Di area tanah merah sekitar Perisai Mata Iblis. Pasukan makhluk sarang bertarung mati-matian melawan penyusup bermasker perunggu. Makhluk-makhluk ini tak kenal takut, terlahir untuk bertempur sampai nafas terakhir, mesin perang paling khas. Kerusakan yang ditimbulkan pada pemakai masker perunggu pun cukup parah. Raungan harimau bertaring pedang, desisan pedang menyayat daging, aroma darah pekat dan anggota tubuh terpenggal berserakan di mana-mana.
Depan pintu gerbang basis.
Pintu alloy berat mulai terangkat perlahan. Lapisan pertama, kedua, ketiga, keempat... Total delapan lapisan pintu alloy pelindung di jalur masuk akhirnya terbuka sepenuhnya.
Seorang pria berambut panjang dengan wajah datar berjalan keluar dengan tenang. Seragam hitam departemen militer di tubuhnya dilengkapi jubah putih berpita perak. Kedua tangannya mengenakan sarung tinju berpaku perak, suara sepatu botnya yang menginjak jalur terdengar pak pak pak. Rambut hitamnya yang panjang terkibas lembut oleh angin sepoi-sepoi.
"Grian, kumpulkan semua personel." Suaranya bergema di jalur yang kosong. Tiba-tiba riak hitam yang terdistorsi muncul bergetar di belakang pria itu. Getaran riak tersebut seolah bisa menyebar hingga jarak yang sangat jauh dalam sekejap mata.
Pada saat yang sama.
Di kejauhan, di suatu hutan.
Mayat-mayat berserakan, darah segar perlahan menyebar ditemani angin sepoi. Di batang pohon dan semak-semak, merah darah terlihat seperti pewarna merah yang belum kering. Di sampingnya, belasan pohon besar patah tertindih kapal layar yang mirip dengan kapal abad pertengahan. Lambung kapal masih mencetak salib hitam.
"Braak!"
Seorang pria pirang berseragam hitam terlempar dan menghantam batang pohon seukuran pelukan satu orang. Pohon itu bergetar hebat, dedaunan hijau berhamburan seperti hujan menutupi seluruh tubuhnya.
"Sial!!" Mata pria pirang itu mengeluarkan darah. Pandangannya buram dan kepala terasa sangat pusing. Dia tahu ini akibat kehabisan darah karena luka-lukanya.
Berguling dari batang pohon, pria itu menopang diri di rumput dengan kedua tangan. Ingin bangkit kembali, namun beberapa kali mencoba tetap tak ada tenaga.
“Aku benci ada sesuatu yang berputar-putar di atas kepala.” Suara perempuan jernih terdengar di sebelah pria pirang. Dengan sedikit sikap manja dan keras kepala, membuat orang tak bisa menahan imajinasi bahwa pemilik suara ini pasti seorang gadis cantik yang lincah dan agak manja.
“Su Xiaosu, bos geng memanggil kita, cepat kembali.” Suara pria berkarakter polos menyusul. Pria pirang itu mengangkat kepala berusaha melihat jelas siapa sebenarnya musuh yang menyerang kapal udara mereka, namun sayangnya, sepatu bot putih mewah menginjak keras kepalanya, membuatnya sama sekali tak berdaya.
“Bagaimana dengan Ya?” tanya gadis itu.
“Seharusnya juga mendapat perintah berkumpul, kali ini seluruh anggota harus berkumpul. Jika tidak mau dihukum, lebih baik segera pergi ke sana.” Suara polos itu menjawab.
“Tahu tahu, aduh, waktu liburan yang susah payah didapat ini tiba-tiba ditarik! Kerja fisik intensif seperti ini benar-benar menguras energi, setelah operasi ini jika tidak mengajukan perpanjangan liburan, aku akan berubah menjadi nenek-nenek.”
“Bukannya kamu baru bekerja dua hari? Masih bisa liburan?”
“Ajukan permohonan saja, pasti disetujui. Komandan paling sayang padaku.”
Sepatu bot yang menginjak kepala pria pirang itu tiba-tiba menekan lebih kuat.
“Prak!” Seperti semangka busuk yang pecah, darah merah dan cairan otak putih berhamburan di tanah.
“Ayo pergi.” Suara manis gadis itu menjauh dengan cepat, diikuti raungan mengerikan yang menyusul.
Yang tersisa di area ini hanyalah mayat-mayat berserakan dan sebuah kapal udara yang jatuh.
※※※※
Armada kapal udara yang masif.
Di tengah dikepung oleh ribuan kapal udara hitam, terdapat sebuah kapal udara berbentuk benteng. Seorang wanita berambut hitam mengenakan jubah hitam berdiri tinggi di platform puncak benteng. Posisi ini memungkinkannya melihat ke bawah dimana banyak personel sibuk bekerja, sementara sejumlah besar anggota tempur berjaga ketat di pintu masuk/keluar benteng.
Wajah wanita ini cantik, namun mengerikan - dua retakan besar menjalar dari sudut bibirnya, dijahit dengan benang hingga tepinya. Mulutnya seolah membelah wajahnya menjadi dua bagian atas-bawah. Kedua sudut bibirnya mencapai telinga. Saat membuka mulut sedikit, seluruh wajahnya langsung terbelah retakan besar. Jika mengabaikan wajahnya, tubuhnya hanya ditutupi tiga lempeng logam hitam bulat di area privat terpenting. Seluruh bagian lain terbuka, kulit putih salju memantulkan kilau seperti gading di bawah sinar matahari. Namun tak ada pandangan berani menatap lekuk tubuh nyaris sempurna ini.
Tangan kanan wanita itu menyangga gagang pedang tipis di pinggangnya, menatap ke kejauhan.
"Komandan, armada perintis di depan kehilangan kontak. Apakah kami harus mengirim beberapa kapal lagi untuk pengintaian?" awak kapal berbaju hitam di belakangnya bertanya dengan hormat.
“Tidak perlu. Mampu menghancurkan sepuluh kapal udara tempur dalam waktu kurang dari sepuluh detik, setidaknya setara dengan dua orang kuat level enam puncak, bahkan mungkin ada orang kuat tingkat ketujuh. Melakukan pengintaian lagi hanya membuang-buang waktu. Suruh Tim Elit Pertama langsung menyerbu. Biarkan Kapten Bai Jing yang menyelesaikan.” Suara wanita itu sangat lembut, tapi saat membuka mulut, gigi tajam putih yang menyeramkan yang terlihat samar-samar di dalam mulutnya sama sekali merusak kesan kelembutan itu. Justru membuatnya terlihat lebih mengerikan.
“Baik.” Awak kapal berbaju hitam menerima perintah dan segera meninggalkan platform.
Di bagian depan kapal udara terbesar dari sebuah tim elit di sisi kiri armada kapal, seorang pria berotot dengan rambut tegak seperti paku runcing sedang duduk bersila di geladak. Di punggungnya tergantung jangkar besi setinggi manusia, dengan rantai logam yang terhubung ke jangkar itu melilit membentuk tanda silang di dadanya. Semakin menonjolkan otot-ototnya yang luar biasa kekar.
“Kapten, komandan armada memerintahkan Tim Elit Pertama untuk langsung menyerbu, dan meminta Anda yang menghabisi rintangan di depan.” Di geladak belakang pria itu, sekitar lima orang sama garangnya sedang berserakan dengan santai. Baik pria maupun wanita, semua tubuhnya dipenuhi otot-otot super kekar. Mereka lebih mirip tim yang sedang mempersiapkan kompetisi binaraga daripada pasukan tempur.
Di tubuh, sekitar, dan tangan masing-masing orang terlihat berbagai senjata: senjata api, belati pendek, panah pendek, palu pertempuran berduri, dll. Beberapa bahkan membawa beberapa senjata sekaligus di tubuh mereka.
"Baru saja yang berbicara adalah seorang pemuda yang paling dekat dengan pria yang terikat jangkar kapal."
"Oh, kau yang komando saja, panggil aku saat sudah sampai." Sambil menguap malas, sang komandan—pria berjangkar kapal yang dijuluki Paus Putih—berkata.
"Katanya waktu misi terakhir, tim elit Hiu Hitam hampir dilenyapkan total. Bahkan Hiu Hitam sendiri luka parah. Komandan harus lebih hati-hati. Belakangan ini situasi agak tidak stabil." Seorang anggota tim berbaring lemas berkata.
"Tak perlu takut. Kali ini seluruh Salib Hitam dan pasukan sekutu keluarga-keluarga bergerak bersama. Ada orang lebih kuat yang menanggung beban. Tapi dasar Hiu Hitam itu memang suka cari masalah, sekarang jadi lebih tenang setelah terluka." Paus Putih mengelus janggut tipisnya dengan ekspresi keceriaan yang tersembunyi.
