"Ren He, SMA mana yang kamu tuju?" Dalam **ritual** pengibaran bendera, **pria gemuk** Xu Nuo berbisik di **samping** Ren He.
"Sekolah Unggulan Pertama. Bukankah itu yang terbaik?" jawab Ren He dengan **logika** yang tak terbantahkan.
"Jangan bercanda, serius nih. Sekarang semua teman sekelas sedang berdiskusi mau ujian ke mana," Xu Nuo tahu betapa **mustahilnya** masuk Sekolah Unggulan Pertama, jadi ia mengira perkataan Ren He hanya gurauan belaka.
“Siapa yang bercanda denganmu?” Ren He menjawab dengan santai, namun pandangannya sudah melaju melewati tiang bendera menatap dua bangunan naga pengajaran di belakang: “Hei, menurutmu kalau jatuh dari atap sekolah, apa pasti mati?”
“Ngapain repot-repot meneliti ini?” Xu Nu terkejut: “Jangan sampai kau nekat! Sekolah mana pun sama saja, yang penting bisa belajar!”
“Diam! Ngapa keras-keras? Wali kelas di depan mengawasimu,” Ren He bergumam pelan, membuat Xu Nu panik melihat ke depan barisan. Benar saja, wali kelas paruh baya berkepala botak sedang menatapnya dengan tatapan dingin. Xu Nu segera mengkerutkan kepalanya.
Seberkas senyum mengembang di bibir Ren He. Bersekolah ternyata cukup menyenangkan. Sejujurnya, kebanyakan orang yang pernah merangkak di masyarakat mungkin bermimpi terbesar adalah bisa kembali ke bangku sekolah?
Tidak ada tekanan, tidak ada kekhawatiran. Tekanan belajar yang disebut-sebut, ketidakpuasan guru, ketika melihat kembali setelah mulai bekerja, semuanya terasa sangat lucu. Entah mengapa dulu bisa begitu takut pada guru.
Saat pelajaran pertama usai, baru saja Xu Nu ingin memanggil Ren He untuk mencari udara segar, tiba-tiba ia melihat Ren He langsung berlari menaiki tangga menuju lantai atas. Di atas adalah ruang kelas SMA. Sepengetahuan Xu Nu, Ren He tidak punya kenalan di sana.
Tiba-tiba ia teringat pertanyaan Ren He pagi tadi: "Hei, menurutmu kalau jatuh dari atap gedung sekolah, pasti mati ya?"
Bulu kuduk Xu Nu langsung berdiri! Ya ampun! Jangan-jangan?! Sambil menyeret tubuh gemuknya naik tangga, ia berteriak: "Ren He! Jangan nekat! Jangan-jangan kau mau lompat dari atas!"
Teriakannya yang tiba-tiba membuat semua orang memalingkan wajah. Para siswa langsung heboh: "Apa?! Ren He dari kelas 3-2 mau loncat gedung?!"
"Sial! Benar atau tidak!"
"Cepat naik ke atas lihat!"
"Jangan naik, turun lihat!"
Hasilnya, saat Ren He berlari ke atas, sudah ratusan guru dan siswa berkumpul di bawah gedung sekolah!
Kecepatan Ren He menaiki tangga semakin cepat, keberanian di hatinya juga semakin terkumpul. Ia bisa merasakan aliran darahnya yang makin deras, detak jantung yang kian keras, adrenalin yang terpompa cepat. Seluruh tubuh Ren He dipenuhi kegembiraan.
Di kehidupan sebelumnya pernah ada yang bertanya padanya: Jika kiamat datang dalam 5 menit, apa yang akan kau lakukan?
Ren He merenung lima menit sebelum menjawab: Ingin mempertaruhkan nyawa sekali saja.
Karena kehidupan hanya tersisa 5 menit, mari mainkan permainan besar! Dalam Tulang-nya selalu berdetak darah kegelisahan dan gen, tak sekali pun ia berkhayal bisa terbang.
Di kehidupan ini tak ada kiamat, tapi ada sistem hukuman langit - gagal dalam sebulan berarti penghapusan. Ini sebenarnya tak beda dengan kiamat. Tapi Ren He kini tak merasakan ketakutan, melainkan kegembiraan!
Ia sangat menyukai satu kalimat: "karena menjadi manusia biasa, semuanya salah."
Di kehidupan ini, takdirnya adalah menjadi LUAR BIASA!
Ren He telah berhamburan mencapai puncak gedung, melesat bagai tiupan angin bergelombang menuju pinggiran arena.
Tapi di atas tak hanya ada dia. Ada pasangan kekasih yang pernah ia temui saat pengintaian sebelumnya. Dulu mereka lari malu-malu saat sedang mesra, tapi kali ini bahkan tak sempat lari. Hanya terdengar si pria terpaku memandang punggung Ren He sambil bergumam pelan: "Aku ini..."
Kemudian tubuh Ren He sudah mulai merendah, kaki kanan terangkat, kaki kiri mendorong permukaan tanah dengan keras. Suara dorongan itu takkan terlupakan seumur hidup, beresonasi jelas bagai getaran kehidupan.
Urat hijau di leher Ren He sepenuhnya terungkap. Ia sudah berusaha maksimal, tinggal menunggu vonis takdir!
Di bawah, tak terhitung orang sedang menengadah menanti. Tiba-tiba seseorang berteriak: "Cepat lihat, dia melompat!"
"Bukan melompat ke bawah, tapi ingin melompat ke gedung sekolah di seberang!"
"Apa dia gila?!"
"Gua kaga nyangka……"
Cahaya matahari pagi sedang terik. Siluet Ren He di udara berhimpitan sempurna dengan matahari. Saat itu, semua orang merasakan kesan seperti menyaksikan adegan ikonis dalam film. Semua yakin, seumur hidup mereka takkan melupakan momen ini!
Tubuh Ren He yang sedang melayang di udara perlahan kembali normal, kedua kakinya sudah bersiap untuk mendarat. Di tengah situasi genting ini, matanya sempat melirik ke samping. Tiba-tiba ia melihat seorang gadis berbaju putih laksana salju sedang berjalan memasuki gerbang sekolah dengan tas sekolah bersih di punggungnya, ditemani orang tuanya. Saat pandangan Ren He tertumbuk padanya, sang gadis juga sedang menengadah ke arahnya. Seolah dua pasang mata itu saling bertabrakan di udara.
Di momen yang tak terduga ini, di bawah terik mentari pagi, di depan gerbang sekolah, gadis itu telah menanamkan sekuntum bunga yang berkobar-kobar dan merekah sempurna di relung hati Ren He!
Namun karena sesaat kehilangan fokus itu, tubuh Ren He terhempas kaku di atas atap gedung sekolah seberang: "Sialan! Sakitnya minta ampun, kakak!"
Di sisi lain, pasangan kekasih yang masih terdiam membeku di atas atap tempat Ren He melompat tadi hanya bisa saling berpelukan. Sang pria terus mengulang-ulang: "Jangan takut jangan takut jangan takut... Dia tidak mati..."
Dengan suara gemetar, sang wanita berbisik: "Kamu sendiri jangan menggigil gitu..."
“Ren He! Ren He! Kau baik-baik saja Ren He! Ren He di mana kau!? Jangan kau melompat!” Teriak Xiao Pangzi Xu Nu sambil berlari terengah-engah ke atas.
Ren He yang sudah bangkit dari tanah tertawa panjang: “Inilah namanya selamat dari maut pasti dapat keberuntungan! Nantikanlah kemewahan bersamaku, Pria Gemuk! Akan kubawakan kau makanan lezat dan minuman enak!”
“Masih sempat becanda?!” Xu Nu berteriak kesal: “Kau tidak takut mati?”
“Lupakan dulu,” Ren He melambaikan tangan: “Kakak baik-baik saja. Tunggu sebentar, akan kukembali dengan melompat untuk menjelaskan.”
Setelah lompatan tadi, Ren He tiba-tiba jatuh cinta pada sensasi mempertaruhkan nyawa. Saat melayang di udara sebelum melihat gadis di gerbang sekolah, pikirannya berkecamuk: Akhirnya aku berani mempertaruhkan nyawa, sekalipun harus mati saat itu juga!
Sungguh luar biasa menggairahkan!
Sejujurnya, dia mulai merasakan antisipasi untuk misi berikutnya!
Namun begitu mendengar ia akan melompat kembali, Xu Nuo langsung ketakutan setengah mati: "Kakak sulung, mari kita bicara baik-baik. Maukah Kakak turun lewat tangga dengan patuh? Seluruh sekolah sedang menonton! Nanti para guru akan bergegas naik, kalau Kakak melompat lagi pasti dikeluarkan!"
Ren He melirik ke kerumunan begitu padat di bawah, lalu mengangkat bahu: "Baik, kembalilah ke kelas dan tunggu aku!" Namun tentang ancaman dikeluarkan itu, sama sekali tidak ia khawatirkan.
Dalam sekejap mata, di atas atap hanya tersisa pasangan yang masih berpelukan...
