Jika hadiah untuk poin fisik masih bisa dipahami Ren He, karena itu menambah kekuatan nyata yang bisa dirasakan.
Tapi daya tarik ini apaan lagi? Benda ini terlalu mistis dan tidak nyata.
Sudahlah, yang terpenting sekarang adalah rencananya sendiri.
Saat fajar menyingsing, Ren He sudah mengenakan baju rapi dan turun ke bawah. Ini pertama kalinya dia mengendarai mobil yang baru dibelinya. Sepeda yang sebelumnya dipesan khusus juga terbaring diam di bagasi.
Jarak Luocheng ke ibukota melalui tol sepanjang 809 kilometer. Berangkat pukul 7 pagi, jika ngebut bahkan bisa tiba sebelum siang. Tentu ini perhitungan waktu secara teori.
Sejak kemarin dia sengaja tak mengangkat telepon Yang Xi. Segala yang dilakukannya demi sebuah kejutan dan sukacita besar.
Hal paling perih di hati dalam Cinta adalah bertemu orang yang paling ingin kau janjikan seluruh hidup, justru di waktu ketika kau tak berdaya membuat janji.
Namun dunia memberi Ren He kesempatan kedua. Ia memiliki kapasitas untuk berjanji, dan sosok yang ingin dijanjikannya. Saat raksasa itu melesat keluar kompleks menuju gerbang tol, lalu melaju kencang ke ibukota.
Jaket gelap dan topi hitam yang dikenakannya membuatnya terlihat rendah hati. Tapi mobilnya justru mencolok mata.
Bagi manusia biasa, membeli mobil super seharga jutaan masih bisa dimengerti, tapi membeli pikap mungkin selera agak ekstrem. Apalagi penumpangnya adalah seorang pemuda yang wajahnya masih sangat muda.
Beberapa orang teringat berita koran sebelumnya: Siswa SMP menghamburkan uang besar-besaran untuk membeli pikap mewah, mungkinkah ini mobil yang dimaksud?!
Pikap raksasa melaju di jalan tol, pepohonan di tepi jalan mundur dengan kecepatan tinggi. Angin musim gugur yang menusuk menampar bodi mobil, seolah sedang mengaum keras.
Perasaan Ren He tak pernah secerah ini. Setelah terlahir kembali dengan kemampuan menghasilkan uang, rasanya seperti melompat keluar dari lingkaran perjuangan hidup yang mengikat.
Tak perlu melihat ekspresi atasan, tak perlu memerhatikan raut wajah guru. Sekalipun mengundurkan diri, bukankah hidup tetap bisa berjalan?
Sebenarnya sepanjang hidup, banyak orang mengejar proses kebebasan - bukan kebebasan mutlak, tapi kebebasan untuk memiliki lebih banyak pilihan dalam hidup.
Sebuah kehidupan di mana kamu bisa pergi berziarah ke barat kapan saja, mengunjungi Jiuzhaigou sesukamu, atau bepergian ke luar negeri sesuka hati.
Sedangkan kehidupan lainnya hanya memiliki liburan singkat, tabungan yang minim, hanya bisa berwisata sekitar kabupaten, bahkan mungkin tak punya uang atau waktu libur sama sekali.
Ren He yakin sebagian besar orang akan memilih jenis kehidupan pertama, karena itu mewakili kemampuan untuk memilih dalam hidup.
Kehidupan seperti itu sudah hampir ia raih.
Satu-satunya kekurangan pikap ini di hati Ren He adalah... boros bahan bakar! Meski tangki bensinnya sudah dimodifikasi, tetap tak bisa menopang perjalanan 800 km. Saat berhenti di area servis Shijiazhuang, Ren He masuk untuk isi bensin sekalian buang air kecil. Kebetulan dua orang turun dari mobil sebelahnya menuju toilet.
Kemampuan memori super membuat Ren He menyapu sekilas busana kedua orang itu - terkesan bernuansa seniman, bukan kalangan tajir.
Tindakan bawah sadar ini murni refleks Ren He sekarang, tanpa maksud khusus.
"Tiba-tiba dua orang itu tertawa sambil berkata, "Malam ini Wang Quan ada pertunjukan di Houhai, sudah lebih setahun dia menghilang. Kira-kira karya apa yang akan dibawakan ya?""
""Haha, apapun karyanya, malam ini kita para pemusik folk harus mulai bergerak lagi. Kabarnya dia akan merilis lagu baru, setahun belakangan banyak yang ingin menginjak reputasinya untuk naik!""
""Wah, tahun lalu Wang Quan meledak lewat lagu 'Di Jalan', seluruh lingkaran folk mendukungnya. Wajar saja ada yang ingin mengerogoti reputasinya demi popularitas dan uang. Menurutku acara malam ini penting, kita tidak bisa disamakan dengan penyanyi pop yang sukses besar, harus bersatu untuk saling menghangatkan. Hari-hari folk memang sulit!""
""Sudahlah, malam nanti kita minum yang enak, siapa tahu dapat petualangan cinta.""
""Ah sudahlah, mana ada cewek yang mau lirik kita? Hahaha, mereka lebih suka cowok muda.""
Ren He merasa dua orang ini cukup menarik, tapi dia menangkap informasi penting: Malam ini akan ada tak terhitung penggemar folk berkumpul di Houhai!
Bukankah ini sesuai dengan rencananya? Tidak ada salahnya mengajak Yang Xi untuk melihat.
Dia mengisi bensin hingga penuh. Pegawai SPBU tampak tertegun melihat wajah mudanya: "Abang umur berapa tahun ini?"
"26, wajahku memang terlihat muda, haha!" Ren He tertawa sambil mengeluarkan uang, melompat ke pikap, menyalakan mesin, dan melanjutkan perjalanan!
Saat memasuki ibukota, Ren He terharu. Perbedaan antara Modu dan ibukota dengan kota lain sangat mencolok. Tak terhitung orang berjuang mati-matian di sini - ada yang termasyhur, ada yang keluar dengan tubuh babak belur dan darah segar mengalir.
Berapa banyak mimpi mengadu nasib di utara yang hancur dihantam realita?
Di balik gedung-gedung megah dan neon gemerlap, lebih banyak lagi orang yang kehilangan harapan, putus asa, dan terjerumus di tempat ini.
Yang Xi memeluk gitarnya di pekarangan depan rumah, menjentikkan senar tanpa tujuan. Di belakangnya berdiri villa megah, sementara di hadapannya mengalir air. Sudah sehari semalam ia tak bisa menghubungi Ren He. Yang Xi selalu merasa Ren He sedang merancang sesuatu, dan apa yang akan dilakukannya mungkin benar-benar mengguncang langit dan bumi - setidaknya bagi seorang siswa SMP.
Rumah kosong tak berpenghuni. Ibunya yang menjemputnya pulang langsung kembali ke perusahaan untuk melanjutkan pekerjaan. Gadis itu merasa sedih. Sang ibu bernama Su Ruqing, nama yang lembut namun karakternya tegas dan berkuasa.
Sebelum perceraian Yang En dan Su Ruqing, kedua pihak terus-menerus bertengkar. Masing-masing ingin mempertahankan gaya hidupnya sendiri. Sepertinya sifat keduanya terlalu keras, tak ada yang mau berkompromi.
Di luasnya ibukota ini, hatinya ingin menghubungi sahabat dekat. Namun Su Ruqing secara khusus berpesan agar jangan keluyuran sembarangan, menunggu sang ibu pulang malam nanti.
Jadi sampai sekarang dia belum berani menelepon Song Ci, kalau tidak pasti sulit menjelaskan mengapa sudah kembali tapi tidak menemui mereka.
Selain itu, yang paling dikhawatirkannya saat ini adalah Ren He.
Ren He sedang melakukan apa sekarang? Berada di mana?
Yang Xi pernah berfantasi seperti apa seharusnya kekasihnya, bahkan gadis kecil yang independen pun sesekali melintasi pikiran tak berambang seperti ini.
Menurutnya... seharusnya dia seperti seorang Kesatria, saat dirinya terjebak dalam kepungan, sang kekasih akan memimpin dengan gagah membawanya menerobos jalan berdarah! Di belakangnya, tak terasa sedikitpun dingin, punggungnya luas lembut namun hangat dan kokoh!
Yang Xi sendiri tertawa geli, "Apa yang kuperhatikan ini?"
Namun di tengah siang yang cerah ini, di atas batu tepi danau kompleks perumahan, ponsel Yang Xi berdering. Hampir melompat kegirangan mendengar suara khusus yang ditetapkan untuk Ren He ini!
Dengan hati-hati ia menekan tombol penerimaan dan mendekatkan ponsel ke telinga. Dari seberang saluran, Ren He tertawa samar: "Kau di mana? Aku sudah sampai di ibukota!"
Yang Xi tersenyum. Nada bicaranya persis seperti Kesatria Penjaga?!
