Tugas baru pasti harus dilakukan, tapi cara melakukannya adalah kuncinya. Ren He yang kembali dari perjalanan waktunya, selain Xu Nuo dan Duan Xiaolou, tidak punya teman dekat lain yang bisa diajak janjian. Jadi tidak akan ada janji atau urusan lain. Xu Nuo sekarang mungkin sedang merasa sangat tertekan di rumah. Konon ayahnya terus-menerus mengawasinya belajar, bahkan sampai mengabaikan bisnis keluarga.
Kasihan orangtua di seluruh dunia. Meski ayah Xu Nuo ini kejam dan licik, tapi tetap menyayangi anaknya... Walau cara mencintainya agak unik...
Xu Nuo selama dua hari ini terus menelepon Ren He di malam hari: "Tahun baru semakin dekat, ayahku pasti akan menelepon wali kelas. Menurutmu apa akan terjadi masalah? Bagaimana kalau Li Luohe tiba-tiba sembuh dari 'kegilaannya'?"
"Aku kasih tahu solusinya," kata Ren He sambil tersenyum lebar: "Saat ayahmu mengangkat telepon, diam-diam mendekatlah ke pintu rumah. Perhatikan ekspresi wajahnya. Jika dia memandangmu dengan tatapan jahat, langsung kabur..."
Xu Nuo di sebelah sana diam sejenak hampir menangis: "Bisa kasih ucapan yang enak didengar? Jangan nakut-nakutin aku lagi, Bisa tidak?"
"Ah... Tak bisa membantu," Ren He di ujung telepon hampir mati ketawa. Jika bukan karena terlahir kembali lewat perjalanan waktu, mungkin dirinya juga akan ikut pusing memikirkan nilai seperti si pria gemuk. Tapi sekarang dia benar-benar tidak bisa berempati. Dulu di masa sekolah, Ren He memang sering mengelabui orangtua. Pernah suatu kali mendekati Hari Guru, dia bolos ke warnet main Fantasy Westward Journey. Saat pulang siang, Ibu Ren sedang duduk di sofa menonton TV dengan tenang. Melihat Ren He masuk, langsung bertanya pelajaran apa yang didapat pagi itu.
Ren He berkata dengan serius: Kimia, Fisika, Bahasa Mandarin, Matematika.
Hasilnya Ibu Ren langsung menggebrak dengan tongkat: "Pagi tadi aku mengantar hadiah Hari Guru untuk wali kelasmu, ternyata kamu malah tidak masuk! Kimia Fisika Bahasa Matematika? Kurang ajar kau!"
Benar-benar kenangan yang tak ingin diingat. Ngomong-ngomong, masa sekolah kok banyak banget kejadian sial begini ya...
Kayak kasus Xu Nuo ini, mana ada yang bisa ngalangin bapak ngatur anak kandungnya? Ren He cuma bisa jadi teman brengsek yang bergembira atas kesulitan orang lain...
Dia berencana makan shuan yangrou hotpot sendirian siang ini di dekat rumah, lalu berenang di Sungai Luo musim dingin. Biar badannya anget. Eh baru masuk restoran langsung ketemu Xia Yuting, Duan Xiaolou, sama Huangfu Zhuri yang udah duduk ber-tiga.
Huangfu Zhuri langsung ngeh. Rupanya dia masih ingat, langsung nyapa: "Hei!"
Ren He mengangkat alis. Lah, ini orang sampe namanya aja nggak hafal. Huangfu Zhuri nerusin: "Kamu juga mau makan? Sendirian?"
"Iya, sendirian," jawab Ren He sambil tersenyum.
Kali ini Huangfu Zhuri yang terpaku: "Makan hotpot sendirian? Keren abis! Ayo gabung, kita cuma bertiga! Duduk di sebelah kakak Yuting aja!"
Ren He berpikir sejenak, tak ada alasan untuk menolak, lalu tersenyum menyetujui: "Berubah menjadi!"
Baru duduk, aroma harum samar dari arah Xia Yuting langsung tercium, bagaikan wangi bunga plum di tengah salju yang menyelinap. Dari profil wajahnya, Xia Yuting memang cantik bak bintang film, tapi Ren He tak terlalu memedulikannya.
Duan Xiaolou penasaran: "Kemana saja kamu beberapa hari ini?"
"Pergi ke ibukota," jawab Ren He menjelaskan, "Baru kembali dua hari lalu, belum sempat keluar rumah."
Begitu menyebut ibukota, Huangfu Zhuri langsung bersemangat: "Kalian dengar kabar? Di ibukota ada dua siswa SMP yang nekat mengacaukan markas Wang Quan, bahkan merilis lima lagu baru sekaligus! Belum cukup sampai situ, yang paling jempolan adalah, setelah menyanyi mereka langsung menghilang bak ditelan bumi! Tau artinya apa? Sekarang puluhan perusahaan media berburu mereka, tapi hasilnya nihil! Forum kampus-kampus di ibukota heboh bukan main, halaman penuh diskusi tentang dua siswa SMP itu! Gila, habis nyanyi langsung menghilang, silakan cari sendiri!"
Ren He hanya tersenyum lebar mendengarkan. Ia merasa harus berteman dengan pria gemuk ini, yangpenyokong terbaik. Setiap kali mengobrol dengannya, tanpa sengaja ia akan dipuji... orang yang paham!
“Sudah dengar,” Xia Yuting dengan tenang menjepit sepotong daging kambing menggunakan sumpit ke mangkuknya sambil berkata: “Sekarang anak-anak di sekolah kita pada histeris, tergila-gila sama lagu-lagu itu sampai tak karuan. Hal seperti ini benar-benar bikin iri. Kalau kita mau terkenal harus kerja keras bolak-balik lokasi syuting cuma buat dapet peran kecil, sampai harus berterima kasih ke banyak orang. Kadang nunggu artis besar seharian penuh, eh hasilnya dua siswa SMP ini kayak ditakdirkan jadi terkenal. Gampang banget dapat perhatian. Di balik ini, saya jamin, pasti ada yang tidak biasa dari mereka. Kemampuan membaca hati orang benar-benar jitu. Alasan 'harus belajar' cuma kedok. Mereka sengaja memastikan diri menghilang dari pandangan kalian, biar kalian panik cari! Ini namanya strategi! Minimal si cowok itu pasti tidak sederhana. Kalian perhatikan nggak? Semua urusan ditangani si cowok. Pas lihat berita ini saya langsung mikir, kok sekarang siswa SMP bisa punya kemampuan setinggi iblis. Ceweknya juga beruntung punya pacar kayak gitu, mungkin lagu-lagu itu juga buatan si cowok.”
“Hah, ini cukup menarik,” Ren He merenungi Xia Yuting yang masih mahasiswa tahun pertama sudah bisa menganalisis sedemikian tajam, pasti bukan orang sembarangan.
Huangfu Zhuri tertawa: "Loh, kamu iri sama mereka?"
Xia Yuting tak menyangkal: "Bukan iri. Lima lagu mereka, setiap judul memukau. Kalau tidak, orang-orang tak akan membicarakan mereka sekarang. Ini bakat alami yang tak tertandingi. Tapi rasa kagum pasti ada. Kudengar si tajir sudah membeli hak cipta Kunlun. Kontrak memang belum ditandatangani tapi hampir pasti. Konon Kelompok Media Ibukota langsung membuka perusahaan patungan dengannya, rencananya syuting Kunlun bersama. Segera mulai pemilihan peran. Nanti kampus pasti penuh intrik lagi, mikirinnya saja bikin pusing."
"Lalu kenapa kamu masih pengin jadi aktris?" Huangfu Zhuri menggoda: "Keluargamu juga tak kekurangan uang, ngapain mati-matian."
“Makanya kubilang kamu nggak berkembang! Mau bergantung pada orang tua seumur hidup?” Xia Yuting memasang wajah jijik: “Sejak memilih jalan ini, aku sudah siap. Akan kurebut peluang di tengah pasukan berkuda ribuan! Beberapa tahun lagi, aku pasti jadi bintang besar!”
Harus diakui, Ren He merasa tipe orang seperti Xia Yuting cukup menarik. Tidak sok suci tapi juga tidak hina, tahu apa yang diinginkan dan rela berpeluh. Sebenarnya orang normal memang begitu. Tidak bisa berharap semua orang menganggap uang seperti tahi. Buku setebal "The Wealth of Nations" karya Adam Smith intinya cuma satu: setiap orang egois. Jika semua mengurus diri sendiri, masyarakat pasti maju.
Kalau maksa semua orang harus altruis, fondasi ilmu ekonomi langsung rubuh.
Hidup itu harus buat diri sendiri lebih baik dan bermakna. Omongan macam "hidup sederhana itu yang sejati" itu mah, tolong jangan bacot!
