Mereka bermain di kebun binatang hingga jam 5 sore waktu tutup. Saat pergi, legenda tentang mereka telah tertinggal: Pemuda misterius dengan persediaan wortel pribadi, ahli memberi makan binatang...
Setelah berkeliling, Ren He membuat Yang Xi memahami suatu logika... Panda tidak makan wortel, dan satwa nasional selevel ini tak boleh diberi makan sembarangan.
Saat makan malam berdua, mereka tak sengaja mendengar orang di meja sebelah membahas dua lagu tantangan mereka kemarin. Keduanya saling tersenyum. Pengalaman semalam bagaikan rahasia pribadi yang hanya mereka berdua tahu. Berbagi rahasia ini membuat hubungan mereka semakin erat layaknya kelompok kecil yang kompak.
Ketika memikirkan rahasia ini, dunia hanya punya dua jenis manusia: yang tahu rahasia, dan yang tidak.
Dua jenis manusia ini jelas dibedakan dalam hati mereka.
Berkunjung ke ibukota, Ren He tentu tak boleh melewatkan Zhou Wumeng. Kebaikan orang tua ini selalu diingatnya. Ia menghubungi Zhou Wumeng: "Halo Pak Tua, aku sudah sampai ibukota. Aku traktir makan!"
Zhou Wumeng yang sedang mereview naskah di kantor Kelompok Media Ibukota langsung bersemangat: "Kapan kau sampai di sini?"
"Uh... baru sore tiba. Besok aku traktir ya," Ren He tak mungkin mengaku sudah sehari di ibukota baru menghubunginya.
“Untung kau tahu diri langsung menghubungi aku,” Zhou Wumeng tersenyum lebar: “Datang ke ibukota mentraktirku makan, aku akan membuatmu merogoh kocek dalam-dalam, lalu memberitahumu kabar baik!”
Kabar baik? Ren He bawah sadar langsung menduga ini mungkin terkait hak cipta Kunlun, jangan-jangan benar ada orang tajir seperti yang dikatakan Xia Yuting? Soal ancaman Zhou Wumeng akan membuatnya 'berdarah-darah', itu hal sepele. Sang tua tahu persis berapa honorarium yang didapatnya, juga kondisi keuangannya sekarang.
Lagipula watak asli Zhou Wumeng sangat ia pahami. Ucapan itu hanya retorika belaka, pasti tidak akan memilih tempat mahal. Sang tua sengaja berkata begitu karena tahu sifat pelitnya.
“Baik, besok akan kudengar kabar baik apa dari Bapak,” Ren He tersenyum lebar sambil menutup telepon.
Yang Xi mengambilkan semua daging sapi dari mangkuk mi kuahnya untuk Ren He: “Bapak Zhou Wumeng ya?”
“Hmm, memang dia. Kelancaran rilis Kunlun banyak berkat bantuannya,” Ren He menjelaskan. Tak ada yang perlu disembunyikan dari Yang Xi. Jika tak ditanya, dia tak akan pamer. Tapi jika ditanya, pasti dijawab jujur.
Tapi ada satu hal yang masih membingungkan Yang Xi: Bagaimana Ren He bisa mengenal Zhou Wumeng? Perlu diketahui, teman sekelasnya sebelum pindah sekolah, Zhou Muqi, adalah cucu Zhou Wumeng. Jadi teman-temannya juga tahu pengaruh Zhou Wumeng di dunia sastra Tiongkok.
Dia bertanya, “Kalian kenal bagaimana? Sepertinya pertemanan kalian bukan cuma satu dua hari.”
“Oh, dulu aku menulis San Zi Jing. Saat itulah kami berkenalan,” jawab Ren He sambil menyantap mi daging. “Kenapa kamu tidak makan dagingnya?”
“Kamu saja yang banyak makan. Aku tidak terlalu lapar,” senyum Yang Xi dengan tenang.
Ren He tiba-tiba teringat lelucon keluarga mereka. Dulu, hal yang paling menyentuh Ayah Lao Ren adalah saat Ibu Ren selalu menyisihkan semua daging untuknya ketika makan mi kuah. Saat itu keluarga mereka miskin, makan mi kuah di kedai saja sudah dianggap perbaikan hidup.
Memikirkan ini, Ren He merasa lucu.
Baru saat ini Yang Xi tersadar: "San Zi Jing juga karyamu?"
"Ya," Ren He mengangguk.
Pantas saja dulu saat aku enggan menerima lagu pemberiannya, dia bilang punya cara lain cari uang dan tak kekurangan uang. Mengingat dulu menganggapnya sombong, Yang Xi ingin tertawa.
Ternyata pemuda ini jauh lebih ajaib dari yang dibayangkannya.
Ren He menghabiskan mi, menyeka mulut lalu berdiri penuh aura pembunuh: "Ayo, hari ini kita serang kedai lagi!"
Mereka langsung menyambar Houhai. Ren He sudah memetakan semuanya kemarin - total 4 tempat bertema folk. Tepat satu lagu per tempat, nyanyikan 5 lagu sampai tuntas! Setelah selesai, tarik diri dan pulang!
……
Saat malam tiba dan bar mulai ramai, Xie Zexi memandangi kerumunan yang bergerak di bar seberang dengan iri. Bar miliknya juga bertema folk. Setelah lulus, ia memilih bertahan di ibukota merintis karir. Setelah mendapatkan ember pertama, karena menyukai folk, ia membuka bar bernama "Gang" ini.
Sebenarnya sebelumnya bisnis kedua bar ini hampir seimbang. Namun karena insiden dua pemuda yang jatuh dari langit saat Raja Musik merilis lagu baru kemarin, bisnis lawannya hari ini jelas jauh lebih ramai.
Semua datang karena reputasi.
Di usia 27 tahun, Xie Zexi bersandar di meja bar sambil menatap ke luar. Di puncak masa keemasan, wajahnya justru terlihat sedikit melankolis.
Tiba-tiba gemerincing lonceng di pintu terdengar. Saat ia menoleh, dua pemuda bertopi baseball sedang masuk. Xie Zexi tertegun - karena menyukai lagu "Di Jalan" karya Raja Musik, kemarin ia juga ada di bar seberang. Jadi, ia menyaksikan langsung Ren He dan Yang Xi...
"Tapi saat ini dia tertegun, karena sama sekali tidak menyangka kedua orang ini ternyata muncul di sini?!"
"Mengapa?" Hati Xie Zexi tak bisa menahan pertanyaan.
"Bos, bolehkah kami menyanyi?" Bibir Ren He di bawah topi baseball sedikit melengkung.
"Bisa!" Xie Zexi tiba-tiba bangkit dari bar counter: "Boleh! Mutlak boleh! Apa perlu bantuan persiapan? Perlukah biaya penampilan?"
"Tidak perlu biaya, gratis. Lagu baru!" Ren He tersenyum. Kedatangan mereka kali ini memang untuk mempersiapkan debut Yang Xi, bukan mencari uang.
Xie Zexi seperti ditimpa kejutan dan sukacita besar di kepala. Pikirannya masih linglung. Kemarin dia mendengar mereka menyanyikan 《Dali》dan 《Bintang Tercerah di Langit Malam》, kilau permata yang tak terlukiskan. Tapi sekarang... mereka bilang ada lagu baru lagi?!
"Apakah lagu baru akan terus mengejutkan?" Xie Zexi bertanya dalam hati. Sulitnya menghasilkan lagu bagus adalah konsensus umum di seluruh lingkaran, juga pengetahuan dasar, karena itu dia berpikir demikian.
Dua lagu saja sudah sangat luar biasa, mungkinkah lagu baru tetap enak didengar?
Ren He seakan membaca pikirannya dan tersenyum: "Kalau tidak enak, aku yang ganti rugi."
"Tidak, maksudku bukan begitu," Xie Zexi menyadari betapa percaya diri lawan bicaranya. Jika sampai salah bicara dan membuat mereka pindah bar, habislah segalanya. Sekalipun lagu kali ini kurang bagus, setidaknya malam ini bisnisnya pasti meledak. Dengan hati-hati dia bertanya: "Bolehkah aku promosikan kalian bernyanyi di sini? Soalnya... pengunjung di tempatku agak sepi."
“Bisa, tentu bisa. 10 menit lagi mulai menyanyi. Kau punya waktu 10 menit,” Ren He tahu pasti pihak lawan akan melakukan ini karena tak ada yang mau menolak keuntungan. Ia juga berharap mereka melakukannya, sebab dirinya bukanlah pemuda kesenian yang sombong. Mimpi terbesar Ren He adalah membuat orang mengatakan dirinya penuh bau tembaga...
Ia berharap kelak meski duduk diam di manapun, orang akan mengatakan hawa hangat dan tajir memancar dari tubuhnya...
“Boleh tahu judul lagu yang kalian nyanyikan hari ini?” Xie Zexi bertanya.
“Gunung Nan!”
“Eh... Bos, apa di sini ada pintu belakang?”
“Ada!”
