“Xiaotian, kau masih kecil, banyak hal belum mengerti.” Pria paruh baya itu terkejut sejenak. Suaranya tiba-tiba merendah.
“Jangan selalu pakai alasan itu!! Aku sudah tiga belas tahun, bukan anak kecil lagi!!” Zhou Xiangtian berdiri kasar sambil berteriak.
Sang ayah diam seribu bahasa.
Adegan berubah seketika.
Hamparan rumput hijau bercahaya diterpa angin bergelombang, pepohonan di tepinya berdesir laksana ombak. Langit dipenuhi awan kelam yang menebar bayangan suram.
Dua pria berdiri berhadapan di tengah hamparan rumput. Di sekelilingnya, sekelompok orang yang sebagian besar membawa berbagai senjata berdiri dalam formasi renggang. Penglihatan Zhou Xiangtian kali ini beralih ke tengah kerumunan, mengintip melalui celah-celah.
"Ini... pertarungan hari itu... pertarungan hari itu!" Zhou Xiangtian tertegun, seolah ada luka terlarang di hatinya yang tiba-tiba terkoyak, rasa sakit menusuk terus menerus mengguncang otaknya.
"Kami tidak akan ikut campur dalam duel kali ini. Ini urusan pribadi antara Dojo Lima Jurus dan Dojo Tujuh Hari." Suara tua bergema di telinganya.
"Sungguh bodoh! Berani-beraninya menantang duel hidup-mati dengan Aliran Tujuh Hari, salah satu lima aliran rahasia terkuat Huaxia!"
"Entah sampai berapa lama Aliran Lima Jurus ini bisa bertahan?"
"Siapa yang tahu? Tapi diperkirakan hanya sekejap mata. Bagaimanapun juga Aliran Tujuh Hari dijuluki sebagai salah satu lima aliran pembunuh terkuat di Huaxia. Itu Aliran Lima Jurus sama sekali tidak pernah terdengar."
"Tapi pasti ada kartu truf kalau berani menantang Dojo Tujuh Hari."
"Semoga ada, kalau tidak hanya jadi pembantaian sepihak yang terlalu membosankan."
Obrolan di sekeliling terus menerus memasuki telinga Zhou Xiangtian.
"Tidak!! Bukan! Ayah kuat!! Ayah sangat kuat!!" Di dalam hati Zhou Xiangtian, amarah tak berwujud tiba-tiba membesar dan membara. Dia berusaha keras ingin berteriak membantah orang-orang di sekitarnya, tapi tubuh ini tetap tak bisa dikendalikan, hanya bisa berdiam diri di tengah kerumunan sambil mengintip dua sosok di lapangan rumput melalui celah-celah. Pria paruh baya berbaju putih bela diri di sebelah kiri, pancaran kehangatan dan cahaya yang familier itu tak lain adalah Zhou Yuan, ayah Zhou Xiangtian. Saat ini pria itu dengan tenang berdiri dalam posisi kuda-kuda, satu tinju menuding ke arah lawan, satu lagi mengepal di pinggang. Wajahnya masih terlihat buram.
"Pertarungan, mulai!!" Suara mirip wasit bergema.
Pria yang bagai Matahari itu perlahan menarik tinjunya, tiba-tiba memancarkan cahaya menyilaukan dari seluruh tubuhnya. Zhou Xiangtian pernah mengira ini hanyalah ilusi penglihatannya, namun kini saat kembali ke momen itu, perasaan tak terkatakan sepenuhnya mengguncang jiwanya.
"K...kuat sekali!!!" Udara di sekitarnya berdistorsi alami akibat getaran dahsyat dari otot-otot yang bergetar, ditambah energi hangat bagai cahaya yang terus memancar ke segala penjuru.
"Ini... ayah...ku?" Baru saat ini Zhou Xiangtian benar-benar menyadari betapa hebatnya ayah kasar yang selalu membentaknya itu.
"Jika diukur dengan level kemampuan khusus, ayah pasti memiliki kemampuan level lima puncak. Luar biasa!! Hanya dengan latihan mandiri bisa mencapai level lima puncak!!!??? Ini batas yang mungkin dicapai manusia?"
Memang banyak orang dengan kekuatan super saat ini yang memiliki kemampuan level lima dan enam, bahkan ada yang mencapai level tujuh. Namun sebelum virus mewabah, semua teknik rahasia pelatihan energi dikuasai oleh Dunia Misterius, yaitu orang-orang dari Dunia Gelap. Di luar lingkaran Dunia Misterius, paling-paling hanya ada teknik bela diri biasa. Daya bunuh fisik semata bahkan tidak bisa mengalahkan peluru. Tapi semua ini ternyata hancur lebur pada Zhou Yuan. Seorang ahli waris aliran biasa bisa mencapai tingkat Dunia Misterius. Butuh ketekunan dan pengorbanan seberapa besar untuk mencapainya.
"Bang!" Siluet tubuh yang rusak parah terlempar keras ke belakang, menghantam pepohonan di hutan hingga tak bersuara lagi.
"Bagaimana mungkin!!??? Bahkan... bahkan menang!!!"
"Cepatan! Panggil ambulans!! Orang dari Dojo Tujuh Hari tidak boleh celaka!!"
"Dalam duel kali ini, Dojo Lima Jurus yang menang!! Tapi, Pemilik Dojo Zhou, selanjutnya kamu masih..." Suara tua itu terdengar pasrah, seolah menahan perkataan.
"Aku tahu apa yang harus dihadapi selanjutnya. Tapi dalam situasi seperti itu aku sama sekali tidak bisa menahan kekuatan." Suara kasar Zhou Yuan terdengar tenang, namun tersirat sesuatu yang tersembunyi.
"Ayah! Kamu hebat banget!!!" Zhou Xiangtian melompat kegirangan. Untuk pertama kalinya, ini pertama kalinya dia merasa kagum pada ayahnya.
Adegan berubah lagi, kembali ke rumah dojo.
Cahaya senja yang hangat menyinari lantai di depan pintu dojo.
Zhou Xiangtian berdiri di pintu dengan wajah khawatir memandang ayahnya yang sedang berjalan mendekat.
"Ayah, cepat kembali ya."
“Tenang saja, Ayahmu ini sangat kuat.” Pria di bawah sinar matahari berkata dengan santai, tapi saat itu tidak menyadari, Zhou Xiangtian yang bersembunyi dalam tubuh sekarang justru bisa melihat jelas noda darah samar di leher kerah baju ayahnya. Juga cara berjalan ayah yang agak kaku saat pergi.
Sejak pulang dari arena pertarungan hari itu, setiap sore ayah selalu pergi keluar sekali, lalu kembali dengan wajah penuh kelelahan yang tak bisa disembunyikan.
“Oh… iya, Xiao Tian, kakek di sana bilang sudah lama tidak bertemu, berharap kamu bisa menjenguk. Katanya kakek khusus membelikan cakram game favoritmu.”
“Cakram game?”
“Kalau hari ini ayah tidak pulang, pergilah main game di rumah kakek dulu, sekalian urus makan. Jangan lupa. Ayah sedang sibuk belakangan ini, butuh waktu.” Pria paruh baya itu berkedip-kedip terus matanya saat berbohong. Rasa bersalah yang jelas terpancar di sudut bibirnya.
“Ini hari terakhir, sore terakhir… juga sore terakhirku melihat ayah.” Rasa sakit seperti terkoyak di hati Zhou Xiangtian menyembur liar. Di telinganya bergema suara dirinya yang masih kecil bersorak girang karena bisa main game. Inilah kenangan paling menyakitkan yang tak bisa dilupakannya, juga penyesalan terbesar.
“Jangan… jangan…” Zhou Xiangtian bergumam pelan. Tapi pria di depannya tetap menoleh dan pergi dengan langkah lebar, bayangannya memanjang tertarik cahaya matahari.
“Jangan pergi!!! Ayah!!” Tiba-tiba dia berteriak histeris, tapi sia-sia. Hanya bisa memandangi ayahnya menghilang di kejauhan.
Adegan terakhir.
“Hik... hik...” Tangisan kekanak-kanakan terus bergema di telinga. Yang muncul kembali di depan mata adalah peti mati yang dikelilingi hamparan bunga putih. Seorang pria berwajah buram terbaring diam di dalamnya, sudut bibirnya masih melengkung lembut seolah terus tersenyum.
“Ayah... kenapa denganmu? Ayah... jangan nakuti aku... cepat bangun...”
Zhou Xiangtian yang masih kecil berlutut sendirian di depan peti mati. Tangisan mungilnya bergema di dalam dojo yang luas.
“Ayah, bukankah kau janji mau membelikanku cakram game terbaru? Masih ada pertemuan orang tua minggu ini... cepatlah bangun... Ayah...”
“Ayaaa... Bukankah ini ahli waris Dojo Lima Jurus?” Suara yang takkan pernah dilupakan Zhou Xiangtian tiba-tiba terdengar di pintu.
“Sungguh menyedihkan, tinggal sendirian saja ya?”
“Hanya tersisa si bocah kecil ini?”
“Sudahlah, pergi, membosankan!”
Sebuah tangan raksasa dengan mudah mengangkat tubuh Zhou Xiangtian.
“Monyet tua sudah mati, apa artinya monyet kecil tetap hidup? Lebih baik mati bersama.” Seorang remaja bermata hijau zamrud, satu tangan di saku celana sambil mengangkat Zhou Xiangtian, berkata sambil tersenyum lebar.
“Braak!” Zhou Xiangtian terlempar kasar ke lantai. Remaja itu menginjak kepala Zhou Xiangtian dengan brutal, lalu menendangnya ke udara. Tangannya kembali mencengkeram Zhou Xiangtian yang masih kecil.
“Inilah konsekuensi bagi Penghancur aturan!”
“Hijau, jangan buang waktu dengan hal sia-sia.” Seorang remaja berambut putih di pintu berkata lembut.
“Oh Putih, kau memerintahku?” Remaja bermata hijau itu menyeringai sambil menatap Putih dengan ekspresi kepala sapi.
Tiba-tiba Zhou Xiangtian di tangannya melancarkan tendangan samping cantik ke arah remaja bermata hijau. Terkejut, tangan sang Hijau terlepas, memungkinkan Zhou Xiangtian melakukan putaran udara ke belakang dan mendarap mantap di lantai.
“Aiyo... Monyet kecil ini bisa lolos.” Remaja bermata hijau yang tak terluka itu memasukkan tangan ke saku celana sambil tertawa.
“Ini buruk. Aku sudah membunuh Ayah, jika anak ini kabur lagi pasti sangat memalukan. Biru pasti akan tertawa terbahak.” Tubuh remaja hijau itu tiba-tiba menghilang, lalu muncul kembali dengan tendangan keras ke perut Zhou Xiangtian. Bocah itu terlempar hingga menabrak dinding dojo dan perlahan melorot.
“Ayah... Sakit... Xiao Tian sakit...” Rintihan lemah itu terus bergema di telinga Zhou Xiangtian dewasa yang sudah mencapai puncak kemarahan.
“Cukup!! Beginikah cara Liu dari Tujuh Hari memperlakukan sesama rekan seperjuangan?” Suara parau yang familiar tiba-tiba bergema di dalam gedung bela diri. Orang tua yang pernah muncul di arena duel sebelumnya, bersandar pada tongkat setengah badan dengan setelan jas putih serius berdiri di pintu masuk.
“Oh? Jadi ini adalah Tuan Pemilik Seni Bela Diri Xingyiquan... Padahal aku ingin bermain-main dulu...” Remaja bermata hijau itu menunjukkan wajah tidak senang.
“Sudahlah, Lü, kita pulang.” Remaja berambut putih itu sedikit membungkuk ke arah orang tua tersebut, lalu berjalan keluar pintu gedung bela diri tanpa peduli.
“Bajingan! Kau pikir kau siapa?! Emaskah?!” Remaja bermata hijau itu menggerutu dengan kesal, tiba-tiba matanya menangkap mayat Zhou Yuan yang terbaring dalam peti di sampingnya.
“Plak!” Semburan ludah tepat mengenai wajah mayat itu.
“Kau...!” Zhou Xiangtian berusaha bangun dengan geram, namun tubuhnya oleng dan terjatuh kembali.
“Lü! Apakah kau meragukan otoritas Perguruan Xingyikuanku?” Wajah orang tua itu juga berubah muram.
“Cssst! Siapa yang peduli.” Lü mencibir, menghilangkan senyumannya, lalu melangkah keluar dengan gagah.
“Kau dengar tidak... kau dengar tidak...”
Ada bisikan apa...
Ada suara apa...
Seketika sekelilingnya tenggelam dalam kegelapan. Zhou Xiangtian berdiam di tengah arena tanpa bersuara.
Ada sesuatu... yang begitu hangat...
