Dalam sekejap mata, Ren He memahami banyak hal: Kabar tentang mereka berdua telah terlalu luas beredar di internet dua hari ini. Wajar jika Su Ruqing bisa melihat video dan postingan. Postingan hari ini juga khusus menyebut ucapan saya kepada Xie Zexi.
Yang Xi adalah putri kandung Su Ruqing. Meski jarang tinggal bersama, terkadang orang-orang familiar cukup mengenali seseorang hanya dari suara, rahang bawah, atau dentang langkah kaki.
Orang lain mungkin tak bisa melihat bahwa pemeran utama wanita di video itu adalah Yang Xi dari petunjuk kecil tersebut, tapi Su Ruqing adalah pengecualian!
"Jadi hari ini dia pulang lebih awal, makanya bisa menghadang di sini di jam segini!"
"Sial..."
Ren He benar-benar bingung. Ini pertama kalinya dalam kehidupan sebelumnya maupun kini harus berurusan dengan makhluk bernama ibu mertua...
"Kau berbakat, lagu kalian juga sudah kudengar. Tapi bukan itu yang ingin kubicarakan. Usia kalian yang masih belia, rata-rata manusia punya 80 tahun kehidupan. Masa-masa ini seharusnya diisi dengan memperkaya diri, bukan menyia-nyiakan waktu untuk perasaan. Jalan kalian masih panjang. Cinta hanyalah pemandangan indah di perjalanan hidup. Muncul terlalu awal menjadi penyesalan, muncul terlambat pun jadi penyesalan. Kehadirannya yang prematur belum tentu baik, sebab kalian belum mampu merawatnya. Akhirnya justru akan gagal sebelum waktunya," Su Ruqing berkata dingin. "Menurutmu apa yang kukatakan ini benar?"
Tampaknya tak bisa dihindari. Ren He diam-diam memutar otak mencari cara.
Namun Su Ruqing melanjutkan, "Yang Xi, Ibu tidak melarangmu bernyanyi. Sebenarnya ada banyak pilihan lain yang lebih baik daripada bernyanyi."
Yang Xi menundukkan kepala tanpa bicara. Ren He menarik napas dalam-dalam. Meski tak berani berhadapan langsung dengan ibu mertua, ia tetap membuka suara, "Memang banyak jalan dalam hidup, tapi tidak ada yang benar-benar lebih tinggi atau lebih baik. Eksekutif yang mengawasi seumur hidup dari gedung pencakar langit mungkin memegang sumber daya tak terbatas, tapi belum tentu bahagia. Pengusaha dengan sumber daya lebih banyak juga belum tentu bahagia. Raja dan bangsawan yang berkuasa mengatur hidup mati orang lain, tetap saja mungkin tak bahagia. Menurutku, nilai hidup seseorang bukan dilihat dari apa yang dimiliki, tapi apakah ia benar-benar mendapat kebahagiaan dari yang diperoleh. Yang Xi suka bernyanyi. Jika memilih jalan lain, akankah ia bahagia?"
Sebenarnya semua hal ini juga berlaku bagi Ren He, hidup kedua kali ia bisa bermain saham atau properti, tapi apa menariknya? Duduk di puncak gunung uang dalam kebingungan?
Apa menariknya itu?
Namun tepat saat ia sendiri merasa perkataannya sangat bermakna, Su Ruqing berkata dengan datar: "Apa saya mengizinkanmu bicara?"
Sialan! Air mata Ren He mengalir deras. Ibu Yang Xi ini terlalu kejam, sama sekali tidak mengikuti formula! Pantas saja Yang En dan dia berpisah, wanita ini saat mendominasi benar-benar mengerikan! Rupanya semua perkataannya tadi hanya asmara palsu, sang nyonya rumah bahkan tidak berniat membiarkannya bicara.
Sejak kecil Ren He belum pernah selemah ini. Saat ini ia benar-benar ingin meledak, namun... Dengan menundukkan kepala dan merendahkan suara, Ren He berkata: "Baik, Tante. Silakan lanjutkan."
"Yang Xi, ayo ikut Ibu pulang," Su Rujing berkata pada Yang Xi lalu memalingkan wajah ke Ren He: "Kamu juga sebaiknya pulang lebih awal, perhatikan keselamatan di jalan."
"Baik Bu," Ren He sudah tak berniat melawan secara langsung. Tapi... perlawanan tak harus frontal. Rencana menjadi Knight yang menyerbu kastil iblis raja sudah gagal, bukan karena kurang usaha, tapi sang iblis memang terlalu kuat...
Kalau frontal tak memungkinkan, lakukan pendekatan dari samping...
Justru ketika Su Rujing yakin telah sepenuhnya mengusir pemuda ini, saat ia mengira anak ini akan mundur karena terintimidasi oleh ketegasannya, Ren He sudah mengirim SMS ke Yang Xi: "Besok akan kujemput."
Masa' Su Rujing bisa mengawasi Yang Xi terus? Dia kan sibuk!
Namun rencananya harus berubah. Sebelumnya, Ren He berniat menyelesaikan sisa lagu dalam dua hari, tapi sekarang jelas tidak mungkin. Su Ruqing bukan orang bodoh. Jika video besok kembali diunggah ke internet, dia pasti langsung tahu Ren He telah membawa lari putrinya lagi.
Saat itu terjadi, amarah sang iblis raja bukanlah sesuatu yang bisa ditahan sembarang orang. Ren He pernah membaca novel-novel yang menggambarkan cara mengejek ibu mertua dan mempermalukannya, tapi menurutnya itu konyol. Itu kan ibu mertua, ibu kandung istri sendiri! Masa' wajahnya bisa seenaknya dihina? Gila kali!
Jadi... dia berencana besok membawa Yang Xi menyanyi sekali lagi, lalu menghilang tanpa jejak dari pandangan publik - kabur sebelum ibu mertua benar-benar meledak!
Lagipula Yang En-lah wali resmi Yang Xi. Pasti Yang Xi akan kembali ke Luocheng untuk melanjutkan sekolah.
Ini namanya "tembak sekali pindah tempat" alias perang gerilya... Sepertinya analoginya kurang tepat...
Peduli apa! Janjiku pada Yang Xi harus ditepati, jangan setengah-setengah!
Saat pulang, Yang Xi sudah khawatir kemunculan Su Ruqing akan membuat Ren He mundur. Dia bisa membayangkan betapa besar tekanan yang akan ditimbulkan oleh kehadiran ibunya beserta ucapan-ucapannya pada sang pemuda. Tapi dia tidak bisa menyalahkan Su Ruqing, karena itu ibunya sendiri, dan dia tahu semua ini dilakukan demi kebaikannya.
Cara orangtua mencintai, entah benar atau salah, tetaplah bentuk kasih sayang.
Sebenarnya perceraian Yang En dan Su Ruqing bukan karena pertengkaran yang tak terdamaikan. Saat Yang Xi berusia 8 tahun, tiba-tiba terjadi kebakaran di rumah. Kala itu Yang En sedang bertugas di Angola, Afrika, sementara Yang Xi sendirian di rumah.
Beruntung Su Ruqing yang hampir tiba di rumah langsung berlari masuk menyelamatkan putrinya meski asap pekat bergulung-gulung keluar, tak peduli nyawanya sendiri. Hingga kini masih tersisa jaringan parut bekas luka bakar besar di punggungnya.
"Hingga kini Su Ruiqing menolak semua jamuan malam, karena tak bisa mengenakan gaun malam."
Setelah menyelamatkan Yang Xi, Su Ruiqing tak kunjung mendapat respons dari panggilan teleponnya ke Yang En. Merasakan kesepian yang tak terkatakan, akhirnya ia memilih untuk bercerai.
Apakah Su Ruiqing mencintai Yang Xi? Tentu, tak diragukan lagi. Yang Xi pun menyadari hal ini dengan sangat dalam.
Tapi Yang Xi masih menyimpan harapan: Bagaimana jika Ren He bertahan? Betapa indahnya itu.
Alasan ia berpegang pada secuil harapan ini adalah karena Ren He tak pernah menjadi orang biasa.
"Besok aku akan menjemputmu," lima kata ini menyala di layar ponsel Yang Xi sekejap setelah ia mengeluarkan telepon genggamnya. Memeluk ponsel, ia menatap keluar jendala ke gelapnya langit malam, seolah ada bintang paling terang di angkasa yang menantinya tak jauh dari sana.
"Terima kasih karena belum menyerah," bisik Yang Xi sambil berbalik menuju kamar. Saatnya mandi dan beristirahat.
Tuan Kesatria, sampai jumpa besok!
