Perlindungan hak kekayaan intelektual di dunia paralel sangat ketat, sampai-sampai Kunlun hingga kini belum memiliki versi online. Hal ini justru membatasi penyebaran sebagian popularitasnya.
Banyak daerah di luar Jing-Jin-Ji yang sudah tahu ada novel silat ini sedang digandrungi dengan gila-gilaan. Namun mereka tidak bisa membacanya. Yang ingin membaca harus minta tolong teman di daerah Jing-Jin-Ji untuk mengirimkan, tapi ini hanya terjadi pada beberapa kasus.
Tapi Ren He merasa ini bukan masalah, karena cepat atau lambat Kun Lun akan menjadi panas membara di seluruh Tiongkok.
Di dalam bilik, semua orang kecuali Yang Xi tidak tahu bahwa penulis novel yang mereka bahas sedang duduk di sana. Yang Xi memperhatikan Ren He yang asyik mendengar orang lain membahas novelnya sendiri, bahkan sesekali mengangguk dan berkata: "Hmm, novel ini memang sangat bagus, selera kalian luar biasa."
Dia hampir tidak bisa menahan tawa!
Kok ada orang yang brengsek seperti ini?!
Setiap kali ada yang memuji kehebatan Kun Lun, Ren He langsung menimpali: "Iya iya, aku juga sependapat."
Rupanya ia benar-benar tidak takut ada yang tahu kebenaran di ruangan ini... Semakin Yang Xi mendengar, semakin menikmati melihat profil wajah Ren He. Seorang jenius musik yang menulis novel silat laris manis, kalau orang seperti ini tidak punya keanehan, justru akan terasa tak nyata di matanya.
Lagipula ini belum tentu bisa disebut keanehan.
Selama itu, Ren He juga mengetahui bahwa Huangfu Zhuri benar-benar seorang pencinta olahraga ekstrem sejati. Hanya saja setelah minum arak, dia bicara jujur. Karena masalah postur tubuhnya, dia sering jadi bahan lelucon, tapi dia tetap ingin bermain olahraga ekstrem.
Sementara Xia Yuting sudah membintangi beberapa drama televisi berbiaya rendah sejak semester pertama kuliah. Seorang teman lainnya yang hura-hura di ibukota, selama makan terus mengintip Xia Yuting diam-diam. Mungkin masuk ke ibukota juga demi Xia Yuting.
Perasaan santai ngobrol ngalor-ngidul seperti ini membuat Ren He merasa nyaman. Menjelang bubaran, dia menepuk bahu Huangfu Zhuri dengan nada bermakna: "Zhuri, kalau benar-benar ada kesempatan, aku akan ajakmu main olahraga ekstrem."
Tapi tak ada yang mempedulikan ucapan ini, kecuali Duan Xiaolou.
Saat pulang malam hari, setelah memberangkatkan Xu Nuo, Ren He menemani Yang Xi berjalan ke arah rumahnya. Tiba-tiba Yang Xi bertanya sambil tersenyum: "Kapan serial Kunlun akan tamat? Apakah Liu Yingying dan Liang Xiao akhirnya bersatu?"
Yang dia maksud adalah pasangan protagonis pria dan wanita dalam Kunlun, pertanyaan yang cukup mengusik hatinya.
Ren He tertegun sejenak. Dia mengira Yang Xi sudah lupa, mengingat dulu hanya sekadar menyinggung sepintas, sehingga berani memuji novel Kunlun dengan sangat brengsek tadi...
Hush, ini mulai geli di selangkangan...
"Itu... Kunlun masih akan berseri sekitar 30 edisi lagi, total 950 ribu karakter. Untuk pertanyaanmu... lebih baik tidak bocorin spoiler," kata Ren He canggung sambil menggerakkan bibirnya. Tak disangka sang gadis tidak hanya ingat Kunlun karyanya, tapi juga membacanya dengan serius.
Tiba-tiba Yang Xi tertawa terbahak: "Sudah, kamu tidak perlu canggung lagi. Menurutku sikapmu tadi cukup menghibur."
Ren He menggaruk rahang bawahnya lalu tiba-tiba tertawa: "Hebat kamu, sudah tahu dari awal, malah mengintip di samping sambil menikmati lelucon."
"Lupakan ini, mari bahas rencanamu," Yang Xi berhenti di bawah lampu jalan, matanya penuh harapan akan kejutan yang Ren He janjikan untuk liburan musim dingin ini.
"Rencana? Takdir ilahi tidak boleh bocor, nanti juga tahu saat sampai!" Ren He sengaja menggantung penasaran: "2 hari lagi kita berangkat meninggalkan Luocheng!"
"Ke mana?"
"Rahasia!"
"Hei, cepat beri tahu aku!" seru Yang Xi dengan nada kesal.
"Tidak bisa, kalau kuberi tahu bukan kejutan lagi dong?" Ren He melanjutkan langkah, tapi tiba-tiba tangannya ditarik Yang Xi.
Di bawah cahaya lampu jalan kekuningan, pemuda dan gadis itu saling bertatapan. Waktu seakan Beku di tempat. Jantung Yang Xi berdebar kencang, lampu neon di atas kepala mereka berkilau seperti mimpi penuh warna.
"Tunggu sebentar," Ren He tiba-tiba berkata. Ia segera pergi ke supermarket terdekat membeli kertas surat dan pulpen, lalu berbaring di konter rumah tangga itu mulai menulis. Yang Xi tertegun di bawah lampu jalan, tak mengerti maksudnya. Apakah inspirasi tiba-tiba datang untuk menulis lagu?
Ren He sudah menulis 5 lagu. Dari janji 10 lagu, masih tersisa 5. Yang Xi terus penasaran seperti apa 5 lagu sisanya. Lagu apa kali ini? Harapan mulai menggelora di hatinya.
Tak lama Ren He kembali berlari, menyodorkan kertas terlipat pada Yang Xi. Gadis itu tak bisa menahan senyum. Setiap kali memberi partitur lagu, pria ini selalu berlagak seperti menyerahkan surat cinta.
Ia menarik dengan kasar kertas terlipat itu dan membukanya, tapi tiba-tiba terpaku... Kali ini... Benarkah ini surat cinta?
Tak ada not balok, tak ada nada. Hanya segumpal kalimat yang tinggallah.
Saat dia terus membaca, suara Ren He terdengar di telinganya: "Kau menari di atas panggung dengan kebanggaan dan kecantikanmu sendiri, sementara aku diam dalam kegelapan sunyi di luar panggungmu. Aku pernah berharap menghabiskan sisa waktuku yang terbatas hanya untuk terus terpaku menatap, terpaku, terpaku, hingga aku berubah menjadi patung atau debu seiring aliran waktu. Tapi ketika tak lagi sanggup menahan kesepian dan keterasingan dalam kegelapan ini, kukumpulkan setangkai bunga lili yang tak kunjung layu selama bertahun-tahun dan kutaruh di samping satu-satunya lampu.
Lihatlah kelopak yang tertiup angin ini? Lihatlah mataku sebelum helai terakhir berubah menjadi abu..."
Yang Xi mengangkat kepalanya menatap langsung ke arah Ren He. Ren He tiba-tiba tersenyum lebar, memperlihatkan gigi putih rapi yang seperti orang bodoh polos: "Aku suka padamu."
"Aku juga," kata Yang Xi dengan hati yang tenang luar biasa. Dia telah membayangkan situasi ini berkali-kali, namun saat benar-benar terjadi, dia tiba-tiba menyadari bahwa sejak lama hatinya telah menerima segalanya.
Tapi tiba-tiba dia bertanya, "Kabarnya dulu kamu pernah naksir Duan Xiaolou?"
"Hei, kenapa berubah sikap secepat ini?" wajah Ren He berubah gelap.
"Kenapa? Merasa bersalah?" Yang Xi mengangkat kepala menatap tajam mata Ren Her penuh rasa ingin tahu, "Naksir diam-diam ya sudah biasa, ngapain malu mengaku."
"Ayo cepat, kuantar kamu pulang," Ren He mempercepat langkah sambil berbalik. Dia tak bisa menjelaskan itu terjadi sebelum perjalanan waktunya, sebenarnya Duan Xiaolou bukan tipe yang dia sukai setelah, tapi semua ini tak bisa dijelaskan.
Tapi Yang Xi takkan melepaskannya begitu saja. Bagaimanapun gadis mandiri, dalam hal ini sebenarnya serupa dengan sedikit perbedaan. Dari belakang dia tertawa, "Baiklah, tidak bahas ini lagi. Lalu dua hari lagi mau dibawa ke mana aku?"
"Rahasia, nanti kamu akan tahu!" Ren He tetap tidak mau bicara. Baginya, ini adalah perjalanan impian masa mudanya yang dulu tak sempat terwujud. Di kehidupan sebelumnya, ia tidak punya kesempatan untuk melakukan ini, tapi kali ini, ia akan membawa Yang Xi bersama!
Tiba-tiba Sistem Hukuman Langit mengeluarkan misi: "Tugas: Selesaikan satu karya kreatif, batas waktu 1 bulan. Hukuman jika gagal: impotensi 100 hari." Misi ini muncul karena Ren He mencontek isi surat cinta yang sebenarnya merupakan kutipan dari novel《Pemuda di Tempat Ini》karya Yang Kang di kehidupan sebelumnya. Tapi brengsek, kenapa tiba-tiba hukumannya berubah?! Hukuman macam apa ini?! Gue baru saja punya pacar, lalu kamu memberikan hukuman memalukan seperti ini, maksudmu apa?!
Ternyata memang tidak membiarkannya beristirahat. Baru saja berniat berhenti sebentar, eh tugas langsung datang. Tapi kali ini Sistem Hukuman Langit cukup memberi muka dengan memberikan tenggat waktu satu bulan!
Ren He semakin yakin bahwa Sistem Hukuman Langit ini memiliki pola pikirnya sendiri.
