Liu Yinghai sendiri tak mengerti sebabnya. Apa ini gejala penyakit baru? Padahal sedetik lalu masih merasa puas diri, tiba-tiba kesedihan mengalir dari dalam tak terbendung...
Sepertinya setiap kali selalu ada hubungan dengan Ren He, tapi kalau dikatakan Ren He bisa membuatnya menangis, ia tidak percaya, tidak masuk akal...
Tangisan ini langsung membuat Liu Yinghai mengambil cuti sakit, terpaksa menjalani pemeriksaan di rumah sakit selama dua hari baru kembali ke kelas. Hasil pemeriksaan dokter menyatakan, tidak ada masalah sama sekali, benar-benar sehat walafiat.
Teman-teman sekelas yang awalnya mengira insiden sebelumnya adalah kejadian kebetulan, kini paham—Liu Yinghai 80 persen memang pecinta tangisan...
Liu Yinghai yang baru beberapa hari lalu mengeluarkan pengorbanan besar mentraktir makan semua orang, berharap insiden tangisan tiba-tibanya bisa dilupakan. Tapi nahas, ia malah menangis lagi.
Ren He masih punya satu kesempatan penggunaan ramuan air mata. Ia sama sekali tidak keberatan menggunakannya lagi pada Liu Yinghai. Tapi selama lawannya tidak mengganggu lagi, ia juga tidak akan iseng melakukannya. Soalnya ramuan manjur seperti ini mungkin masih bisa punya kegunaan besar.
Dua hari kemudian, saat Ren He dan Yang Xi sedang berlatih lagu di atap gedung, tiba-tiba telepon Paman Huang masuk. Ren He mengangkat telepon dan mendengar suara dari seberang: "Sudah kuatur, kamu bisa langsung ke Sekolah Mengemudi Mangshan untuk urus SIM."
"Efisiensi Direktur Huang memang tiada tanding," kata Ren He sambil terkekeh, sengaja menyebut jabatan lawan bicara untuk menjilat.
"Sudahlah, jangan coba-coba merayu. Kalau sampai ada masalah, jangan bilang ibumu kalau aku yang bantu urus SIM-mu."
"Siap, Anda bisa tenang seribu hati," Ren He menutup telepon sambil tersenyum. Sekarang tinggal beli mobil, tapi uangnya belum jelas kapan terkumpul. Tiba-tiba ia sadar harus mempercepat cara menghasilkan uang.
Dari sisi musik, meski memegang banyak lagu klasik, ia tak mungkin membuka studio. Karena setiap lagu adalah misi, lebih baik fokus menyuplai Yang Xi saja agar tidak terlalu terbebani.
Kalau harus merekrut lebih banyak pendatang baru dan membina beberapa orang lagi, hanya mengerjakan misi saja sudah bisa membuatku kelelahan sampai mati.
Kenapa orang lain yang bisa seenaknya pakai Golden Finger, sementara aku harus merasa geli di selangkangan begini...
Selain itu dia juga harus mempertimbangkan membuka saluran pendapatan di luar industri hiburan, sehingga saat ingin istirahat tidak akan kekurangan uang atau terus-menerus terlibat misi.
Dulu kalau disuruh mencontek buku atau lagu pasti ada beban psikologis, tapi sekarang berbeda - ini hasil mempertaruhkan nyawa mengerjakan misi dengan kemampuan sendiri, kenapa tidak boleh contek...
Ngomong-ngomong ini memang cukup menyedihkan...
Ren He pergi ke sekolah mengemudi, di era ini memang selama ada hubungan semua hal bisa diurus. Proses pembuatan SIM hanya butuh 2 jam. Alasan lain dia buru-buru bikin SIM adalah usianya belum cukup untuk membuat KTP, jadi SIM bisa dipakai sebagai kartu identitas.
Saat menelepon sepupunya di malam hari, Yang Xi menyinggung kemungkinannya untuk terjun ke dunia tarik suara. Jiang Siyao menghela napas di telepon, "Menjadi penyanyi yang sukses itu tidak mudah. Lagipula keluarga kita selalu punya kesan buruk terhadap industri ini. Lihat saja sikap Kakek."
"Tidak apa, Ayah mendukungku," senyum Yang Xi.
"Sejujurnya, Paman memang sangat terbuka. Andai Kakek bisa seperti dia. Tapi menjadi penyanyi memang penuh tantangan. Selain harus mencari orang untuk memesan/membeli lagu, juga harus mengurus hubungan di lingkaran ini, plus kehilangan ruang privadi. Kamu yakin sudah siap? Jika memang iya, aku bisa membantumu mencari lagu," Jiang Siyao merenung sejenak, "Tapi jangan terlalu berharap. Pembuat lagu top di industri ini hanya dua atau tiga orang. Lagu mereka sangat sulit didapat. Pendatang baru tanpa lagu hits langsung akan terkubur."
“Tidak perlu, aku punya lagu. Aku menelepon sepupu hari ini ingin memperdengarkan beberapa lagu ciptaanku, apakah bisa? Soalnya sepupu lebih berpengalaman,” jelas Yang Xi. Sebenarnya dia cukup yakin dengan tiga lagu karya Ren He ini, setidaknya dia sendiri sangat menyukainya.
“Oh? Aku sering dengar dari paman bahwa kamu belajar otodidak, ternyata sudah bisa menulis lagu sendiri? Cepat nyanyikan untukku!” semangat Jiang Siyao. Selama ini kesan terhadap sepupu perempuannya ini memang selalu baik, jadi dia dengan senang ingin membantu.
“Hmm... tiga lagu ini ditulis orang untukku. Akan kunyanyikan dulu ya?” Yang Xi jelas tidak bisa mengaku menciptakan lagu-lagu ini. Itu semua adalah darah hati Ren He.
Jiang Siyao tiba-tiba bertanya, “Kamu sedang pacaran ya?”
“Ha?! Tidak kok!” Otak Yang Xi terhenti sejenak...
"Jangan percaya bocah-bocah lelaki itu, sama seperti janji menulis lagu untukmu, mana mungkin mereka punya kualifikasi. Lingkaran besar dan profesional saja susah seperti sembelit untuk menghasilkan satu dua lagu bagus, apalagi anak kecil? Kau percaya mereka?" Jiang Siyao bersikap meremehkan: "Jiang Chen dulu juga sumpah ingin menulis lagu untukku, hasilnya malah sampah. Akhirnya dia tetap harus pergi minta lagu orang lain."
"Ahem, Kak, jangan bahas urusan pribadimu... Aku nyanyi dulu ya?"
"Baiklah, nyanyikan. Biar kulihat level cowok kecil di sampingmu itu," nada bicara Jiang Siyao masih kesal, seolah teringat kembali pada Jiang Chen...
Yang Xi menyesuaikan posisi gitar dan mikrofon, meletakkan telepon di tempat yang tepat. Lagu pertama yang dinyanyikannya adalah "Bintang Tercerah di Langit Malam" karya Ren He. Setelah lagu pertama selesai tanpa jeda langsung menyanyikan "Gunung Nan Selatan", lalu dilanjutkan dengan "Lagu Kekuatan Ajaib".
Saat selesai menyanyi, Yang Xi sendiri malah merasa senang. Memikirkan dirinya tiba-tiba memiliki tiga lagu bagus, ia tak tahan mengambil telepon dan bertanya: "Kak, gimana?"
Hasilnya, di seberang telepon hanya keheningan yang berkepanjangan. Jiang Siyao tiba-tiba menarik napas dalam-dalam dan berkata: "Apa ayahmu membantu mencari penulis lagu top untukmu?"
"Nggak kok, ini teman sekelasku. Semua lagu ini dia yang tulis," jelas Yang Xi: "Dia sendiri juga nyanyi bagus, tapi nggak berniat terjun ke jalur ini."
"Teman sekelasmu?!"
"Iya?"
"Kamu yakin?"
"Yakin kok," Yang Xi agak penasaran, ada apa dengan sepupunya ini.
"Bisa nggak dia juga nulis lagu untukku? Album berikutnya masih kurang satu lagu utama..." Jiang Siyao tiba-tiba mengajukan permintaan ini, membuat Yang Xi kaget. Sejujurnya, saat mengetahui lagu Yang Xi ditulis teman sekelas, Jiang Siyao awalnya mendengarkan dengan sikap mental menghibur sepupu. Tapi setelah mendengar, rasa terpana yang dirasakan sungguh tak terucapkan!
"Keterpanaan ini terutama berasal dari sikap meremehkannya sebelumnya, kontrasnya begitu mencolok!"
"Di dunia hiburan saat ini, lagu enak didengar yang bisa dianggap berkualitas hanya segelintir. Teman sekelas Yang Xi ini memberikannya tiga lagu sekaligus?!"
