Ren He menangkap ekspresi Yang Xi yang terlihat tertegun. Duan Xiaolou lebih dulu bertanya: "Dapat uang tiket darimana? Sekarang yang penting belajar."
Ucapan terakhir ini sebenarnya cukup mengejutkan, seolah menyiratkan sesuatu pada Ren He. Ren He tertawa: "Teman-teman lain boleh pergi, hanya aku yang tidak boleh?"
Yang Xi tiba-tiba menoleh bertanya: "Kamu juga mau menonton konser Jiang Siyao?"
"Juga mau menonton?" Ren He merenungkan maknanya, apakah dia sejak awal sudah berencana untuk pergi?
Yang Xi tersenyum melanjutkan: "Kalau begitu tidak perlu kamu yang mengajak kami. Aku yang akan mengajak kalian. Untuk tiket konser Jiang Siyao, di sini kebetulan ada 4 lembar."
Duan Xiaolou terkejut berseru: "Benar atau palsu? Kenapa tidak pernah kau ceritakan! Bagaimana caramu mendapatkan tiketnya?"
Yang Xi berbisik pelan: "Sebenarnya, Jiang Siyao adalah sepupu perempuanku sekaligus idolaku. Sejak kecil aku selalu menonton konsernya. Mimpi terbesarku adalah suatu hari bisa bernyanyi di atas panggung seperti dirinya."
Xu Nuo menyela: "Sialan! Kau ternyata sepupu Jiang Siyao! Kalau gitu suruh dia membantumu bernyanyi! Katanya jadi penyanyi bisa dapat uang banyak!"
“Bukan masalah uang, cuma ingin bernyanyi dengan baik di atas panggung untuk didengar orang, tanpa perlu penari latar atau hal ribut lainnya. Cukup bernyanyi dengan tenang, lagu yang indah, tanpa hiruk-pikuk,” kata Yang Xi sambil menggelengkan kepala menjelaskan.
Kok jadi dari mengajak orang nonton konser malah jadi numpang tiket... Ren He menggaruk-garuk rahang bawahnya sambil berpikir. Ternyata dia suka bernyanyi, mungkin aku bisa membantunya? Tapi dunia hiburan itu seperti tong pencelupan besar, entah apakah Yang Xi bisa mempertahankan hati sejatinya.
Tapi sekarang masih terlalu dini membicarakan ini. Ren He berkata: "Baiklah, kita sepakat begitu? Nanti kamu traktir kami nonton konser, aku traktir kalian makan."
“Bagus,” Yang Xi mengangguk.
Duan Xiaolou melirik Ren He sebentar lalu memalingkan muka, entah sedang memikirkan apa. Rahasia bahwa Yang Xi adalah sepupu Jiang Siyao hanya dirahasiakan dalam lingkaran kecil empat orang ini. Terkadang, cara untuk memperpendek jarak dengan cepat adalah dengan berbagi rahasia.
Beberapa hari ini, selain harus lari malam, Ren He juga berlatih push-up setiap hari sampai benar-benar kelelahan baru bisa istirahat. Sampai saat ini, jumlah push-up-nya dalam satu menit adalah 81 kali, masih ada jarak dengan target 90 kali.
Entah seperti apa makhluknya orang yang bisa melakukan 110 kali dalam satu menit itu, Ren He bergumam dengan terharu.
Latihan intensif selama ini membuat fisik Ren He semakin proporsional dan kokoh. Meskipun tubuh mudanya memiliki kondisi fisik layaknya orang dewasa, ia tidak berubah menjadi pria berotot. Saat mengenakan baju, penampilannya tetap ramping. Sistem Hukuman Langit memang meningkatkan kualitas fisiknya, namun tidak menambah berat badan sedikitpun - hadiah ini sungguh sulit ditebak.
Belakangan ini performa Kitab Suci cenderung stabil tanpa masalah yang perlu dikhawatirkan. Ia harus menyelesaikan misi push-up ini sebelum misi hukuman bulan kedua Kitab Suci turun. Jika tidak, dua misi yang berbarengan bisa menimbulkan masalah tak terduga.
Satu menit push-up yang terpenting sebenarnya adalah daya ledak, utamanya melatih otot pektoral mayor, triceps brachii, dan deltoid anterior. Otot sinergisnya adalah coracobrachialis, serratus anterior, dan pektoral minor. Dapat dikatakan enam otot inilah yang menopang seluruh gerakan.
Ren He memutuskan untuk mempelajari kembali poin-poin penting push-up yang ditanamkan Sistem Hukuman Langit. Sebenarnya memori yang ditransfer sistem ini selalu paling akurat. Keajaiban memori ini ibarat jika sistem menanamkan teknik loncat indah, maka selama kondisi fisik Ren He memenuhi syarat, ia langsung bisa melakukannya.
Namun sebelumnya Ren He menganggap gerakan sederhana seperti push-up tidak perlu dipelajari. Nyatanya anggapan ini salah.
Ia menyesuaikan postur: membuka lengan selebar bahu atau sedikit lebih lebar, posisi push-up klasik dengan ujung kaki menapak lantai. Kepala sedikit terangkat, pandangan mengarah ke lantai. Perut dikencangkan, punggung mempertahankan lengkungan alami, sikut sedikit ditekuk.
Yang terpenting di sini adalah menjaga kepala dan tulang belakang dalam satu garis lurus, sambil menarik napas saat turun dan menghembuskan napas saat berdiri. Hawa ini mungkin salah satu faktor kunci.
Ren He kembali melihat waktu, lalu tubuhnya mulai menghempas dengan cepat di permukaan tanah. Karena telah berlatih terlalu lama, bahkan permukaan tanah basah kuyup oleh keringatnya. Push-up sangat menguras tenaga, sehingga setiap gerakan di belakang hampir hanya mengandalkan ketekunan untuk menyelesaikannya.
Waktu 1 menit habis, 88 kali!
Hanya tersisa 2 kali lagi dari target 90 kali. Ren He akhirnya lega, setidaknya target ini tidak terlalu mustahil. Bahkan dengan tenaga yang terkuras separuhnya hanya selisih 2 kali, mungkin besok pagi setelah istirahat bisa tercapai. Ternyata ingatan dari Sistem Hukuman Langit memang yang paling benar.
Sekarang sudah bisa mulai membayangkan hadiah apa yang akan didapat setelah menyelesaikan misi ini... Sejujurnya, Sistem Hukuman Langit sejauh ini selalu memberikan hadiah yang memuaskan Ren He. Pengetahuan teori musik yang awalnya dianggap tidak berguna, ternyata sekarang juga punya manfaat. Lalu hadiah di bidang kondisi fisik - kalau ingin mempertaruhkan nyawa, apa yang paling penting?
Bukankah kondisi fisik yang paling utama? Banyak cabang olahraga ekstrem membutuhkan kondisi fisik super. Panjat tebing tanpa peralatan setengah jalan sudah kehabisan tenaga, mati di atas tebing? Tentu tidak mungkin.
Mungkinkah hadiahnya nanti berubah jadi manusia super? Atau seperti pengetahuan musik, membuatnya menjadi jenius multitalenta? Semuanya mungkin.
Saat lari malam bersama Duan Xiaolou, ia tak henti menunjukkan senyum lebar yang membuat Duan Xiaolou kebingungan, tak mengerti apa yang terjadi dengan Ren He hari ini. Namun setelah kejadian keributan teman sekelas sebelumnya, dia mulai dengan sengaja menjaga jarak di batas persahabatan ribuan tahun. Terkadang dia menahan diri untuk tidak terlalu proaktif berbicara dengan Ren He.
Tapi di balik pikiran itu, dirinya sendiri merasakan kontradiksi. Ada kalanya keinginan kuat untuk berbagi cerita dengan Ren He menggebu dalam hatinya.
Ini adalah pikiran kekanak-kanakan yang belum matang. Ren He pahami namun tak merasa perlu diungkapkan.
Keesokan paginya, hal pertama yang Ren He lakukan setelah mandi adalah sarapan di luar. Alasan menunda misi adalah kondisi tubuh semua orang setelah tidur nyenyak: meski sadar, fungsi tubuh belum sepenuhnya pulih. Biasanya setelah makan akan membaik.
“Bos, satu kukusan xiaolongbao, semangkuk douhua!” Ren He berkata riang. Pemilik tubuh ini sebelumnya hanya bisa makan makanan beku dari kulkas di pagi hari, tapi sekarang Ren He punya uang - harta Rp40.000! Bukankah xiaolongbao bisa dimakan satu kukusan dan dibuang satu kukusan?
Usai sarapan, Ren He bersiap melakukan misi. Perut kenyang, tenaga pulih, darah mengalir deras - saatnya memanfaatkan momentum.
Tiba-tiba pemilik warung tertawa: "Anak muda, semangatmu menggebu! Tubuhmu terlihat kokoh!"
Memang, trinitas esensi vital, energi spiritual, dan semangat Ren He kini jauh melampaui remaja seumurannya, penuh vitalitas.
Dengan mata terbelalak, sang pemilik warung menyaksikan Ren He tiba-tiba terjengkang di tanah dan mulai melakukan push-up dengan gila-gilaan... kecepatan yang sulit dibayangkan!
“Hmm... Kok malah semakin semangat setelah dipuji, langsung push-up begitu saja... Oke oke, aku tahu tubuhmu sehat, cepatlah bangun...”
