Ini mungkin kabar gembira terbesar yang Ren He dapatkan belakangan ini. Meski tak terlalu berpengaruh padanya, tapi ini sangat dibutuhkan Xu Nuo!
Soal ujian masuk SMA mungkin tidak terlalu penting, karena hasil ujian ini sebenarnya tidak terlalu membedakan. Lulus SMA hanyalah awal baru, semua pelajaran SMA dimulai dari dasar. Bahkan siswa bermasalah pun bisa memulai segalanya kembali di SMA. Tapi Ujian Nasional sama sekali berbeda!
Jika tahu soal ujian nasional lebih dulu, itu sama saja dengan menjadi juara ujian kerajaan sebelumnya, langsung mengamankan kursi di universitas terbaik negeri!
Di masyarakat yang penuh prasangka ini, sekolah bagus ibarat kartu nama yang mengilap.
Ia tidak butuh, tapi Xu Nuo perlu. Ayahnya perlu. Atau mungkin nanti masih ada teman lain yang membutuhkan.
Tentu, mungkin orangtua Ren He sendiri juga memerlukannya.
Kita semua hidup dalam lingkaran sosial masing-masing. Tak perlu sok suci mengklaim ingin hidup mandiri, juga tak perlu mempedulikan apakah orangtua sedih atau bahagia.
Itu namanya egois, bukan aktualisasi diri.
Di kehidupan sebelumnya, Ren He tidak berhasil masuk universitas yang bagus. Lao Ren dan Ibu Ren sama sekali tak punya "cahaya" di wajah. Saat bertemu teman-teman, mereka pasti ditanya: "Anakmu masuk universitas mana?" Lalu menyebut nama kampus tingkat dua yang tak dikenal sampai orang lain bahkan belum pernah mendengarnya. Tapi Lao Ren dan Ibu Ren tak pernah menyalahkannya, malah menghiburnya.
Mengapa Ren He yang sudah hidup kedua kali masih harus tinggal di sekolah? Ia ingin mengembalikan "kejayaan" yang ia hutang pada orangtuanya di kehidupan sebelumnya.
Sekolah yang bisa dimasuki anak orang lain, ia juga bisa masuk. Kesuksesan yang bisa diraih anak orang lain, ia juga bisa mencapainya.
Tak perlu memperdebatkan apakah kebiasaan orangtua membanding-bandingkan anak itu benar atau tidak. Selama Ren He punya kemampuan, yang harus ia lakukan adalah memenuhi "rasa ego" mereka, bukan menyangkalnya.
Inilah pemikiran yang matang.
Hidup kedua kali, apa yang paling penting? Uang? Kenikmatan?
Ren He tidak berpikir begitu.
Tentu saja... uang dan kenikmatan juga penting...
"Xu Nuo tertegun mendengar perkataan Ren He, Garansi lulus ujian sekolah ini? Kok kedengarannya mirip iklan-iklan yang bertebaran, seperti 'Garansi lulus tingkat empat dan enam', 'Garansi dapat SIM', 'Gagal kami kembalikan uang'..."
Iklan semacam ini sendiri sudah mengeluarkan hawa ketidakprofesionalan...
"Jangan bohongin aku ya," kata Xu Nuo dengan suara lemah.
"Tenang saja, pasti garansi lulus," Setelah melihat soal ujian 5-6 tahun terakhir yang sama persis dengan kehidupan sebelumnya, tidak mungkin tahun ini terjadi perubahan. Ren He berencana menyelipkan soal ujian masuk SMA yang asli ke dalam tumpukan latihan soal untuk persiapan Xu Nuo, memastikannya mendapat nilai tinggi.
Tapi dia tidak berniat membocorkan rahasia ini ke Xu Nuo. Bukan karena tidak mau berbagi rahasia dengan sahabat, tapi lebih karena takut Xu Nuo tidak sengaja membocorkannya sehingga memengaruhi perubahan soal ujian yang akan membuatnya geli di selangkangan.
Ren He merencanakan untuk menuliskan soal ujian itu terlebih dahulu lalu membagikannya perlahan ke si gemuk untuk dipelajari. Namun ketika dia baru saja menyelesaikan penulisan seluruh soal dengan puas dalam satu jam pelajaran...
"Misi: Mengendarai sepeda dengan kecepatan 75 kilometer per jam di dalam kota selama 20 menit, batas waktu satu minggu. Hukuman gagal: kentut terus menerus selama satu bulan."
Sialan! Gue gak ngapa-ngapain! Gue cuma nyontek kertas ujian SMP doang, dasar sistem gila!! Ini cuma kertas ujian, kok bisa kena hukuman?
Namun Sistem Hukuman Langit tak menghiraukan keluhannya. Xu Nuo memalingkan wajah dan melihat Ren He dengan ekspresi terpaku...
Waduh! Tugas ini datang tiba-tiba tanpa persiapan sama sekali! Sistem Hukuman Langit bener-bener memalukan banget!
Kentut sebulan... Ren He berani bertaruh, "kentut sebulan" versi Sistem Hukuman Langit pasti artinya kentut nonstop sedetik pun nggak berhenti!
Masih berani ketemu orang? Ngobrol musik folk bareng Yang Xi sambil kentut? Sungguh menggemparkan...
Setelah kentut sebulan ini, kelas 2 tingkat tiga pasti harus pindah ruangan. Seluruh ruangan kelas akan terkontaminasi bau busuk!
Tapi ini pertama kalinya Sistem Hukuman Langit memberikan misi terkait bersepeda. 75 kilometer per jam, bertahan 20 menit, itu dua prasyaratnya.
Tidak, ada satu lagi: dalam kota!
Artinya Ren He tidak boleh keluar wilayah kota untuk menyelesaikan misi ini.
Apa arti 75 kilometer per jam? Kecepatan mobil biasa di kota jarang melebihi 60 km/jam, bahkan banyak area yang batas maksimalnya 50 km/jam.
Jika mobil melaju 75 km/jam, saat jendela dibuka akan terdengar suara angin menderu.
Jadi beberapa orang bingung: Mengapa balap sepeda profesional perlu 'tangan angin'? Apa maksudnya?
Karena saat bersepeda biasa kecepatannya rendah, hambatan udara tidak terasa. Tapi dalam balapan dengan kecepatan tinggi, hambatan udara menjadi sangat besar!
Dalam kompetisi normal seperti Tour de France, kecepatan rata-rata di dataran sekitar 40 km/jam. Saat turun bisa tembus 100 km/jam. Rekor tertinggi adalah sprint datar 82 km/jam dan turun 120 km/jam.
Ini mengacu pada catatan resmi dalam kompetisi.
Tentu ada yang lebih cepat lagi, misalnya rekor downhill gunung dengan sepeda gunung yang mencapai kecepatan di atas 150 km/jam.
Kini Sistem Hukuman Langit menuntut Ren He mencapai kecepatan 75 km/jam. Sejujurnya, kecepatan itu bukan masalah utama, yang berbahaya adalah faktor keamanan! Di jalan ramai kendaraan, mempertahankan kecepatan berarti harus menerobos lampu merah. Tak perlu membahas benar-salahnya melanggar lampu merah, bayangkan saja risiko tabrakan dengan kendaraan lain - Ren He bisa terpaksa rawat inap selama dua bulan.
Rupanya periode penyelesaian misi ini harus dipilih malam hari, idealnya sekitar subuh pukul 4 saat lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan paling sepi!
Dengan begitu keselamatan diri sendiri akan maksimal.
Meski Ren He suka mempertaruhkan nyawa, ia tak pernah benar-benar nekat. Layaknya para pencari eksistensi kehidupan, Ren He sebenarnya sangat mencintai hidup.
Ia berencana mencoba dalam dua malam ini. Sepeda yang dipesan di TK sudah terongkrong di bak pikap cukup lama, akhirnya bisa digunakan.
Dugaan Ren He tepat - misi terkait sepeda memang tak terhindarkan. Kalau baru pesan sepeda saat diperlukan, pasti sudah terlambat.
Mengingat misi sepeda sudah muncul, kemungkinan besar olahraga berbahaya seperti Downhill gunung juga tidak akan lama lagi.
Benar juga, zaman mempertaruhkan nyawa yang sesungguhnya memang dimulai sejak pendakian tanpa alat di Hotel Kailai. Bahkan renang musim dingin dan lompat 12 meter di hadapan mereka hanya bisa dianggap sebagai pemanasan belaka!
Menarik!
Xu Nuo awalnya menganggap Ren He tiba-tiba berubah aneh, tapi dalam sekejap mata sikapnya berubah total dan mulai menyuruhnya mengerjakan soal. Soal terus bermunculan sementara kecepatan mengerjakannya sama sekali tidak bisa mengejar!
Ren He merasa Xu Nuo tidak mensyukuri keberuntungannya. Orang lain ingin dapat soal saja tidak bisa, ini jaminan lulus ujian, tidak lulus uang kembali!
Sementara itu, di saat membantu Xu Nuo mengulang pelajaran, Ren He juga merasa seolah kembali ke masa kelas dulu - mengulang dengan gila-gilaan, ada yang belajar hingga larut malam, ada yang bangun subuh, mengerjakan soal sampai tangan pegal, obrolan antar teman sekelas pun tak lepas dari bahasan performa akademik.
Setiap kali pengumuman hasil ujian dirilis, semua orang akan melihat peringkat mereka sekarang, apakah ada kemajuan, apakah ada kesalahan pada soal yang seharusnya tidak salah, dan apakah soal yang seharusnya benar memang benar.
Di meja tak ada lagi novel, surat cinta, atau kertas surat. Kata "warnet" hanya muncul sesekali dalam khayalan: "Gue pasti bakal nongkrong di warnet tiga hari habis ujian buat ngejar ketertinggalan ini!"
Orang lain yang terlahir kembali mungkin akan mengejar kekayaan, memiliki kehidupan yang sulit dicapai orang. Tapi Ren He justru menyukai kehidupannya sekarang - bukankah yang terpenting dalam menjalani ulang jalan hidup adalah tidak meninggalkan penyesalan?
Ujian-ujian berulang itu dulu adalah luka di masa keremajaan. Kini tiba-tiba berbalik merindukannya. Memutar kepala tiba-tiba, wajah-wajah dalam kehidupan itu sudah samar, yang tersisa hanyalah selubung cahaya di kedalaman ingatan.
Daripada merindukan atmosfer tegang sebelum ujian, lebih tepat merindukan diri sendiri yang polos dan ceria meski masih memiliki kebijaksanaan samar di masa itu.
