Gunung Laojun termasuk sedikit situs wisata AAAAA di Provinsi Henan. Legenda menyebut Laozi, pendiri Taoisme, pernah bertapa dan berkultivasi di gunung ini sehingga dinamakan Laojunshan. Beberapa pihak mempromosikannya sebagai "pusat Taoisme" sebagai gimmick promosi.
Ren He tak peduli status "pusat" atau bukan, yang pasti pemandangannya indah dengan udara lembab dan segar. Di sana juga terdapat satu-satunya pusat pemulihan provinsi tahun 2006. Banyak pejabat tinggi memilih beristirahat di sana setelah pensiun, bahkan ada yang membangun villa langsung di lereng gunung.
Tentu saja hal seperti ini tidak aneh.
Yang terpenting, perbedaan ketinggian Laojunshan memungkinkan Ren He mencapai kecepatan 100km/jam di jalan gunung berkelok, dengan tikungan tajam yang relatif sedikit sehingga tidak perlu terlalu mengurangi kecepatan.
Ren He tiba-tiba teringat sesuatu, ia memalingkan wajah ke Xu Nuo dan bertanya: "Akhir pekan ini main ke Gunung Lao Jun, kamu ikut tidak? Bilang saja ke ayahmu ikut les tambahan lalu menginap di rumah saya."
"Gunung Lao Jun?" Xu Nuo tertegun: "Aku harus belajar!"
"Sudah kubereskan semua, tak perlu khawatir. Tenang, sekarang kamu pasti bisa masuk sekolah ini," kata Ren He sambil tersenyum lebar. Tentu saja, soal ujian masuk SMA tahun ini sudah hampir selesai direview-nya. Dengan metode siklus ingatan, Xu Nuo sekarang bisa menjawab semua soal dengan benar asal tidak absen ujian, pasti lulus.
Tentu, Ren He tidak memberikan semua soal. Ia hanya memberi soal yang mencakup 80% nilai per lembar ujian. Kalau tiba-tiba anak ini jadi juara ujian, dikhawatirkan nilainya malah tak diakui...
Mana ada yang percaya dia bisa jadi juara!
Mendengar itu, mata Xu Nuo langsung berbinar: "Benarkah?"
“Benar-benar, taruh hatimu di perut. Kalau kamu tidak lulus, selisih nilai di bagian tengah akan aku yang bayar,” Ren He menenangkan Xu Nuo.
“Cih, ratusan ribu yuan bisa semudah itu kau bayar?” Xu Nuo awalnya mencibir dengan paksa lalu berbalik arah: “Kapan kita berangkat?”
Wajah Ren He menghitam, tidak menyangka dicibir. Tapi bagi siswa SMP, jika diberi tahu bahwa kekayaannya sudah mencapai puluhan juta, pasti perlu waktu lama untuk mencerna. Ren He berkata: “Kita berangkat Sabtu pagi, tunggu kabar dariku.”
Ternyata Ren He juga tidak menyangka, Yang Xi langsung menunjukkan ekspresi tidak senang saat mendengar Xu Nuo ikut. Ini kan seperti lampu listrik besar? Sebelumnya dia masih berkhayal romantis melihat matahari terbit berdua dengan Ren He di puncak gunung, eh malah ada Xu Nuo gemuk berdiri di samping sambil menyantap mie instan dengan jaket militer?
Benar-benar merusak pemandangan!
Namun Yang Xi berpikir lagi, adegan yang tadi terlintas di pikirannya sebenarnya juga cukup menarik. Dia bukan tipe yang terlalu dibuat-dibuat, tahu persis Ren He dan Xu Nuo adalah sahabat karib. Xu Nuo sekarang memang seperti Xiao San, tapi hubungan persaudaraan yang erat ini wajar adanya.
Lagipula karakter Xu Nuo sangat baik, tidak menimbulkan keberatan. Setelah tahu dia dan Ren He berpacaran, bahkan saat ada tugas kebersihan kelas pun Xu Nuo selalu membantu agar dia tidak perlu mengerjakan pekerjaan berat...
Memori masa sekolah seperti ini benar-benar menggemaskan. Orang lain yang menggantikanmu membersihkan kelas saja sudah membuatmu merasa mereka sangat baik hati...
Si anak ini (Xu Nuo) malah belum sadar sama sekali kalau dirinya sudah dianggap lampu sorot. Dia malah merasa bertiga jalan-jalan bersama seru, kalau bisa tambah banyak orang lagi pasti semakin ramai...
……
Pukul 8 malam, kantor Koran Malam Luocheng sudah tutup. Ruangan kantor yang kosong tidak lagi seramai siang hari. Namun saat ini masih ada seseorang yang duduk di depan komputer, memutar berulang-ulang video paling viral di internet saat ini.
Jika Ren He ada di tempat, pasti akan mengenalinya. Dialah wartawan yang pernah dua kali ingin mewawancarainya - Yuan Peng.
Penampilannya terlihat cukup tua, tapi sebenarnya usianya baru melewati tiga puluh tahun. Bagi pria, ini adalah masa keemasan, periode puncak karier.
Namun keadaan Yuan Peng tidak terlalu sukses. Banyak orang di Luocheng mengenalnya, dulu dialah yang membawakan segmen berita malam di Stasiun TV Luocheng.
Bagi stasiun televisi, yang paling populer biasanya adalah penyiar berita malam. Saat itu Yuan Peng berusia dua puluhan tahun, penuh semangat muda dan masih berdarah panas.
Pimpinan stasiun TV yang tidak sopan memanfaatkan acara kumpul-kumpul stasiun untuk menggoda seorang rekan wanita. Kebetulan wanita tersebut adalah gadis yang disukai Yuan Peng. Saat itu, Yuan Peng yang sedang menjadi selebriti internal langsung menghajar sang pimpinan.
Di satu sisi ada penyiar saluran berita, di sisi lain Wakil Direktur. Pilihan Direktur tentu jelas seperti telapak tangan.
Setelah mendapat sanksi disiplin, Yuan Peng langsung dipinggirkan. Keadaannya lebih buruk daripada tukang sapu, setiap hari dikerjakan tugas paling berat. Ingin bangkit kembali? Jangan harap! Wakil Direktur masih 5-6 tahun lagi baru pensiun.
Terpaksa, Yuan Peng mengandalkan koneksi teman dan mengeluarkan banyak uang untuk pindah ke Koran Malam Luocheng. Ia berharap bisa bangkit kembali dengan pengalaman medianya yang kaya. Tapi mungkin ia meremehkan kekuatan lingkaran pergaulan.
Ketika tiba di koran baru, semua orang sudah tahu Yuan Peng datang ke sini karena tak bisa bertahan setelah menghajar pimpinan.
Siapa yang mau mempercayainya lagi?
Manusia sepanjang hidupnya tidak takut gagal, jika gagal masih bisa bangkit kembali. Jalan kehidupan pada dasarnya dipenuhi duri, hidup akan mencabik-cabikmu hingga daging dan darah berhamburan, bahkan akan melemparkanmu ke jurang agar membusuk dan berkarat di dalamnya. Tapi semua itu tidak masalah, kau masih bisa berdiri kembali.
Tapi yang ditakuti kehidupan bukanlah kegagalan, melainkan penundaan.
Yuan Peng di Koran Malam Luocheng hanya menjadi reporter lapangan, mengerjakan tugas paling berat dan melelahkan - terpapar angin, terik matahari, dan diselimuti salju - namun selamanya tidak bisa naik pangkat.
Hidup seperti inilah yang paling menekan.
Yuan Peng tidak rela. Ia tak pernah rela, sehingga terus mencari kesempatan. Lulusan terbaik Universitas Komunikasi Tiongkok ini mahir bermain media. Ia paham betul: masyarakat sedang berkembang! Sebuah berita bagus mungkin bisa membalikkan keadaannya!
Karena itu kini ia memfokuskan pandangan pada video viral terkini: Knight's Fame!
Kesatria ini, ternyata orang Luocheng! Yuan Peng bukanlah orang yang kurang pengalaman. Saat kuliah di ibukota dulu, wawasannya cukup luas. Kembali ke Luocheng pun ia tak membiarkan dirinya tertinggal.
Dalam pandangannya tentang peristiwa yang sedang viral ini, hal paling tak terpercaya adalah: Sang protagonis ternyata orang Luocheng?!
Masih adakah talenta jenis ini di Luocheng?
Sejujurnya, saat pertama kali menonton video ini Yuan Peng tidak banyak berpikir. Ia murni terpana dari sudut pandang penonton - terlepas dari teknik yang tidak dipahaminya, yang benar-benar mengguncangnya adalah tatapan di akhir video itu!
Sebagai lulusan terbaik Zhongchuan dan wartawan senior, keahliannya justru dalam menangkap detail yang ada di mana-mana!
Melalui tatapan itu ia bahkan bisa melihat Semburan Api yang menyala di hati pemuda di balik sorot mata tersebut.
Api ini tidak membakar kulit, tidak menyakiti jasmani, tapi justru akan membakar nyala api di hati semua yang pernah melihat tatapan ini!
Dalam pikiran Yuan Peng tergambar sebuah gulungan lukisan megah. Alih-alih disebut sebagai pesta di dunia maya, ini lebih merupakan api di hati pemuda itu yang mulai menyebar bagai percikan bintang membakar padang!
Perhatian publik padanya mungkin bukan semata karena keahlian bersepedanya, melainkan karena api di hati mereka sendiri telah tersulut!
Tatapan mata ini membuat Yuan Peng tak bisa berhenti. Namun pengulangan video yang dilakukannya bukan untuk menatap mata itu, melainkan karena siluet ini terasa familiar bagaikan pernah dilihat di manakah sebelumnya!
