Keesokan harinya Ren He berhasil menyelesaikan misi lari 5.000 meter plus push-up, membuatnya kelelahan. Tapi mulai hari ini dia akhirnya punya skill tetap sendiri... Ramuan Muntah!
Ini sama sekali tidak keren, brengsek!
Paket hadiah perjalanan waktuku pasti bonus isi pulsa. Orang lain pada puas, sementara aku harus berhadapan dengan Sistem Hukuman Langit yang bikin geli di selangkangan ini!
Tapi lebih baik daripada tidak. Setidaknya ini kemampuan aneh. Entar kalau banyak orang muntah di sekitarku, jangan-jangan ada yang curiga?
Sudahlah, lagipula aku tidak sering pakai. Asal jangan banyak-banyak muncul orang seperti Li Luohe atau Liu Yinghai saja. Era harmonis sosial harus mengutamakan kedamaian!
Libur musim dingin tapi rumah tetap sepi. Ayah Ren dan Ibu Ren sibuk sampai lupa Ren He punya liburan, atau mungkin malah tidak tahu kapan liburannya. Jadi dia tetap merdeka.
Besok tinggal menyelesaikan satu misi lagi, baru bisa berangkat!
Namun di saat seperti ini, Xu Nuo tiba-tiba menelepon: "Ren He, ada orang di rumahmu? Tolongin gue!"
"Ada masalah apa? Apa papamu menghubungi Li Luohe?" tanya Ren He heran. Bukannya Li Luohe sudah gila? Kok masih bisa melaporkan performanya ke orang tua?
"Ribet ceritanya. Bukan masalah nilai. Papaku tiba-tiba tahu dari sepupuku kalau aku diam-diam bantu kerjaan sepupu. Entah kenapa dia langsung marah besar, bilang aku cuma sibuk urusan ga jelas dan nggak belajar!" Nada bicara Xu Nuo dipenuhi geli di selangkangan.
"Gimana mau nolongin? Siapa yang bisa larang bapak mukulin anak sendiri? Polisi aja biasanya nggak mau urusin hal seperti ini." Ren He mencoba menghibur dengan diplomatis: "Santai aja, paling cuma kena beku sebentar..."
"Yang parah papaku udah hancurkan komputer! Ke depannya gue mau gimana ini?!"
Oh... ini sih gampang, Ren He berpikir sejenak lalu berkata: "Santai, laptopku kupinjamkan dulu untukmu."
Sejujurnya, dia berniat langsung membelikan laptop untuk Xu Nuo. Uang di kehidupan ini tidak terlalu bermakna baginya, hasil jerih payahnya digunakan untuk mewujudkan mimpinya sendiri sekaligus membantu teman mewujudkan mimpi mereka juga bukan hal mustahil.
Siang itu awalnya dia janji dengan Yang Xi ke atap gedung untuk latihan nyanyi, tapi karena ulah Xu Nuo, Ren He langsung menggandeng Yang Xi ke pusat elektronik beli laptop. Saldo kartunya ada 2 jutaan lebih, dengan karakter Si Tukang Pamer-nya, tentu harus dihambur-hamburkan baru puas...
Si tukang pamer harus punya gaya tukang pamer!
Tak hanya membelikan laptop terbaik yang ada stoknya di kota kecil Luocheng untuk Xu Nuo, laptopnya sendiri juga ikut diganti. Ingin menghadiahkan ke Yang Xi, tapi Yang Xi sama sekali tidak mau menerimanya.
Yang Xi penasaran: "Dari mana kamu dapat uang sebanyak ini?"
“Sepupu perempuanmu membeli 3 lagu dariku, kamu lupa? Ada juga honorarium dari Kunlun,” Ren He sama sekali tidak menyembunyikan, hanya saja tidak menjelaskan kemampuan menghasilkan uang dari menulis novelnya.
“Sekarang kamu terlihat seperti Si Tukang Pamer,” kata Yang Xi sambil tertawa memandangi Ren He.
“Ini baru permulaan. Kalau benar-benar jadi tukang pamer, aku akan beli yang termahal, bukan yang tepat. Beli beberapa rumah untuk ditunggu naik harganya, tinggal satu sisanya disimpan...” ujar Ren He dengan riang.
“Sudah, sudah,” Yang Xi mendorongnya keluar dari komputer: “Hubungan kalian sangat erat ya, sampai berani memberi hadiah semahal ini.”
“Ini namanya investasi jangka panjang. Pria gemuk itu kalian anggap bodoh, tapi bagiku dia permata. Banyak rencananya mungkin akan kuserahkan padanya,” jelas Ren He. “Sistem pendidikan kita tidak mengajar sesuai bakat. Dia bisa mulai menerima job hanya dengan belajar otodidak. Bayangkan kalau ada yang benar-benar membimbingnya, bisa mencapai pencapaian seperti apa nanti.”
Setelah hubungan mereka secara samar-samar terkonfirmasi kemarin malam, Yang Xi menyadari Ren He memang sangat cerewet. Tapi inilah cinta pertama Yang Xi. Di matanya, pemuda di hadapannya ini sempurna dari segala sisi.
Pemuda yang ajaib.
Semalam sahabat dekat Song Ci menelepon untuk berdiskusi tentang alur cerita Kunlun. Setiap kali temannya memuji novel tersebut, Yang Xi langsung menyambut: "Benar, penulis buku ini pasti seorang jenius."
Di tengah obrolan, tiba-tiba ia tertawa sendiri. Seolah tertular Ren He, ia pun mulai bersikap sedikit brengsek. Tapi perasaan ini bagai buah paling manis yang dinikmati saat tenggelam dalam mimpi indah masa remaja.
Setiap orang pasti akan pacaran, cepat atau lambat. Yang Xi bersyukur bisa bertemu Ren He di usia 16. Bertahun-tahun kemudian, ketika teringat masa-masa itu, ia menyadari semua kejutan dan sukacita dalam hidupnya berawal dari tahun tersebut.
Malam hari ketika Ren He mengajak Yang Xi dan Xu Nuo makan di Rumah Mungil dekat pintu rumah Yang Xi, saat Ren He menaruh notebook berdesain elegan ke pelukan pria gemuk itu, si pria gemuk hampir menangis: "Ini pasti baru dibeli, yang lama pasti tidak seperti ini."
"Jangan sampai menangis, nanti orang mengira ada kesalahpahaman antara kita," Ren He menghentikan drama sentimental pria gemuk itu: "Terus terang ini investasiku, aku tertarik pada kemampuan pemrogramanmu. Jangan sia-siakan bakatmu. Tahukah kau, masyarakat pasti akan memasuki era komputer dan internet. Meski gelembung pecah sebelumnya mengerikan, ini lintasan sejarah wajib perkembangan masa depan. Aku ingin naik kereta itu, dan kau mungkin menjadi tumpuan terbesarku dalam mengejar zaman. Jadi kau harus memperkaya diri dan bersamaku menanti kesempatan."
Xu Nuo dibuat bingung oleh perkataan Ren He. Pemuda 16 tahun itu belum pernah memikirkan hal-hal seperti ini, bahkan agak sulit memahami sebagian ucapannya.
"Tapi ia selalu merasa pasti akan ada rencana besar di masa depan, jadi demi masa depan yang disebutkan Ren He, ia harus berusaha lebih keras."
"Makan, makan! Liburan musim dingin masih permulaan, nikmati hidup dulu!" Ren He berkeriapan: "Tapi sepertinya kau tidak dipukul ya? Apa Ayahmu kali ini berubah penuh kasih?"
"Ibu yang menghalangi. Tahun lalu dipukul terlalu kejam, Ibu takut tahun ini langsung membuatku tak bisa dipulihkan..." Xu Nuo berkata dengan wajah getir.
"Brengsek, ini belajar pemrograman dengan taruhan nyawa!" Ren He menggeretakkan gigi: "Laptop ini harus kau sembunyikan baik-baik. Hancurkan satu lagi tidak masalah, yang kutakutkan kau mati muda."
Di tengah perjalanan mengantar Yang Xi pulang malam itu, Ren He tiba-tiba menyadari Yang Xi berhenti di gerakang perumahan. Tak jauh di hadapannya, berdiri seorang perempuan paruh baya berpenampilan anggun dengan pakaian rapih dan tegas. Sorot matanya bolak-balik mengamati Ren He dan Yang Xi - lembut saat memandang Yang Xi, tapi aura pembunuh yang menusuk langsung ke wajah Ren He...
Dari cara berpakaian dan aura yang dipancarkan, perempuan ini jelas berasal dari kelas elit sosial. Dari ekspresinya... Jangan-jangan setelah calon mertua pergi, sekarang giliran ibu mertua yang datang!?
