"Ngomong-ngomong, aneh sekali Antu Weimen langsung mengusir kita hanya karena kita membuat kontrak abadi." Zhao Bin terlihat bingung.
"Dia sekarang tersegel ketat, mana ada kekuatan untuk melawanku? Raja Zombie dan kawanan bisa kuhabisi sendiri! Mau tak mau dia harus mengusir kita." Dister mencibir, "Tapi sebenarnya segel pertamanya sudah terbuka, kekuatannya pulih sebagian. Cuma dia tak tega bertarung denganku."
"Tapi aliansi kita kan rahasia, mengapa reaksinya berlebihan?" tanya Zhao Bin. Aliran Cahaya di sekitar mereka berdistorsi lalu memudar.
"Karena aku ingin melindungimu." Dister mengerutkan bibir, "Dia punya niat jahat padamu. Ck, nenek-nenek puluhan ribu tahun masih tak tahu malu."
Zhao Bin mengabaikan bagian tak relevan dalam ucapannya, "Apakah maksudmu sejak awal dia ingin mencelakaiku, tapi karena kau tak setuju dan dia tak bisa melawanmu, akhirnya kita dibuang ke pusaran dimensi?"
"Tepat!" Dister menepuk tangan kecilnya, "Aku sudah berkorban banyak demi kamu."
Zhao Bin tetap diam. Keduanya terbungkus dalam formasi tiga dimensi raksasa di pusat, sama-sama tak bersuara. Menunggu akhir transmisi.
Sebenarnya Zhao Bin sudah memiliki prediksi. Kemungkinan terbesar adalah kekuatan spiritual legendarisnya terdeteksi oleh Antu Weimen. Dister menentang rencana Antu Weimen untuk menyerangnya, berselisih pendapat dengan Christine. Akhirnya kedua pihak berpisah. Karena kekuatan Dister terlalu tinggi, Antu Weimen terpaksa membuang keduanya dengan berat hati.
"Kalau begitu..." Zhao Bin mengelus Cincin Raja Kematian di jarinya, lalu memberikan tekanan lembut.
"Krack." Setelah suara halus itu, cincin hitam retak seperti kaca. Saat ditekan lagi, seluruh cincin seketika hancur menjadi serpihan yang langsung menguap menjadi asap hitam tanpa meninggalkan jejak.
Ini menandakan satu-satunya jejak Antu Weimen pada Zhao Bin telah dihancurkan. Zhao Bin tidak khawatir kaburnya mereka dari Pusaran Dimensi akan diketahui Antu Weimen melalui cincin, meski hanya menduga cincin itu alat monitor. Formasi transmisi Pusaran Dimensi bukan sekadar formasi teleportasi biasa. Terdapat struktur khusus dan mekanisme operasi yang mampu mendistorsi hukum kosmos. Di bawah blokade ini, apapun koneksi dalam cincin mustahil mengirimkan info ke Antu Weimen. Inilah sebabnya Pusaran Dimensi dijuluki Tanah Pembuangan Terakhir.
Zhao Bin dengan lembut memegang kristal tingkat tinggi, aliran mental murni mengalir deras ke dalam lautan mentalnya. Total kekuatan spiritual terus meningkat, seiring dengan penguatan energi psikis, aura Zhao Bin perlahan mulai menembus level penyihir tingkat ketujuh.
Mungkin para pemilik kekuatan super dan makhluk lain membutuhkan waktu lama untuk menyerap kristal tingkat tinggi, tapi Zhao Bin berbeda. Dia melakukan penyerapan aktif yang terorganisir dan terencana, kecepatannya ribuan kali lebih cepat.
※※※※
Perkemahan Zhao Bin di Dimensi Utama
"Pak!"
Sebuah sepatu bot hitam panjang menginjak sekumpulan kecil batu pecah, mengeluarkan suara berderak. Diikuti oleh suara injakan bertubi-tubi yang bergema.
Pria berambut merah berjalan di depan dengan wajah muram. Matanya menatap hamparan tanah kosong penuh noda darah, bau anyir dan busuk yang tercampur terpanggang oleh terik matahari.
Area terbuka itu dikelilingi pepohonan besar dan semak-semak. Permukaan tanah yang relatif rata memperlihatkan lapisan tanah hitam-merah di bawahnya.
"Jelas ini area yang sengaja dikosongkan. Sepertinya kita hampir sampai," bisik Si Mata Ikan Mati yang mendekat.
Pria berambut merah mengangguk, melangkah gagah ke tengah tanah kosong. Dia berhenti di tepi lubang kecil, berjongkok dan menekankan tangan kanannya ke tanah.
"Ada pertempuran sengit di sini antara manusia dan makhluk mutan," ujarnya tenang sambil melambaikan tangan ke belakang.
Seorang komandan regu segera menghampiri dan berbisik: "Tuan, ada perintah?"
Pria itu menunjuk lubang kecil: "Gali di sini."
Segera, dengan usaha gabungan beberapa orang yang kembali dicari oleh komandan regu, lubang kecil berubah menjadi lubang besar. Bulu-bulu hitam segera muncul dari dalam tanah, diselingi potongan daging dan anggota tubuh manusia.
"Ternyata... di sini juga ada yang terinfeksi Elang Hitam." Pria berambut merah mengerutkan alisnya, berbisik pelan.
"Kalau ada yang terinfeksi, ini akan rumit. Meskipun yang terinfeksi Elang Hitam adalah level terendah, kekuatan tempur aktualnya setara dengan puncak level tujuh. Bahkan mungkin lebih kuat. Bisa jadi ada burung aneh berbentuk manusia yang menyerbu zona perlindungan di sekitar sini. Makhluk mutan fisik murni dengan kekuatan rata-rata sekitar level lima jelas bukan lawan yang bisa kami hadapi dengan jumlah orang segini." Mata Ikan Mati ragu-ragu, "Apakah kita lanjutkan?"
"Tentu saja." Pria berambut merah menjawab dengan suara berat.
Di belakang, Ding Yang dan yang lain semakin pucat. Bahkan titik-titik kemerahan mulai mengeluarkan dari mata mereka, sementara semua makhluk mutan memiliki mata merah darah.
Tunas daging di lengan kiri Ding Yang terus tumbuh dengan perlahan namun pasti seperti belatung. Tunas ini juga tidak bisa dipotong langsung karena akan tumbuh lebih cepat secara abnormal - hal ini sudah mereka coba sebelumnya.
"Jika tidak cepat, aku benar-benar tamat." Kilasan ketergesaan terlihat di mata Ding Yang.
Sekelompok orang menerobos tanah kosong itu, terus bergerak menuju pusat aliran.
Tempat altar di tengah perkemahan
Obor yang terus membara tiba-tiba menyala lebih terang, melesat setinggi sekitar satu meter lebih dengan suara "puung".
"Sssst!"
Di atas platform altar, layar semi-transparan tiba-tiba terbentang dan melayang di udara.
"Pendeteksian permusuhan, aktifkan efek pelemahan."
Gelombang kejut merah muda tiba-tiba menyebar, meradiasi seluruh area Tanah Malapetaka dari altar sebagai pusat dalam sekejap mata.
Para tentara bayaran di perkemahan langsung siaga. Setiap kali makhluk mutan musuh muncul, gelombang kejut ini selalu muncul dari tengah altar, menjadi salah satu indikator utama mereka untuk mendeteksi kemunculan musuh.
Semua tentara bayaran terdispersi dengan keteraturan sempurna: penyerang jarak jauh mundur ke belakang, petarung jarak dekat membentuk barikade depan. Paling belakang adalah pemimpin bersama anggota tim non-tempur dan logistik.
Tak ada keluhan. Mereka yang pernah mengeluh sudah mati di pertempuran-pertempuran sebelumnya. Konsekuensi mengabaikan taktik operasional militer adalah kematian bersama - dan itu terjadi sangat cepat.
Yao Lian, Hu Bing, dan Daphne berdiri berkelompok, dengan tegang berpatroli di atas dinding tinggi. Dari kejauhan, hanya terdengar gemuruh langkah kaki bergema dari hutan.
"Sepertini bukan makhluk mutan." Daphne yang memiliki kemampuan terkuat membuka indera keenamnya. "Kemungkinan manusia, jumlah sekitar 100 orang dengan kemampuan tinggi."
Setelah beberapa kali pertempuran, Daphne dan yang lain menyadari mustahil melarikan diri dari sini, akhirnya mereka memilih bertahan bersama untuk menghadapi musuh. Berharap bantuan keluarga datang di saat seperti ini jelas tidak realistis. Sebuah perkemahan kecil dengan puluhan orang saja bisa mendapat serangan sehebat ini, apalagi basis-basis besar dan zona perlindungan. Daphne dan kawanan bukan orang bodoh, setelah sedikit berpikir mereka tahu tindakan paling aman dan bijaksana.
"Manusia?" Yao Lian gugup, hubungan boss dengan kelompok sekitar tidaklah baik. Munculnya manusia di sekitar perkemahan di saat seperti ini, ditambah peringatan dari Tanah Malapetaka sebelumnya, niat kelompok ini kemungkinan...
"Bisa deteksi level tertinggi mereka?" tanyanya lagi.
Daphne menggeleng halus: "Kemampuanku tidak cukup, maaf. Tapi yang pasti, ada lima orang dengan level enam ke atas." Dia mengulang kalimat ini dalam Bahasa Mandarin dan bahasa Prancis.
"Ssss..." Yun Luo, Hu Bing dan yang lain menarik napas tajam. Mereka saling bertukar pandangan, menyadari masalah kali ini sangat serius.
Sebagai keturunan keluarga besar juga, Yun Luo buru-buru berkata: "Takut apa? Lagian kita juga petarung level enam. Kalau kalah, tinggal lari saja kan?" Karena tidak paham Bahasa Mandarin, ucapannya dalam bahasa Prancis ini hanya ditujukan pada Daphne.
Daphne menurunkan kelopak mata tanpa bersuara. Jika bisa lari, tentu sudah mereka lakukan sejak awal. Ucapan Yun Luo jelas terlalu naif.
Untuk sementara waktu semua orang diam seribu bahasa. Suasana menahan diri perlahan-lahan mulai menyelimuti.
"Seandainya boss masih di sini pasti lebih baik." Yao Lian berbisik pelan.
"Omong kosong! Kalau boss ada kita tidak akan terpuruk sampai begini." Hu Bing membentak kasar.
Dari tim tempur jarak dekat di depan terdengar suara pertengkaran yang berkaca-kaca, Hu Bing menutup dahinya sambil bergumam kesal: "Sampah-sampah ini benar-benar menyebalkan! Aku yang urus." Ia melangkah besar membelah tentara bayaran di depannya.
Tentara bayaran yang tersisa ini bukanlah sembarang orang - mereka semua elite super yang telah melalui beberapa kali pertempuran habis-habisan. Masing-masing menganggap diri mereka nomor satu di dunia, selain ganas juga berkarakter ekstra garang. Gesekan kecil saja bisa memicu konflik berdarah, apalagi dalam lingkungan bertekanan tinggi seperti sekarang. Pertempuran frekuensi tinggi selama dua hari ini membuat mental semua orang tegang seperti senar. Hampir tiap waktu ada bibit perkelahian yang muncul, Hu Bing sudah berkali-kali menanganinya. Yang lain juga sudah terbiasa.
Melihat Hu Bing berjalan memisahkan dua orang yang sedang bergulat di tanah, sambil meraung-raung dan membagi beberapa tamparan, perasaan Yao Lian dan yang lain semakin berat.
Seorang tentara bayaran wanita berlari mendekati Yao Lian dan berbisik di telinganya: "Komandan, obat cair sudah habis."
Yao Lian mengangguk: "Mengerti. Boss akan segera kembali, kita hanya perlu bertahan sedikit lagi." Dia terpaksa berkata demikian, karena tentara bayaran yang putus asa akan langsung tercerai-berai. Hanya dengan memberi mereka harapan, semangat orang-orang ini bisa digerakkan. Untuk mengulur waktu lebih lama. Saat ini bukan lagi sekadar bertarung untuk boss, tapi bertarung untuk menyelamatkan nyawa sendiri.
※※※※
Di dalam hutan
Pria berambut merah berjongkok di tepi hamparan rumput, menatap mayat terinfeksi di depannya dengan wajah muram. Rombongan tentara bayaran demi rombongan melintas di sampingnya, bergerak diam-diam menuju pusat tanah merah.
Hanya ketika rombongan terakhir hampir melintas, pria berambut merah itu baru berdiri. Setelah menatap mayat terinfeksi di rumput untuk terakhir kali, dia berbalik dan menyusul pasukan besar.
