21 bab utangan, bahkan dengan kecepatan mengetik Ren He pun mulai kewalahan, akhirnya butuh 4 hari untuk melunasi semua utangan. Saat sudah lunas, ada yang menggoda: "Paozi, kapan main game lagi?!"
Main apa lagi, hampir mati dibuatnya...
Tapi dengan update yang banyak, hadiah alamiah bertambah, sementara jumlah subscriber melonjak dengan kecepatan menyimpang.
Setelah promosi besar, rata-rata subscriber Kitab Suci langsung melesat ke 15.000. Berkat Perang Dewa ini, pengaruh Kitab Suci pun semakin meningkat - siklus positif.
Sekarang akhirnya bisa rileks, Perang Dewa pun sementara berakhir.
Xu Nuò yang duduk di sebelahnya melihat raut wajaknya: "Kamu kok keliatan lesu banget..."
"Dibilang juga nggak bakal ngerti," Ren He membalikkan mata, menulis secarik kertas kecil untuk Yang Xi: Mau dengar lagu 'Bintang Paling Terang di Langit Malam' kubawakan malam ini?
Yang Xi terkejut sekaligus senang membalas kertas: Bagus, pulang sekolah bareng ya!
Xu Nuò curiga melihat mereka saling menyebar catatan. Sejak kapan interaksi mereka serumit ini? Sejak pindah sekolah, popularitas Yang Xi langsung melejit karena wajah dan aura-nya yang sama-sama mencolok. Tapi siswa SMP tahun 2005 belum seberani sekarang dalam ngejar cewek, paling cuma beberapa orang yang berani, sisanya cuma ngintip dari jauh.
Kadang ada juga yang ngasih surat cinta. Makanya Ren He suka nongkrong di depan kelas kalau ada yang bawa amplop cantik bilang: "Tolong kasih ke Yang Xi di kelasmu."
Ren He langsung menyanggupi di depan mata lalu asal melemparkan surat-surat itu ke tempat sampah, Xu Nu masih sedikit ragu: "Kayaknya ini kurang baik ya?"
Ren He meliriknya sebentar lalu mengabaikannya.
Saat pulang sekolah Xu Nu berteriak mengajaknya pulang bersama, rumah mereka berdua searah.
"Kamu duluan aja," Ren He melambaikan tangan lalu berjalan menuju gerbang sekolah. Xu Nu penasaran, kemudian melihat Ren He bersatu dengan Yang Xi dan tidak tahu kenapa malah menuju arah rumah Yang Xi...
Xu Nu merasa hatinya terkena pukulan dahsyat, kedua orang ini...
Yang Xi membawa Ren He pulang, saat itu ayah Yang Xi belum pulang. Yang Xi mengambil gitar lalu mengajak Ren He naik ke atap gedung.
Gedung tempat tinggal keluarga Yang Xi ini model lama, untuk naik ke atap harus memanjat tangga di lantai paling atas. Awalnya Yang Xi mau naik dulu tapi tiba-tiba memerah wajahnya berkata: "Kamu duluan."
"Bagus," Ren He menjawib dengan riang. Hari ini Yang Xi memakai rok, dia mengira gadis itu tak menyadarinya...
Sekarang sudah masuk musim gugur. Meski Yang Xi mengenakan leggings, tetap saja merasa canggung ada pemuda di bawahnya yang melihatnya naik tangga. Di atas atap, Yang Xi merapikan roknya lalu duduk tenang. Helai rambutnya melayang lembut tertiup angin. Inikah gadis impian Ren He selama ini?
Darah panas keremajaan yang kedua kali, tentu harus disertai gadis yang membuat jiwa terikat mimpi!
Yang Xi tersenyum: "Aku akan main gitar mengiringimu. Aku ingin dengar bagaimana pencipta lagu ini memaknainya."
Saat benar-benar harus menyanyi, Ren He sedikit tegang. Meski hadiah Sistem Hukuman Langit memang ajaib, dan suaranya sudah terbukti membaik setelah dicoba, tetap saja di depan gadis yang disukainya, rasa canggung itu tak bisa dihindari.
Namun saat alunan permulaan gitar di tangan Yang Xi mulai mengalir dengan tenang, seluruh diri Ren He seakan ikut terhening. Ia teringat pertama kali mendengar lagu ini - masa muda penuh keangkuhan yang baru saja dihantam kenyataan. Berkali-kali ia memutar lagu itu, seolah ada pelukan hangat di tengah gulita malam.
Ya, lagu ini sama sekali bukan kisah duka. Ini adalah air mata bergejolak dalam kesepian yang berkilauan kristal di balik sinar rembulan, sementara sang pemilik gitar tetap setia menanti di bawah cahaya bulan!
"Bintang paling terang di langit malam, bisakah kau dengar..."
"Kerinduan dan rintihan tersembunyi di dasar kalbu mereka yang memandangmu..."
Entah mengapa, suara berat Ren He begitu cocok dengan nuansa lagu ini. Getaran emosi dalam vokalnya menghantam jantung Yang Xi bagai panah di tengah kesunyian.
Ren He... sepertinya menyimpan sepi yang dalam.
"Kesepian itu lembut, kesendirian itu kokoh. Yang Xi mampu merasakan inti planet yang kokoh dan keras di dalam hati Ren He, seolah jarang terbuka pada siapa pun."
"Saat pertama kali mendengar lagu ini, Ren He sedang sibuk berintrik dengan rekan di perusahaan. Baru saja lulus dari kampus, ia cepat beradaptasi dengan peran barunya. Dalam proses bertahan, ia menunjukkan rencana licik, kemampuan, dan daya tahan yang melampaui anak seusianya. Akhirnya ia menang."
"Tapi terkadang kemenangan bukan kemenangan sejati. Suatu kali saat mabuk dengan teman lama, Ren He tersenyum pucat: 'Mulai sekarang, aku tak berani lagi mengaku sebagai orang baik.'"
"Apa definisi orang baik? Ren He sendiri pun tak tahu."
"'Kudoakan memiliki hati yang transparan, dan mata yang masih bisa menangis.'"
"'Berikan aku keberanian untuk percaya lagi, melampaui dusta untuk memelukmu.'"
"Saat Ren He menyanyikan bagian ini, Yang Xi tiba-tiba merasakan seolah ia benar-benar ingin memeluknya. Rasanya nyanyian itu telah menyelubunginya dalam pelukan hangat."
Saat lagu berakhir, Yang Xi lama tak bersuara. Tiba-tiba ia ingin memeluk Ren He tapi menahan diri, lalu tersenyum: "Tak kusangka kau bisa bernyanyi sebaik ini. Setelah mendengarmu, aku sadar pemahamanku tentang lagu ini masih sangat kurang."
Ren He tertegun – apakah ini berarti aksinya berhasil? Ia mengeluarkan selembar kertas surat dari saku dan menyerahkannya pada Yang Xi.
Yang Xi merasa heran – apa ini? Lagu lain? Atau... surat cinta? Jika ini lagu lain, ia sulit percaya lawan jenis bisa seproduktif itu. Jika surat cinta, keraguan menyergap – haruskah ia menerimanya?
Ayahnya adalah diplomat. Setelah orangtua bercerai, ia mengikuti ayahnya. Sejak kecil ia telah menjelajahi banyak tempat, bahkan menemani ayahnya bertugas ke luar negeri. Wawasannya sangat luas, termasuk memahami dinamika hubungan pemuda dan siswi. Kematangannya pun melebihi yang dibayangkan orang.
Dia telah melihat banyak pemuda unik, seperti pemuda jenius sepak bola atau anak 14 tahun yang sudah mendapatkan surat penunjukan dari perusahaan software, maupun para playboy besar ibukota yang bersikap sembrono. Tapi dia selalu merasa Ren He di hadapannya ini justru lebih spesial. Perasaan ini tidak berdasar, murni hanya intuisi. Dan setelah melihat para pemuda itu, dia juga tidak punya pikiran khusus, hanya sebatas teman yang mengagumkan.
Tak diragukan lagi, dia punya kesan baik pada Ren He. Seperti lagu itu, setelah Ren He menyanyikannya, seolah telah berubah menjadi bintang paling terang di langit malam. Tapi... dia merasa ini terlalu cepat.
Akhirnya dia menerima kertas itu dan membukanya - ternyata lagi-lagi sebuah toko: Gunung Nan, Nan Shan.
"Ini baru kamu tulis?!" Hati Yang Xi lega ketika melihat ini bukan surat cinta. Namun saat mencoba bersenandung, dia menemukan lagu ini sekali lagi berhasil menarik perhatiannya!
“Anggaplah begitu,” Ren He tersenyum: “Kamu pelajari dulu notasi lagunya, nanti kalau ada waktu akan kunyanyikan untukmu.”
“Apa kamu tidak berniat menjadi penyanyi?” Yang Xi bertanya: “Notasi ini tidak bisa kuterima, terlalu berharga. Suaramu bagus, kenapa tidak mencoba bernyanyi sendiri? Dengan bakatmu, pasti bisa sukses.”
“Masih ada hal lebih penting yang harus kulakukan,” kata Ren He dengan tenang. Ambisinya tidak terletak di sini.
Cahaya berkilauan di mata Yang Xi. Tiba-tiba dia tersenyum: “Baiklah, kalau begitu maukah kamu menuliskan sepuluh lagu untukku? Akan kubah menjadi album!”
“Haha, tidak masalah,” urusan kecil seperti ini mudah dipenuhi. Cuma sepuluh misi brengsek... Saat merayu gadis, jangan pernah ragu!
“Kira-kira apa nama albumnya?” Yang Xi merenung: “Karena lagunya karyamu, kamu saja yang memberi nama?”
“Sang Penggapai Bintang.”
