Li Luohe menunggu di tepi lapangan untuk melanjutkan omelannya pada Ren He. Tapi baru saja Ren He selesai lari, langsung pergi bersama seorang orang tua...
Pergi...
Brengsek! Masih ada rasa hormat pada wali kelasnya tidak?!
Tapi sebenarnya kebanyakan orang dewasa ketika mengenang sebutan "wali kelas", saat sekolah merasa itu otoritas, setelah lulus hanya menganggapnya hal biasa.
Tiba-tiba Li Luohe tertegun. Mengapa wajah orang tua tadi terasa familiar? Sebagai guru bahasa yang hobi menulis artikel, selama ini kirimannya ke koran dan majalah selalu tenggelam ditelan waktu...
Namun di Tiongkok, siapapun yang pernah mengikuti perkembangan sastra pasti tidak mungkin tidak mengenal Zhou Wumeng!
Hati Li Luohe dipenuhi keterkejutan, mengapa Zhou Wumeng datang ke sekolah mencari Ren He? Apakah mereka kerabat?
Ia sama sekali tak pernah mengaitkan Ren He dengan dunia sastra. Murid bermasalah macam apa bisa menulis sesuatu? Karyanya sendiri yang dikirim ke korban dan majalah seumur hidup pun ditolak, masa anak kecil tak berkualifikasi seperti itu?
Maka ia yakin Ren He dan Zhou Wumeng pasti memiliki hubungan kerabat!
Sekarang pertanyaannya, haruskah ia mengenal Zhou Wumeng melalui Ren He? Li Luohe selalu merasa karyanya terpendam, bukan karena tak berbakat. Langkahnya tertatih menuju kantor guru, pikirannya dipenuhi bayangan mengenal Zhou Wumeng lewat Ren He, lalu tulisannya mengguncang langit...
Namun fakta akan membuktikan bahwa ini semua hanya khayalannya belaka...
Ren He dan Zhou Wumeng duduk di warung sarapan. Zhou Wumeng mengenakan kacamata baca sambil menyesap susu kedelai, tangannya erat memegang ponsel yang menampilkan bab baru Kunlun. Fokusnya begitu menyeluruh! Inikah rupa seorang tokoh besar sastra?!
Zhou Wumeng melemparkan map arsip ke Ren He sambil terus membaca: "Tanda tanganilah. Ini tidak akan merugikanmu, masih mengikuti format San Zi Jing. Pastikan Kunlun ditulis dengan baik, novel ini akan memberimu keuntungan yang sulit dibayangkan. Era kita mengalami kekosongan budaya, karya bagus sekecil apapun pasti akan mencuat. Masyarakat membutuhkannya - kehidupan mereka terlalu hampa setelah kemakmuran materi. Kunlun muncul tepat waktu, bagai penyelamat waktu luang semua orang."
Hal ini Ren He percayai. Jika Kunlun benar-benar sepanas itu saat ini, pendapatannya belum tentu lebih rendah dari Kitab Suci. Perlu diketahui, selama bertahun-tahun di kehidupan sebelumnya, puncak daftar penulis terkaya selalu ditempati oleh penulis buku fisik. Sementara saat ini, sastra web belum benar-benar berkembang - ini tahun 2005, arus utama masih didominasi sastra fisik.
Namun jika Kitab Suci benar-benar bisa mencapai Puncak Kekuasaan di tahap akhir, hasilnya pun tak akan kalah. Ya, harapan Ren He untuk Kitab Suci jauh melampaui imajinasi para penulis di Shengshi Zhongwenwang. Di mata mereka, Kitab Suci mungkin hanya sekadar sensasi sesaat yang memberi modal bagi Ren He untuk mengejar tahta Dewa Tertinggi. Masalah menjadi Dewa Tertinggi, tunggu sampai buku kedua.
Soalnya di Shengshi Zhongwenwang belum ada preseden satu buku langsung jadi dewa! Sama sekali tidak!
Tapi Ren He tidak sepakat. Dalam konsepnya, Kitab Suci sampai sekarang belum benar-benar menunjukkan taringnya. Titik kekuatan sebenarnya akan muncul di angka 1 juta kata!
Sebab sebagian orang tidak mau membaca novel berseri yang belum selesai. Mereka baru akan memperhatikannya setelah tamat, atau enggan membaca karena jumlah katanya masih terlalu sedikit dan dirasa kurang memuaskan.
Jadi banyak orang menimbun buku ini, menunggu sampai mencapai jumlah kata tertentu baru mulai membacanya!
Zhou Wumeng berkata dengan penuh perhatian: "Aku pernah melihat banyak yang disebut jenius, ada yang bisa mengingat semuanya setelah sekali baca, ada yang masuk universitas top di usia 12 tahun. Tapi menurutku, kamu mungkin yang paling jenius yang pernah kulihat. Namun semakin kuat kemampuanmu, semakin banyak godaan yang menghampiri, karena pilihan mereka terlalu banyak. Jadi sebagian orang tersesat di jalan kehidupan, kuharap kau bisa menjaga baik-baik bakatmu ini."
Ren He merasa agak canggung. Dia hampir tak enak hati merespons, meskipun mencontek novel ini adalah hasil menyelesaikan misi dengan kemampuannya sendiri, tapi mengaku sebagai jenius terdengar terlalu dipaksakan.
Lagipula, menulis novel tetap hanya pekerjaan sampingan...
Kalau dikatakan dia terlahir kembali hanya untuk memajukan seni sastra Tiongkok, itu terlalu meninggikan dirinya.
Tapi Ren He tak tega mematahkan semangat Zhou Wumeng, hanya bisa berjanji samar bahwa dia pasti akan rajin update Kunlun!
Zhou Wumeng pergi dengan wajah memenuhi standar setelah membaca update, dan terus meminta Ren He untuk segera mengirimkan naskahnya setiap kali selesai menulis satu segmen alur...
Setelah mengantar Zhou Wumeng pergi, Ren He kembali ke kelas dengan santai. Xu Nuo bergumam pelan, "Akhir-akhir ini kau terlalu liar, berani bolos kelas di pagi hari?"
"Li Luohe sendiri yang mengizinkanku bolos," kata Ren He dengan berdiri di atas kebenaran.
Xu Nuo si pria gemuk terkejut: "Sekenak itu? Bagaimana caramu?"
"Coba kau lompat dari gedung beberapa kali, mungkin bisa dapat izin juga," Ren He mengangkat bahu.
Ini seperti mempertaruhkan nyawa untuk bolos. Setelah berpikir, Xu Nuo merasa lebih baik tetap patuh di kelas.
Begitu duduk, Ren He menyelipkan surat lipatan rapi ke Yang Xi. Sensasi pacaran ala SMP/SMA ini memberi rangsangan kecil, seperti memiliki rahasia bersama yang tak ingin dibocorkan.
Hanya saja hingga kini tak satu pun dari mereka yang secara serius mengangkat masalah ini, juga tidak ada penolakan tegas.
Seperti mentari jingga di balik lapisan awan saat senja, samar, lembut, dan hangat.
Yang Xi terkejut dengan kecepatan Ren He menulis lagu - termasuk lagu untuk Jiang Siyao, ini sudah yang keberapa?
Semalam Jiang Siyao mengirimkan demo tiga lagu, pertama untuk berbagi dengan Yang Xi, kedua berharap melalui Yang Xi, Ren He bisa mendengar dan memberi saran aransemen yang lebih baik.
Tentu ini hanya tindakan spontan. Jiang Siyao juga berpikir, menciptakan lagu dengan proses aransemen akhir memang berbeda jauh. Remaja SMA seperti Ren He yang bahkan belum pernah masuk studio rekaman, saran darinya kemungkinan tidak terlalu bermakna.
Namun pada akhirnya, entah mengapa di hati Jiang Siyao masih tersisa seberkas harapan.
Yang Xi membuka kertas surat dan melirik. Sejak melihat notasi lagu, melodi utama lagu ini langsung muncul di benaknya. Bagus! Hampir seketika itu juga Yang Xi tersentuh, seolah lagu ini sendiri memiliki daya pikat magis.
Tapi gaya liriknya agak aneh ya...
Faktanya, lagu-lagu Jay Chou bagi banyak orang memang seperti sihir. Tentu saja, yang tidak menyukainya juga banyak. Ini wajar, tak ada yang bisa disukai semua orang, juga tak ada yang bisa dibenci semua orang.
Bahkan Guo Moruo yang paling menjijikkan bagi Ren He - intelektual tak tahu malu, mesum, hina, oportunis - bahkan orang seperti ini pun pernah secara misterius disukai seseorang.
Hal seperti ini bagai lalat menyukai kotoran, tak bisa dijelaskan dengan logika...
Ren He berpikir sejenak lalu menyelipkan catatan kecil untuk Yang Xi: "Aku harus menyanyikan lagu ini untukmu, kalau tidak mungkin kau tidak akan mengerti seperti apa sebenarnya..."
Sementara Ren He sedang berburu cewek, pintu gerbang Kelompok Media Ibukota tiba-tiba diblokir. Spanduk raksasa terpampang di depan: "MENUNTUT KUNLUN DITERBITKAN SETIAP HARI!"
