Hari-hari tingkat tiga adalah ujian sebulan sekali. Setiap ujian membuat semakin tegang. Yang lain tidak memiliki sikap seperti Ren He yang terlahir kembali setelah lulus dalam menghadapi ujian, jadi mereka semua mulai belajar dengan giat.
Meski Ren He juga ingin merasakan pengalaman ini, tapi cukup sulit. Dalam hal belajar, dia benar-benar tidak bisa menarik kembali sikap mentalnya ke level SMP.
Jadinya sementara yang lain belajar, bahkan setelah kelas berakhir tetap duduk di kursi mempersiapkan pelajaran, Ren He masih berdiri di pintu kelas mengobrol, sesekali mencegat surat cinta dari siswa kelas lain yang ingin diberikan ke Yang Xi.
Yang Xi juga baru tahu secara kebetulan bahwa Ren He melakukan hal membosankan seperti ini, dia hanya bisa tersenyum getir, tapi tidak terlalu dipedulikan malah merasa cukup menarik.
Ren He menjelaskan: "Ini sudah tingkat tiga masih ada pikiran untuk pacaran, bagaimana masa depan mereka? Masih mau masuk sekolah bagus tidak? Masih mau masa depan yang cerah tidak? Aku ini demi kebaikan mereka, di zaman sekarang pahlawan seperti aku sudah jarang."
"Baiklah baiklah, kau yang benar," Yang Xi tidak melanjutkan perdebatan. Untuk orang dengan segudang pikiran aneh seperti Ren He, mustahil berdebat dengannya. Yang Xi kembali menunduk mengulang pelajaran, hanya sesekali tatapannya yang berkilauan indah tertuju pada Ren He.
Hubungan mereka tetap dirahasiakan. Tak ada yang bertanya, mereka pun tak akan sengaja memberitahu siapa pun.
Tapi kelas 2 tingkat tiga sekarang berada dalam keadaan penuh keanehan. Posisi wali kelas terus dibiarkan kosong, seolah sekolah secara sadar mengabaikan masalah ini.
Agak keterlaluan ya, Ren He menggaruk-garuk rahang bawahnya sambil berpikir, sampai-sampai posisi wali kelas pun tidak diisi lagi, mungkin memang sudah tidak ada yang mau jadi wali kelas.
Sekarang setiap pengumuman hanya disampaikan secara dadakan oleh guru Bahasa Inggris sebelum kelas dimulai, seperti info ujian dll. Sebenarnya guru Bahasa Inggris sudah berperan sebagai wali kelas, tapi konon beliau menolak keras untuk diangkat secara resmi...
Saat pelajaran ketiga pagi hari: "Minggu depan hari Rabu akan diadakan Lomba Maraton Musim Semi tingkat kota dengan 10 ribu peserta, diharapkan semua siswa bisa berpartisipasi aktif. Peserta yang meraih peringkat baik akan mendapat tambahan 10 Fen saat ujian masuk SMA, ke sekolah mana pun sama saja."
Ren He tertegun, ini mau buat acara pencitraan yang wah lagi ya? Di kehidupan sebelumnya ia pernah ikut acara latihan Tai Chi massal, ribuan orang dengan wajah terpaku berlatih Tai Chi di taman sambil difoto wartawan, tapi waktu itu tidak ada tambahan nilai, sekarang ada.
Tapi sejujurnya, hal seperti penambahan poin ini cuma bujukan belaka. Ren He berpikir lebih dalam dan merasa ini agak mengada-ada. Menyuruh sekelompok siswa SMP berlari maraton melawan orang dewasa, apa mungkin menang?
Sama sekali mustahil! Jarak maraton 42.195 kilometer. Menyuruh anak SMP lari sejauh itu, bisa-bisa mereka kolaps di tengah jalan.
Lagipula, 10 poin itu banyak? Ren He sendiri berencana masuk sekolah yang sama. Dengan nilainya sekarang, masuk ke situ pasti semudah membalik telapak tangan. Buat apa ikut kegiatan pencitraan begitu? Tapi siswa lain masih tertarik, soalnya 10 poin tuh. Bukankah guru sering bilang, "1 poin lebih tinggi bisa mengalahkan pasukan berkuda ribuan"...
Salah satunya Xu Nuo. Xu Nuo termasuk siswa yang bahkan masuk sekolah ini saja hampir tidak mampu. Dia menyodok lengan Ren He: "Seberapa jauh sih lari maraton itu?"
"42.195 kilometer," jawab Ren He dengan tenang sambil memandang Xu Nuo.
Hush! Xu Nuo hampir tak bisa menarik napas! Saat ujian lari 1000 meter olahraga di sekolah saja dia sudah ingin mati! Pria gemuk itu mengkerutkan lehernya: "Lupakan saja, kurasa aku bisa masuk sekolah ini dengan usaha keras."
Harus diakui Xu Nuo si pria gemuk memang sangat giat belakangan ini, sampai tidak menerima proyek pemrograman di luar lagi, fokus sepenuhnya untuk masuk sekolah ini bersama Ren He.
Ini cukup mengejutkan, melihat keseriusannya, Ren He kadang memberinya les tambahan. Dulu Xu Nuo mengira peningkatan nilai Ren He hasil curang, meski tak tahu caranya. Tapi setelah les bersama, Xu Nuo yakin kemampuan belajarnya benar-benar meningkat!
Penjelasan Ren He adalah dirinya "mulai mekar". Orang dewasa biasanya menyebut anak yang nilainya tiba-tiba melonjak dengan: "Dia mulai mekar."
Mereka tak peduli berapa usaha yang dikeluarkan si anak, cukup dengan satu kalimat: "Sudah mekar", seolah-olah itu penjelasan serba bisa...
Guru Bahasa Inggris mengangkat bahu melihat siswa yang diam seribu bahasa di kelas: "Tidak ada yang ingin ikut?"
Sunyi senyap.
"Baiklah, menurutku kalian fokus belajar juga bagus. Akan kusampaikan laporannya," kata guru itu tanpa semangat sebelum pergi. Sebagai wali kelas bayangan yang dipaksa mengampu kelas ini, ia tak terlalu ambil pusing - toh tak ada bonus meski berprestasi.
Saat pulang sekolah, Yang Xi berangkat lebih dulu. Ren He baru melengos keluar kelas 5 menit kemudian. Setelah melewati dua ujung jalan, gadis itu sudah menunggunya di sana. Ini kesepakatan mereka: berjalan bersama di area sekolah terlalu mencolok di era di mana pria dan wanita berduaan saja bisa memicu gunjingan.
Mereka berjalan menuju rumah Yang Xi. Hari ini Ren He akan mengajarkan lagu "Aku Makan Ayam Goreng di Lapangan Rakyat" padanya.
"Ayahku akan pulang minggu depan," ucap Yang Xi tiba-tiba.
“Ya, tahu,” Ren He tersenyum lebar, "ternyata memang calon mertua masih belum sekuat penindasan dari ibu mertua. Ia sama sekali tidak bereaksi besar mendengar kabar kepulangan Yang En. Pulang ya pulanglah, dengan kemampuannya sendiri bahkan ingin mengajak Sang Tua minum..."
Lagipula kepulangan aman Yang En kali ini tetaplah hal baik. Bagi pekerja di bidangnya, menghilang begitu saja di luar negeri memang hal lumrah.
"Kemarin malam dia menelepon, berharap aku bisa mengurus hubungan kita dengan baik," Yang Xi memiringkan kepalanya sambil berpikir.
“Jangan khawatir, untuk saat ini kita sembunyikan saja dulu dan tidak mengumumkannya. Mereka cepat atau lambat bisa menerima. Masa iya melarangmu pacaran seumur hidup?” Ren He berpikir, menyembunyikan hubungan ini sekarang adalah pilihan paling benar. Hampir tidak ada orangtua yang rela anaknya pacaran sejak SMP, terutama orangtua anak perempuan. Bersikap rendah hati sebenarnya bisa meningkatkan faktor keamanan hubungan mereka. Kalau sampai diumumkan, bisa-bisa malah memicu pukulan menghancurkan yang tak terduga.
Namun tiba-tiba, Ren He mendengar suara Sistem Hukuman Langit bergema di kepalanya tanpa diduga: "Misi: Lompat indah 12 meter dari Jembatan Luocheng. Batas waktu 1 minggu. Hukuman gagal: inang akan mengalami anyang-anyangan, beser, anyang-anyangen, dan kesulitan berkemih selama 1 bulan."
"Misi: Raih peringkat pertama dalam lomba marathon hari Rabu ini. Hukuman gagal: inang akan berjerawat remaja selama 1 bulan."
Ren He terdiam, selain soal bagaimana tugas-tugas ini, hukuman yang diberikan semakin aneh-aneh. Bisakah kamu jelaskan maksud dari urin tak terkontrol, desakan buang air, tak tuntas, dan harus menunggu ini?
