak tangga di sisi ini. Sebelum sampai, gadis kecil itu melepaskan tangan kakeknya, mengeluarkan koran terlipat dari saku, lalu membukanya hati-hati dan meletakkannya di anak tangga sebagai alas.
"Kakek duduk." Suara jernih gadis kecil itu membuat sorot mata Zhao Bin berkilau sesaat keraguan.
Kakek itu dengan haru mengelus kepala cucunya, perlahan bersandar pada dinding dan duduk di anak tangga tepi halaman tempat Zhao Bin tinggal. Kemudian ia menoleh dan tersenyum ke Zhao Bin.
"Pemuda, tidak keberatan kan saya duduk sebentar?"
Zhao Bin menggelengkan kepala, mendekat dan mengulurkan tangan untuk mengelus kepala gadis kecil itu. Sorot mata hitam Lin Bin tiba-tiba berkilau warna darah.
Gadis kecil itu agak takut, sedikit menundukkan kepala namun berusaha menahan diri. Matanya yang hitam jernih memandang Zhao Bin dengan rasa was-was.
"Adik kecil yang lucu. Kasih tahu kakak umurmu berapa?" tanya Zhao Bin dengan lembut.
"Empat tahun."
"Sungguh pintar." Zhao Bin melepas tangannya. Nafas kakek di samping perlahan mulai tenang. Rupanya tiba-tiba Zhao Bin mengelus cucunya membuatnya tegang tadi.
"Nama kamu siapa, adik kecil?"
"Fei... Fei." jawab gadis kecil itu pelan.
Zhao Bin memandang tenang pada sepasang kakek-cucu ini.
Lingkungan yang semakin buruk membuat manusia sekarang perlahan hanya menyisakan yang kuat. Kombinasi seperti ini sangat langka. Seorang orang tua yang terlihat hampir mati dan seorang gadis kecil yang juga hampir mati.
"Karena kanker, orang tua Fei Fei tidak menginginkannya lagi. Saya pun diperkirakan tidak bisa merawatnya lama. Pemuda, saya merasakan kepercayaan diri, ketidaktakutan, dan horor darimu. Jika memungkinkan, tolong rawat Fei Fei." Orang tua itu tiba-tiba berbicara. Muka tua seperti kulit pohon menunjukkan senyum penuh kasih, tangan kurusnya dengan lembut mengelus kepala Fei Fei.
"Apakah ini alasanmu bertahan sampai sekarang?" Zhao Bin berkata datar. Pandangannya beralih, pejalan kaki di jalanan memandangnya seperti melihat orang gila, atau bahkan beberapa menghindari tatapannya dengan takut.
"Tapi waktu saya juga tidak banyak." Orang tua itu menghela nafas. "Jika bisa, saya benar-benar ingin terus merawat Fei Fei sampai besar." Ia menengadah dan menghela nafas panjang.
"Baik, anggap saja ini keuntungan tak terduga." Zhao Bin tetap datar. "Dan saya memang tertarik dengan kondisi fisiknya."
"Bagaimanapun, yang penting bisa bertahan hidup! Selama hidup, selalu ada harapan." Orang tua itu berkata dengan tatapan tegas. Ia menunduk tersenyum pada Fei Fei, lalu membisikkan sesuatu di telinga gadis kecil itu. Fei Fei mengangguk cukup mengerti. Dengan berat hati melepaskan tangan yang menggenggam kakeknya, ia berjalan menghampiri Zhao Bin.
