Pagi hari pukul 7, Ren He sudah berangkat sekolah. Setelah makan beberapa suap, langsung mulai menyelesaikan misi hari ini!
Pemilik warung sarapan terperanjat melihat tubuh Ren He yang tampak semakin kokoh, dengan pancaran esensi vital, energi spiritual, dan semangat yang jarang terlihat. Tapi tepat saat ingin memujinya, tiba-tiba dia menutup mulut...
Ada bayangan hidup...
Sesampai di sekolah, Ren He kaget melihat Li Luohe sedang berjalan melintasi lapangan menuju gedung sekolah. Setelah insiden Liu Yinghai muntah itu, entah dia sudah sadar atau belum...?
“Selamat pagi Pak Li,” Ren He menyapa Li Luohe sambil melakukan pemanasan di tepi lapangan.
Li Luohe mengangkat alis tipisnya saat mendengar sapaan itu, bintik-bintik penuaan di wajahnya terlihat semakin menjijikkan. Dengan nada datar ia berkata: "Kamu minggir kelas kemarin siang ya? Sekolah saja masih bolos, apa orangtuamu membayar uang sekolah untuk ini? Tapi baguslah, setidaknya kamu tak memengaruhi teman lain, lebih baik kamu..."
Di tengah kalimat Li Luohe, Ren He sudah malas mendengar ocehannya dan mulai menjalankan misi. Wajah Li Luohe menjadi hijau kebencian: "Aku sedang bicara denganmu, berhenti kau!"
Melihat Ren He semakin jauh berlari, Li Luohe berteriak gemetar: "Suruh kau berhenti!"
Tapi Ren He sama sekali tak berniat menghiraukannya, terus berlari. Lagipula misinya dibatasi waktu, tak bisa berhenti. Pagi-pagi sudah muncul mengganggu, menjengkelkan! Mau ngomong sama siapa silakan, Kakak tak mau termakan ini. Beraninya usir aku!
Li Luohe tak berdaya, tapi separuh kalimat yang tertahan di hatinya membuatnya jengkel. Empat puluh tahun mengajar, belum pernah dia temui murid bermasalah seperti ini, tak menghormati guru! Bahkan ada yang lebih parah, menyerang guru terang-terangan! Masih ada hukum tidak?!
Dia berlari mengejar Ren He sambil berniat berbicara. Tapi Ren He yang sudah pemanasan langsung mempercepat lari. Li Luohe terengah-engah melihat kecepatan Ren He yang kian menjadi... Berhenti lari!
Li Luohe merasa seumur hidupnya tak pernah sebanyak ini menahan rasa kesal... Terlalu memuakkan!
Saat mencapai lap ke-16, Ren He melirik jam tangannya. Tingkat kelelahan fisik masih bisa ditoleransi. Tinggal 3 menit lagi. Asal berlari sekuat tenaga pasti bisa menyelesaikan misi, dan dia HARUS melakukannya! Matanya menyapu tepi lapangan tempat Li Luohe berdiri dengan wajah pucat pasi, masih menunggu dirinya berhenti untuk melanjutkan ceramah? Ternyata guru ini cukup tahan banting...
Dalam 3 menit terakhir, Ren He kembali meningkatkan kecepatannya!
Misi dari Sistem Hukuman Langit ini memang dirancang untuk memeras seluruh potensinya. Tidak mengorbankan nyawa tidak akan berhasil! Awalnya Li Luohe berniat menunggu si murid bermasalah ini selesai lari lalu melanjutkan teguran. Tapi ketika Ren He mulai sprint di akhir, tiba-tiba guru tua itu merasa seperti melihat anak didiknya melesat bak terbang!
Dalam pengalaman mengajarnya yang puluhan tahun, adakah murid yang pernah lari secepat ini? Mungkin ada, mungkin tidak. Sebagai wali kelas, urusan olahraga memang jarang jadi perhatiannya.
Buat apa susah-susah latihan fisik? Berapa banyak yang bisa jadi atlet nasional? Mau makan dari tenaga fisik ketika dewasa nanti?
Li Luohe yang telah menjalankan pendidikan metode spoon-feeding secara langsung selama 40 tahun dalam sistem fisik hanya percaya bahwa pendidikan formallah satu-satunya jalan keluar, tidak percaya yang lain.
Saat ini siswa sudah mulai datang terus-menerus ke sekolah, kebetulan Ren He baru selesai lari. Tidak banyak yang melihat karena ia sengaja bersikap rendah hati, toh tujuannya hanya menyelesaikan misi tanpa berencana menjadi terkenal.
Tiba-tiba terdengar teriakan dari kejauhan lapangan: "Ren He! Ren He!"
Ren He menoleh tajam dan tertegun, Lao Zhou? Kenapa ia muncul di Luocheng pagi-pagi begini?
Oh iya, kemarin dengar ia akan menandatangani kontrak hak cipta Kunlun. Tapi kukira cukup mengutus editor kontrak biasa, tak disangka ia datang sendiri.
Ren He yang telah menyelesaikan misi berjalan mendekati Zhou Wumeng sambil mendengar sistem berkata: "Inang berhasil menyelesaikan misi terbatas waktu. Hadiah: penguasaan jurus bela diri khusus."
"Hah, kok hadiahnya ini lagi? Aku kan nggak ada niat berantem sama siapa-siapa. Jangan-jangan Sistem Hukuman Langit takut aku kecelakaan, jadi dikasih skill bela diri buat bertahan? Biar nggak cepat bersujud, terus nggak ada yang bikin karya di industri hiburan?"
"Bisa jadi sih... Kalau lihat sifat Sistem Hukuman Langit, prinsip pertama pasti melarang Ren He dapat sesuatu tanpa usaha. Prinsip kedua mungkin memastikan dia bisa terus menciptakan karya... Entah gimana logikanya."
"Apa sistem ini punya pola pikir sendiri? Ren He nggak tahu, dan buat siniat juga nggak tertarik cari tau. Yang pasti benda ini udah ngejebak dia berkali-kali..."
Dia mendekati Zhou Wumeng: "Wah, Bapak kok sampai datang, tamu langka nih."
"Jangan ngaco! Langsung jawab aja, apa masih punya naskah cadangan?" Zhou Wumeng bertanya serius.
"Telepon buat ngejar update masih kurang greget, sampe dateng langsung ke lokasi?!" Ren He bengong. Tokoh besar sastra kok sifatnya kayak gini?
"Cepetan, ada naskah cadangan atau nggak?" Zhou Wumeng mulai tak sabar.
"Ada sih ada..."
“Berapa?”
“Sekitar 9000 karakter?”
“Di mana?”
“Di ponsel...”
“Keluarkan ponselmu, cepat!” Zhou Wumeng mendesak, “Aku harus memeriksa kualitas lanjutannya dulu untuk memastikan novelmu sepadan dengan royalti setinggi itu.”
Brengsek, minta update kok pakai alasan mulia segala? Ren He pasrah memberikan ponselnya: “Ayo, mungkin kamu belum sarapan. Aku traktir youtiao dan susu kedelai.”
“Duit sebanyak ini cuma mentraktir saya susu kedelai?” Zhou Wumeng memandang rendah.
“Pagi-pagi begini mau makan lobster juga belum ada yang jual. Sudah, jangan bertele-tele lagi!” Ren He menarik lengan Lao Zhou.
“Kamu tidak perlu sekolah?” Zhou Wumeng tiba-tiba teringat kewajiban sekolah Ren He.
“Ah, sekolah atau tidak di sini sama saja. Wali kelasku malah lebih senang kalau aku tidak masuk. Pagi tadi khusus ngobrol bilang bolosku itu berkah buat teman sekelas,” kata Ren He sambil terkekeh.
“Gurumu ini bagaimana sih? Sungguh keterlaluan, seharusnya menyelamatkan murid, mana ada prinsip mengusir siswa keluar? Apa tidak punya etika guru?” Zhou Wumeng naik pitam mendengar perkataan Ren He. Begitu dengar langsung ia merasa guru ini sangat payah!
"Sudahlah, saya saja belum marah, ngapa Anda yang emosi? Kebetulan saya baru selesai lari dan lapar lagi, cepatlah kita makan," desak Ren He. Tak disangka si Lao Zhou punya rasa keadilan kuat, hampir saja balik ke sekolah untuk membela haknya. Ren He buru-buru menahan si orang tua dan menariknya keluar.
"Tahukah kamu seberapa populer Kunlun-mu di wilayah Jing-Jin-Ji sekarang?" Zhou Wumeng tersenyum menceritakan pemandangan warga ibukota yang antre berebut Koran Ibukota. Itu adalah penjualan yang ia idamkan selama puluhan tahun menjadi pemimpin redaksi.
Ren He mendengar lalu merenung selama 5 detik: "Kalau begitu tidak bisa, royalti harus ditambah..."
"Enyahlah Enyahlah Enyahlah, kubilang ini untuk membuatmu bangga, bukan untuk menaikkan harga seenaknya!" Zhou Wumeng hampir memutar bola matanya. Di usianya yang senja ini, entah mengapa ia suka berdebat dengan bocah kecil ini, sejujurnya cukup menghibur.
"Oh... tidak naik ya tidak apa-apa..."
