Kacu Merah di Tiongkok sebenarnya merupakan benda yang sarat makna. Kadang mewakili masa paling murni setiap orang, kadang juga dipinjam untuk menyindir hal tertentu.
Tapi tak ada yang bisa menyangkal, tak peduli dulu kau memakainya rapi atau sekadar buat lap ingus, kacu merah itu telah menyertai perjalanan tumbuh kembang banyak orang, menjadi ingatan kolektif yang universal.
Makanya ketika orang-orang melihat kacu merah yang menutupi wajah Ren He, mereka serentak menjadikannya bahan candaan.
Setelah bercanda, barulah mereka menyadari makna mendalam dari video itu serta judulnya: Nama Sang Ksatria.
Di kehidupan sebelumnya, ketika orang Tiongkok melihat video olahraga ekstrem luar negeri, komentar yang selalu muncul adalah: "Pantas saja populasi luar negeri sedikit."
Secara objektif, Ren He merasa ini sebenarnya bentuk sindiran yang mengandung kepasrahan. Sejatinya saat menonton video-video itu, dalam hati orang akan berpikir: "Wah! Orang luar negeri benar-benar kreatif!"
Alasan mereka berkata seperti itu hanyalah karena di negeri kita sendiri belum banyak muncul orang-orang hebat semacam itu.
Faktanya, sementara mulut mengolok-olok "orang luar negeri suka nekat", jika di Tiongkok muncul pahlawan seperti ini, pasti semua akan berteriak: "Keren abis!"
Sama seperti Liu Erbao, kemunculan pemain besar seperti Ren He di dalam negeri membuatnya merasa sangat segar! Dia tidak menganggap Ren He sedang mencari bahaya, tapi benar-benar jempolan!
Munculnya perbedaan pendapat ini bukan karena orang Tiongkok takut mati, melainkan karena sifat pragmatis bangsa kami!
Sebagian besar waktu kami habiskan untuk hal-hal bermakna sederhana. Mencari sensasi bukanlah gaya kami, dan kami anggap perilaku seperti itu berlebihan - inilah pandangan hidup yang telah mendarah daging.
Kalau ada yang bilang orang Tiongkok takut mati, Ren He tidak setuju. Tiongkok Baru tidak mungkin didirikan oleh pengecut - ini Republik yang bangkit dari lautan darah.
Makanya Ren He selalu jengkel dengan omongan bahwa olahraga ekstrem Tiongkok kalah karena takut mati. Lo yang brengsek takut mati! Sekeluarga lo takut mati!
Tahun 2005, olahraga ekstrem asing mulai masuk ke Tiongkok. Tapi sebagian besar orang masih asing dengan benda ini. Tiba-tiba, seorang siswa SMP muncul dan menggilas para ahli luar negeri!
Ini bukan sekadar jempolan - ini jempolan sejati tingkat dewa!
Di forum mulai ada orang yang membobol firewall untuk mengambil screenshot komentar orang asing lalu menerjemahkannya, terutama yang berasal dari atlet profesional dan pujian bernada kagum. Setelah diterjemahkan, semua itu diposting kembali ke forum. Rasanya seperti Ren He sedang membawa kejayaan bagi negara.
Main olahraga ekstrem setengah hari tapi masih kalah dari siswa SMP kita? Dewa Mobil Luocheng, jempolan!
Solidaritas orang Tiongkok sebenarnya terkenal di seluruh dunia, bukan seperti anggapan bahwa orang Tiongkok hanya bisa berperang internal - semua bangsa pun mengalami hal serupa. Saat ini, solidaritas itu terwujud dalam bentuk Ren He yang secara teknis mengalahkan orang asing, sehingga ia tiba-tiba berubah dari pemuda yang pamer skill menjadi sosok pembawa harapan bangsa!
Pemikiran ini cukup menarik, tapi Ren He tidak berkomentar. Sebenarnya cara berpikir seperti ini menunjukkan bahwa hati masyarakat masih kurang kuat sehingga membutuhkan panutan semacam ini.
Dan dengan layak, Ren He pun menjadi panutan tersebut!
Di Tiongkok, ketika menyebutkan hal-hal yang membawa kejayaan bagi negara, jangan tanya lagi, itu pasti topik terpanas! Video Ren He ini tiba-tiba menjadi viral di dalam negeri dengan cara yang tak terduga!
Video "Kesatria" benar-benar meledak popularitasnya di dalam negeri. Baru saat ini orang-orang mulai memperhatikan konten videonya sendiri, tentu yang paling menarik perhatian adalah close-up tatapan mata di akhir video.
Beberapa anak yang belajar melukis langsung menggunakan tatapan mata itu sebagai latihan sketsa, sementara beberapa sutradara ingin mencari Ren He untuk bermain film.
Tapi yang paling banyak ingin menemui Ren He adalah sponsor-sponsor yang mencium bau keuntungan. Merekalah yang benar-benar mencium peluang bisnis: "Kalau TK saja bisa menandatangani kontrak endorsemen dengan siswa SMP ini, pasti kita juga bisa. Masalah harga bisa dinegosiasikan!"
Di saat seperti ini, siswa SMP yang baru terkenal ini pasti tarifnya masih murah. Mungkin dia sendiri belum tahu berapa nilai pasarnya, tapi popularitas topik tentang remaja ini sangat tinggi. Inilah kesempatan emas untuk dimanfaatkan!
Namun yang tidak mereka ketahui adalah, selera Ren He sudah dimanjakan oleh TK hingga menjadi sangat tinggi. Dan ia bukanlah anak kecil yang polos. Siapa pun yang ingin mengambil keuntungan darinya, harus bersiap untuk dirugikan...
Tapi masalah yang lebih seraja adalah... tidak bisa menemukan Ren He! "Kesatria" ini bagai bayangan gelap di tengah malam, sama sekali tak meninggalkan jejak.
Semua sponsor telah mencoba segala cara, namun setelah setengah hari, tak satu pun yang berhasil mendapatkan informasi tentang Ren He!
An Si cukup aktif dalam lingkaran ini, banyak orang yang sedikit banyak mengenalnya. Jadi banyak yang memilih menanyakan identitas asli Ren He kepada An Si.
Tapi mereka justru menemukan bahwa An Si yang biasanya lihai bergaul, kini menjadi sangat berprinsip. Membahas hal seperti mengungkap informasi Ren He? Sama sekali tidak mungkin!
Bukan berarti An Si sangat jujur, ia hanya sebagai mantan atlet profesional yang menghormati keahlian berkendara Ren He!
Hiu-hiu yang mencium bau darah kini mengalihkan penunjuk mereka ke target lain: Liu Erbao beserta timnya!
Mengingat merekalah yang melakukan syuting, tidak masuk logika jika tidak ada sedikitpun informasi tentang Ren He. Masa iya Ren He memakai kerudung merah dari awal sampai akhir?
Namun kali ini sifat sok seniman Liu Erbao justru kambuh. Selain memang terikat perjanjian kerahasiaan, ia benar-benar menganggap Ren He sebagai teman. Selama proses syuting, Ren He berulang kali menekankan pentingnya kerahasiaan. Ia merasa tidak boleh mengkhianati teman.
Tim Liu Erbao juga sangat kompak. Mereka semua sangat menyukai Ren He. Sejak tahu Ren He ingin merahasiakan identitas, mereka tidak pernah menanyakan informasi identitas sebenarnya. Setelah menyerahkan video hasil editan, semua materi yang memperlihatkan wajah Ren He langsung mereka hapus, mencegah kemungkinan kebocoran secara langsung.
Harus diakui, dalam rantai pertahanan yang saling terhubung seperti ini, benar-benar tidak ada sponsor yang berhasil menggali identitas Ren He. Malah mereka justru mendapat tamparan di hidung dari Liu Erbao.
Sponsor-sponsor geli di selangkangan, sebenarnya sudah tahu watak buruk Liu Erbao dan krunya, buat apa cari masalah dengan orang yang sengaja cari angin.
Liu Erbao usai mengomel ke sponsor langsung menelepon Ren He: "Hei, saudara! Sekarang banyak sponsor nyari kamu. Kalau mau cari duit, bilang saja ke kakak, pasti tidak halangi rezekimu. Langsung kasih kontakmu ke mereka, mungkin bisa dapet banyak. Tapi kalau masih mau merahasiakan, tenang saja - mereka tidak akan dapat informasi Ren He dari kami."
Ren He mendengar merasa Liu Erbao benar-benar cocok dengan wataknya. Ia tertawa: "Cari uang bukan sekarang. Uang yang ada sudah cukup. Tolong terus rahasiakan."
"Baik! Demi kalimat 'uang yang ada sudah cukup' ini, aku pasti rahasiakan sepenuhnya!" Liu Erbao juga tertawa. Ia merasa siswa SMP bernama Ren He ini memang berbeda dari yang lain.
Keputusan Ren He ini juga telah melalui pertimbangan matang. Memang saat ini adalah kesempatan bagus untuk mencari uang, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk membuka identitas sebenarnya. Begitu terungkap, pertama-tama harus menghadapi Lao Ren dan Ibu Ren, lalu kehidupan kampus yang tenang juga tak bisa dinikmati lagi.
Sejujurnya, saat ini dia benar-benar tak kekurangan uang. Uang dari pembuatan game sudah cukup, hidup mewah pun bisa dijalani. Untuk apa mengorbankan hal berharga yang ingin dia jaga sekarang hanya untuk mendapat tambahan uang?
Tentu, kemampuan Ren He membuat pilihan "boros dan menghamburkan kekayaan" ini juga karena dia punya banyak cara menghasilkan uang. Jika ini satu-satunya pilihan, Ren He yakin akan mengambil kesempatan ini. Tapi kenyataannya tidak demikian, masih banyak pilihan lain baginya.
Terkadang dalam perjalanan hidup muncul terlalu banyak pilihan serupa. Ren He merasa jika dia mengorbankan kehidupan saat ini demi uang, barulah itu akan menjadi penyesalan baru baginya.
