Ada sebuah lagu yang mirip dengan "Gunung Nan", hanya beredar dalam lingkup terbatas sebelum direkam ulang oleh orang lain.
Namun begitu direka ulang oleh orang lain, lagu ini langsung meledak di seluruh penjuru negeri!
Lagu ini adalah "Nona Dong" karya Song Dongye.
Popularitasnya seolah mulai menyala dari seorang peserta ajang pencarian bakat Fast Boy yang menyanyikan ulang, hingga akhirnya lagu ini langsung menjadi gumaman di mulut banyak anak muda di seluruh Tiongkok.
Apakah cocok untuk dinyanyikan Yang Xi? Sangat cocok.
Jika dinyanyikan oleh Song Dongye yang berkarakter maskulin, jelas terdengar seperti lagu yang ditulis untuk seorang gadis dalam hati. Namun liriknya punya keunikan: bila dinyanyikan perempuan, lagu ini seakan mengalun perlahan menceritakan suara hati seorang gadis kecil.
Nona Dong
Kau tak pernah lupa senyummu
Meski kau dan aku sama
Merindukan penuaan
Nona Dong
Saat bibirmu menunduk, begitu mempesona
Seperti air jernih
Di bawah Jembatan Anhe
Nona Dong
Kau padamkan rokok
Bercerita tentang masa lalu
Katamu paruh pertama hidup sudah begini saja
Saat Ren He menuliskan lirik-lirik ini, bawah sadarnya merasa bahwa membiarkan Yang Xi duduk tenang di suatu lokasi sambil menuturkan kisah melankolis ini dengan perlahan juga tampak bagus, seakan sedang bercerita tentang paruh pertama hidupnya sendiri yang penuh hari-hari suram, serta Cinta yang sempat berpapasan namun tak bisa diraih.
Menarik!
Tapi Ren He sempat berpikir apakah harus mengubah "Nona Dong" langsung menjadi "Nona Yang"? Namun ia merasa tingkat teori musiknya hanya mampu menulis partitur berdasarkan ingatan, lebih baik jangan mengubah karya asli orang lain, biar tidak memalukan diri di luar.
Tapi ia mengubah karakter 'Dong' dalam "Nona Dong" menjadi 'mengerti', menjadi "Nona Mengerti".
Seperti mengejek diri sendiri bahwa di masa muda merasa mengerti segalanya, namun tiba-tiba sekali menoleh menyadari telah melewatkan banyak hal.
Akhirnya lebih baik daripada langsung menyebut Nona Dong. Ren He khawatir Yang Xi bertanya siapa Nona Dong, apakah lagu ini ditulis untuk gadis marga Dong itu... Brengsek! Kalau sampai terjadi kesalahpahaman seperti itu, bahkan terjun ke Sungai Kuning pun tak bisa membersihkan namanya. Bagaimanapun juga, perasaan dalam lagu ini memang meluap-luap.
Kesalahpahaman seperti ini sama sekali tidak boleh terjadi...
Begitu lagu Nona Dong selesai ditulis, misi dari Sistem Hukuman Langit langsung datang. Benda ini lebih tepat waktu daripada apa pun: "Misi: Mendaki Hotel Kailai tanpa alat, dilarang menggunakan benda di luar tembok bangunan. Batas waktu satu minggu. Hukuman jika gagal: inang akan mengalami kebotakan."
Ren He langsung merasa tidak enak. Belum lagi memikirkan tingkat kesulitan misinya, Sistem Hukuman Langit memang semakin aneh dengan hukumannya. Ini hukuman jenis apa lagi?!
Botak? Maksudnya botak ala mediterania seperti pria paruh baya? Jadi jika gagal menyelesaikan misi, di usia 16 tahun kakak ini sudah mengalami defisiensi ginjal?
Namun, hukuman dari misi ini sepertinya tidak parah. Bahkan kebotakan bisa ditutupi dengan topi. Tapi ada satu ciri penting yang diperhatikan Ren He: tidak ada batas waktu untuk hukuman botak ini!
Seperti hukuman beser kemih sebelumnya yang hanya berlaku satu bulan, tapi kebotakan ini sama sekali tidak disebutkan waktunya. Bisa jadi seumur hidup... Bisakah kau memakai topi seumur hidup? Jelas tidak...
Melihat kembali misi ini, jelas cara mencari celah Ren He membuat Sistem Hukuman Langit tidak puas. Tapi karena sistem tidak menjelaskan sebelumnya, Ren He bisa menerobos celah. Akhirnya sistem hanya bisa merilis misi lagi...
Baiklah, merangkak ya merangkak. Kemarin saat menyelesaikan misi, Ren He sudah mengamati dengan seksama: Di antara dinding kaca setiap lantai Hotel Kailai sebenarnya ada struktur rangka baja yang bisa digunakan untuk berpijak.
Satu-satunya keraguan pertama Ren He adalah... Akankah bertemu lagi dengan pemuda itu?
Kemarin sudah melepaskan angin ban mobil orang lain dan memukulinya, pasti agak canggung kalau ketemu lagi... Tapi Ren He berpikir, kalau dia masih mengintip dan mengawasi di sana, lebih baik ketemu, biar kuhajar sampai muntah kotoran!
Malam hari Ren He kembali mengikuti Yang Xi ke rumahnya. Saat hendak mengambil gitar ke atap gedung, Yang En tiba-tiba memanggil: "Latihan di rumah saja, cuaca terlalu dingin. Habis latihan langsung makan."
Yang Xi belum menyadari, tapi Ren He sudah paham. Pertama ini bentuk perhatian karena di luar memang terlalu dingin, kedua agar Ren He tetap dalam pandangan mereka, sehingga tidak berani melakukan hal-hal yang melewati batas.
Tapi Ren He memang tidak berniat macam-macam. Dengan santai ia menemani Yang Xi berlatih kecapi di rumah sambil mengajarkan lagu barunya "Nona Pengertian".
Dari dapur tempat Yang En memasak, suara gitar dan nyanyian kedua anak itu masih terdengar. Dulu dia juga pernah menjadi pemuda rock yang penuh semangat, hingga kini kadang masih merindukan perasaan haru yang membakar itu. Kemampuannya bermain gitar membuatnya terkesima saat mendengar permainan Ren He – sungguh kilau permata yang tak terduga!
Pantas saja bisa menciptakan lagu seindah itu. Harus diakui, lagu "Dali" benar-benar cocok untuk orang sepertinya.
Apa esensi pendidikan yang kita terima sejak kecil? "Belajar giat, tumbuh besar lalu mengabdi pada negara" – Yang En merasa telah memenuhi itu. Namun hidup tak selalu sesuai harapan. Pengunduran dirinya dari ibukota bermula dari penolakan terhadap kebijakan diplomatik saat itu. Di levelnya kini, tak perlu lagi membungkuk demi sekarung beras. Daripada mengerjakan hal tak disukai, lebih baik menerima misi berbahaya sekalipun.
Jadi lirik "Apakah hidupmu tak terlalu memuaskan, sudah lama tak tersenyum entah mengapa," dalam lagu "Dali" ini benar-benar menyentuh perasaannya.
Sejujurnya, dia agak kagum pada Ren He. Sejak lama Yang En telah mencap si bocah ini sebagai "berbakat" dalam hatinya.
Saat makan malam, Yang En tiba-tiba bertanya: "Kemarin di mana kau menemukan orang yang mengawasi Yang Xi?"
"Ehh..." Ren He tertegun. Dia sengaja tak memberitahu Yang Xi karena sulit dijelaskan - kalau ditanya, "Apa urusanmu di atap Hotel tengah malam?!" Bagaimana menjawabnya? Mustahil!
Apa harus bilang mau melihat pemandangan malam? Percaya setengah mati!
Melihat Ren He enggan menjawab, Yang En ganti topik: "Apakah lawannya orang Tionghoa? Katanya kau pukul mereka? Bagaimana kemampuan bertarungnya?"
Pertanyaan-pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui identitas sebenarnya pihak lawan. Yang En sendiri tampaknya menyadari situasinya. Bukan tidak mungkin ada yang berani mengambil risiko untuk melakukan interogasi demi mendapatkan informasi.
Ren He tersenyum lebar: "Benar, orang Tiongkok. Kemampuan bertarungnya biasa saja, beberapa kali pukulan langsung kukantoi ke tanah!" Di depan calon mertua tentu harus pamer sedikit untuk meningkatkan nilai diri. Keraguan hatinya tentang kemampuan bertarung Lin Hao yang sebenarnya cukup mumpuni, dengan sengaja dia lupakan. Masak iya memuji musuh? Bukan itu gaya partai kita! Semua reaksioner adalah harimau kertas!
Di dalam hotel, Lin Hao yang sedang merokok tiba-tiba merasakan dorongan ingin muntah darah. Ada apa ini? Kebanyakan merokok? Atau jangan-jangan ada luka tersembunyi dari perkelahian dengan Ren He semalam...
