Saat bersiap antre masuk ke stadion, mereka menghadapi kesulitan. Lautan manusia membludak sampai-sampai susah mendekati pintu pemeriksaan tiket. Inilah fenomena aneh konser: kadang orang yang bahkan tidak beli tiket suka ikut ramai, mengepung pintu sambil mencari celah untuk menerobos masuk.
Ada juga siswa yang sekedar datang mendukung idola. Meski tidak mampu membeli tiket, mereka tetap ingin meramaikan suasana.
Ren He berjalan di depan membuka jalan untuk Yang Xi dan lainnya. Kerumunan orang secara mengejutkan mudah terpisah olehnya. Saat tiba di pintu pemeriksaan tiket, dia melihat Wakil Ketua Kelas Liu Yinghai yang sudah mengganti pakaian dua gadis menjadi seragam polisi untuk masuk lewat pintu itu. Situasi ini sangat dipahami Ren He - biasanya jika ada anggota keluarga yang bekerja di kepolisian, cukup mengenakan seragam polisi untuk masuk gratis ke konser semacam ini.
Bagaimanapun juga, pengamanan konser semacam ini selalu menjadi tanggung jawab kepolisian.
Namun bagi Ren He, Liu Yinghai hampir sama asingnya dengan orang tak dikenal. Dia tidak sempat menyapanya. Tapi Liu Yinghai justru melihat mereka dan tampak terkejut, "Xiaolou, bukannya kamu tidak mau datang?"
Rupanya dia sebelumnya pernah mengundang Duan Xiaolou tapi ditolak. Duan Xiaolou tersenyum menjawab, "Kebetulan Yang Xi punya tiket lebih, jadi aku ikut."
Liu Yinghai melirik Ren He dan Xu Nu. Tatapannya membuat Ren He bingung, "Apa maksudmu menatapku seperti itu?" Ren He mengabaikannya dan langsung membawa Xu Nu masuk.
Liu Yinghai tampak kesal. Entah mengapa, akhir-akhir ini Duan Xiaolou selalu bergaul dengan dua siswa terbelakang ini. Bahkan saat ada acara kelas pun dia menolak. Kejadian di Gunung Awan Putih lalu juga membuatnya malu. Tapi dia tak berani melampiaskan amarah ke Duan Xiaolou, "Orang miskin kok nonton konser? Masih numpang tiket orang lain?"
"Hah, menarik sekali. Berani berkata begitu, rupanya kau belum tahu betapa piciknya Ren He sekarang..."
Liu Yinghai hendak menyindir lagi, tapi...
"Huek!" Makan malamnya dimuntahkan seketika, berwarna-warni bagai air mancur yang menyembur ke lantai!
“Jijik banget,” Ren He merasa ramuan muntah dari Sistem Hukuman Langit ini benar-benar manjur, muntahannya seperti air mancur yang spektakuler... Dia buru-buru menarik Duan Xiaolou dan yang lain masuk mencari kursi, sudah melihat beberapa satpam mendekat plus beberapa inspektur internal kepolisian. Seragam polisi dengan nomor identifikasi ini darimana asalnya? Mungkin harus dikembalikan lagi.
Kesempatan tiga kali menggunakan ramuan muntah sudah habis, Ren He masih merasa belum puas...
Duduk di barisan pertama, Ren He berkomentar pada Yang Xi: “Benar-benar belum pernah duduk di barisan depan konser, ini semua berkat kamu!”
“Kalau konser orang lain mana bisa aku dapatkan tiket,” senyum Yang Xi merekah saat menjawab.
“Katanya kamu ingin menyanyi di panggung seperti ini?” tanya Ren He.
“Hmm... Panggungnya boleh lebih sederhana, tidak perlu dekorasi rumit atau penari latar, yang penting bisa menyanyi,” jawab Yang Xi setelah berpikir.
“Oke, aku akan menulis lagu untukmu,” ucap Ren He dengan wajah serius.
Yang Xi tersenyum seakan mengingat janji mereka: "Aku paham maksud baikmu, tapi menulis lagu tidak sesederhana itu lho."
Ren He tak melanjutkan. Di sakunya kini tersimpan lagu "Bintang Tercerah di Langit Malam" yang didapatnya dari misi. Sejujurnya, lagu Jiang Siyao lebih disukai perempuan, jadi Ren He tak punya perasaan khusus pada lagunya. Ke konser ini lebih untuk menemani Yang Xi.
Saat konser dimulai, alunan musik megah menggema. Jiang Siyao yang berpakaian mewah perlahan naik dari bawah panggung menyanyikan "Angin Hangat", disambut sorak gemuruh penonton!
Paduan suara ribuan orang langsung menyatu sejak intro pertama. Daya penularannya luar biasa! Yang Xi di sampingnya membuka senter ponsel dan mengangkatnya tinggi sambil bernyanyi. Terbawa suasana, Ren He pun ikut bersemangat menyanyikan "Cepat gunakan nunchaku, hmm ha hey..."
Dia tidak tahu lirik lagunya, sampai-sampai hampir terkena "Momen Memalukan". Yang Xi sepertinya juga menyadari bahwa dia bukan penggemar Jiang Siyao, lalu tersenyum manis: "Apa yang kau gumamkan?" Karena Yang Xi berada di samping Ren He, suara "shuang jie gun" yang dinyanyikannya tetap terdengar meski sedang paduan suara besar.
Tiba-tiba, lonceng alarm Ren He berbunyi disertai suara Sistem Hukuman Langit: "Misi: Mendaki dengan tangan kosong gedung tempat tinggal inang dari lantai 1-5. Batas waktu 1 minggu. Gagal = dihapuskan."
"Enyahlah kau, dasar!" Wajah Ren He menghitam. "Brengsek, ini saja bisa memicu Sistem Hukuman Langit?! Masih mau main nggak sih? Sinting lo!"
Untungnya tidak ada hubungannya dengan gedung sekolah. Kalau tidak, Ren He benar-benar tidak bisa memberi jawaban ke wali kelas. Paling tidak harus menunggu dulu sampai amarah mereka reda...
“Tidak ada apa-apa,” Ren He tiba-tiba menyadari suatu masalah, ke depannya harus berhati-hati saat bersenandung, jangan sampai lagu dari dunia paralel yang dinyanyikan sembarangan didengar orang, lalu dikenai misi oleh Sistem Hukuman Langit...
Tidak ada sedikit pun antisipasi!
Namun batas waktu misi ini masih satu minggu, saat ini tidak perlu terburu-buru.
Malam hari, di atas terlihat bintang-bintang berkilauan, di depan ada panggung yang menyilaukan, di samping gadis yang disukai, dalam paduan suara ribuan orang darah segar mendidih, tak perlu memikirkan ke mana esok hari akan pergi, bagaimana masa depan nanti, saat ini hanya kebahagiaan sederhana, menyukai seseorang, Ren He merasa inilah yang disebut keremajaan.
Diam-diam ia menyodokkan kertas berisi partitur lirik ke tangan Yang Xi, Yang Xi menunjukkan seberkas kepanikan, melirik ke arah Duan Xiaolou dan Xu Nuo di sampingnya, baru lega setelah melihat mereka sedang asyik menonton konser.
Ren He merasa ekspresi panik Yang Xi justru menggemaskan. Cahaya lampu konser menyinari wajah anggun Yang Xi, membuat gadis itu terlihat seindah tokoh yang melangkah keluar dari kisah dongeng.
Konser berjalan sukses. Di tengah acara, Ren He malah menemukan bintang Jiang Chen yang duduk di baris ketiga belakang tepat di pusat sambil mengenakan masker. Ia berpikir ini cukup menarik, ternyata memang masih ada sisa cinta yang berujung hubungan saling cinta dan saling bunuh?
Tapi kalau Ren He saja bisa menemukan, bagaimana mungkin orang lain tidak menyadari? Lagipula di konser siapa brengsek yang pakai masker? Memakai masker justru jadi lebih menyolok!
Nantikan headline besok, saudara...
Saat konser bubar, Ren He dan teman-teman baru bersiap pergi. Mereka melihat Yang Xi mengeluarkan kantong plastik yang sudah disiapkan, mengumpulkan semua bungkus camilan yang mereka makan tadi ke dalamnya. Ren He tersenyum senang lalu membantu membersihkan sampah.
Entah mengapa ia selalu merasa gadis ini sangat spesial.
Saat malam hari kembali ke rumah kita, Ren He tiba-tiba menerima telepon dari Yang Xi: "Halo, Ren He?"
"Ya, ada apa?" Ren He bisa merasakan nada bicara Yang Xi yang tak mampu menahan gejolak semangat. Dia tahu alasannya.
"Apakah lagu itu karyamu? Aku cari di internet tapi tidak ketemu, belum pernah dengar lagu ini sebelumnya. Ini benar-benar... bagus sekali!" Suara Yang Xi penuh antusiasme. Perjanjian di atap gedung yang seperti candaan itu sebenarnya tidak dipedulikan baik olehnya, Xu Nuo, maupun Duan Xiaolou. Dia sangat paham betapa besar kesulitan menulis lirik dan komposisi, dan dia pasti menolak menyanyikan lagu yang kalah mencolok. Dia sangat ingin menciptakan karya berkilau permata, namun kemampuan itu belum dimilikinya.
Tapi hari ini lagu yang diberikan Ren He... kilau permata!
Seperti judulnya, kemunculan lagu ini bagai bintang paling terang di langit malam ini, tiba-tiba menghadang di depan mata Yang Xi!
Dia mencoba memainkan gitar sambil menyanyikan lagu ini. Saat kalimat pertama keluar dari mulutnya, getaran dari kedalaman Jiwa membuat bulu kuduknya merinding!
"Bintang paling terang di langit malam, bisakah kau mendengar
Kesepian dan helaan nafas dari mereka yang memandangmu dengan penuh hormat di dasar kalbu?"
Ren He tidak mengakui lagu ini sebagai karyanya sendiri. Agak memalukan untuk mengklaimnya, dia hanya berkata: "Hak cipta lagu ini sekarang sepenuhnya menjadi milikmu, sebagai hadiah balas budi atas undanganmu menonton konser kami."
"Kukira..." Yang Xi seolah ingin berbicara tapi mengurungkan diri.
Hahaha, Ren He dalam hati bergembira. Situasi saat itu dimana dia diam-diam menyelipkan selembar kertas surat yang jelas-jelas terlihat seperti surat cinta, namun ketika dibuka justru berisi kejutan luar biasa. Bukankah ini juga bentuk lain surat cinta, dimana seluruh perasaan tercurah dalam lagu?
