Orang yang berangkat malam hari untuk melihat matahari terbit cukup banyak. Ren He akhirnya merasa repot lalu memasukkan semua barang dari tiga tas ke dalam tas punggungnya sendiri sampai penuh sesak!
Orang-orang yang berangkat bersama mereka melihat wajah lugu Ren He dan tas raksasa di belakangnya sampai terpana, "Apa bisa naik ke puncak gunung bawa barang seberat itu?!"
Dari penginapan petani, ke puncak gunung butuh minimal 5 jam. Bukan cuma soal waktu, jalur gunungnya memang sulit. Awalnya ada beberapa paman menasihati Ren He sambil tertawa: "Jangan bawa banyak-banyak, di atas ada sewa baju dan jual makanan, tak perlu dibawa sendiri."
Ren Hanya tersenyum mengucapkan terima kasih, tapi akhirnya tetap melanjutkan perjalanan ke depan. Melihat itu, para paman tak tega: "Suruh Yang Xi dan Xu Nu bantu memikul sedikit juga gapapa." Xu Nu dan Yang Xi pun terus bertanya apakah Ren He lelah, maukah dibantu membawa tas sebentar.
Tapi semua tawaran itu ditolak Ren He.
Di sepanjang perjalanan, Ren He sambil mendaki gunung terus mengunyah cokelat dengan kecepatan brengsek seperti sedang makan kuaci, tampak santai dan rileks.
Saat mencapai lereng gunung, banyak yang mulai kelelahan. Para paman menoleh dan melihat Ren He brengsek sama sekali tidak kena apa-apa, napas pun tidak terengah-engah!
Ren He terus mengunyah cokelat sambil tersenyum lebar memberi semangat ke semua orang: "Semangat! Semangat!"
Dasar semangat! Para paman kesal, anak-anak ini kok sama sekali tidak capek?! Ini brengsek tidak ilmiah!
Lagian, kamu ini rakus banget sih? Ini sudah cokelat kelima yang kamu makan sepanjang jalan!
Ren He tertawa: "Biasakan sering-sering tonik. Ginjal itu mesin tubuh manusia, kalau defisiensi ginjal pasti lemas!"
Siapa yang defisiensi ginjal?! Wajah para paman langsung pucat, kamu ini maksudnya siapa yang ginjalnya bermasalah?!
Tapi perkataan Ren He itu bagai benih yang tertanam. Para paman mulai meragukan diri sendiri: Jangan-jangan aku memang mengalami defisiensi ginjal? Mengapa dia sama sekali tidak kelelahan? Mungkinkah tenagaku sudah mulai menurun?
Xu Nuo bergumam pelan di samping: "Jangan-jangan aku yang masih muda ini sudah kena defisiensi ginjal..."
"Bukan defisiensi ginjal, kamu cuma kegemukan saja," Ren He memutar matanya. Baru seumur ini sudah memikirkan hal-hal begitu. Dia yakin, kalau game ini sukses dan si gendut jadi tajir, pastinya uangnya akan banyak dihabiskan untuk wanita.
Tapi itu hak masing-masing orang. Uang hasil kerjasama, terserah dia mau dihabiskan untuk apa. Yang penting senang.
Ren He menoleh ke Yang Xi: "Lelah tidak?"
Yang Xi tersenyum: "Tidak."
Sejujurnya jawaban itu tidak benar. Normalnya manusia pasti lelah mendaki Gunung Lao Jun. Tapi karena melihat Ren He membawa tas ransel berat tanpa mengeluh, dia jadi malu untuk mengaku lelah.
“Jangan dipaksakan, aku gendong kamu jalan bentar,” Ren He tertawa: “Tenang saja, kamu belum cukup berat untuk menjatuhkanku.”
“Jangan,” Yang Xi memalingkan wajah dan melanjutkan pendakian.
Hasilnya Ren He langsung menggantung tas ransel di dadanya, berlari ke depan Yang Xi lalu berjongkok: “Naik, jangan khawatirkan aku, sanggup gendong kamu sampai puncak.”
Nada bicaranya mulai mengandung aura tak terbantahkan.
Sebenarnya mana ada cewek yang nggak pengin digendong pacarnya saat lelah, bilang nggak capek itu kebanyakan cuma pura-pura kuat. Entah nggak mau terlihat lebay, atau nggak mau merepotkan orang.
Makanya cowok kalau pacaran harus hindari ngomong soal cinta mulut doang. Mau gendong ya jangan tanya "Aku gendong ya?". Nanti cewek bakal bilang "Nggak usah" karena segan.
Kalau memang tulus mau gendong, langsung jongkok di depannya dan bilang... Naik!
Setiap orang akan tumbuh, baik cowok maupun cewek. Janji kosong tanpa tindakan nyata selalu kekurangan ketulusan. Mereka juga nggak bodoh, ketulusanmu bisa terlihat sekilas pandang.
Yang Xi agak ragu, tapi akhirnya berbaring di punggung Ren He. Punggung yang hangat dan kekar itu memberinya kehangatan. Yang Xi meletakkan kepalanya di lekuk leher Ren He, seolah posisi ini sempurna.
Dia berpikir, biarkan Ren He membawanya sebentar saja, tidak boleh sampai membuat Ren He kelelahan. Sepanjang hidupnya selain Yang En dan Su Ruqing, Ren He adalah orang pertama yang pernah menggendongnya. Perasaan ini bagai jiwa yang berjalan sendirian menemukan pelabuhan untuk beristirahat sejenak.
Namun Yang Xi yang awalnya hanya ingin berbaring sebentar, malah tertidur pulas. Nyatanya berbaring di punggung Ren He terlalu nyaman. Lengan berotot yang kuat menyangga lututnya, menahannya dengan stabil.
Tidak masalah dia tertidur, Ren He juga baik-baik saja. Hanya Xu Nuo dan para paman yang perspektif hidupnya sedikit terbalik.
Mendaki gunung dengan ransel saja sudah keterlaluan, kau malah menggendong orang! Kau ini manusia atau bukan?! Keledai pun tidak sekuat ini!
Tapi ini bukan masalah besar bagi Ren He. Dia berani bertaruh pasti akan ada misi mendaki gunung bersalju dalam cuaca buruk nantinya, itulah ujian kehidupan yang sesungguhnya. Ini baru permulaan.
Namun setiap beberapa langkah, Ren He harus meminta Xu Nuo mengeluarkan sebatang cokelat dari tas untuknya. Kedua tangannya sibuk menopang kaki Yang Xi sehingga tak bisa mengambil sendiri, terpaksa disuapi Xu Nuo.
Saat menyuapi cokelat, Xu Nuo merasa perih di hati. "Sialan, orang lain bisa ditumpangi, aku mendaki gunung dengan napas terengah-engah malah harus melayani orang makan cokelat..."
Tapi tiba-tiba dia berpikir, jangan-jangan stamina Ren He bagus karena makan cokelat? Maka dia juga mengambil dua batang sambil jalan. Tapi selain kekenyangan, tidak ada gunanya sama sekali...
Mengapa perbedaan antara manusia bisa begitu besar!
Saat berhasil merangkak mencapai puncak gunung, matahari belum muncul. Ren He dengan perlahan membangunkan Yang Xi dan menempatkannya di atas batu besar untuk duduk, lalu memberikan dompetnya kepada Xu Nuo untuk menyewa jaket militer dan membeli mie instan. Xu Nuo ini sudah sejak lereng gunung terus mengomel bahwa mendaki gunung sekali untuk melihat matahari terbit tanpa makan mie instan adalah "kehidupan yang tidak utuh"!
Bahkan perut kenyang oleh cokelat pun tidak mampu mengubah obsesi keduniawiannya.
Xu Nuo membuka dompet Ren He dan terkejut, "Waduh! Tebalnya setumpuk uang RMB, ini benar-benar perwujudan kebahagiaan!"
Dengan ketegasan, dia menyewa tiga jaket militer terbaik dan membeli tiga bungkus mie instan, lalu bergegas kembali.
Saat itu Yang Xi masih setengah tidur. Dia tak menyangka bisa tertidur pulas hingga sampai di puncak gunung.
Dengan agak malu-malu Yang Xi bertanya, "Kamu tidak capek?"
"Tidak capek," jawab Ren He sambil tersenyum. Sepanjang perjalanan merasakan tubuh lembut Yang Xi... rasanya cukup menyenangkan...
Pada titik ini bahkan Yang Xi merasa Ren He sudah tidak manusiawi, mana mungkin manusia biasa punya tenaga sehebat ini. Lihat saja Ren He membawa tas ransel plus dirinya, merangkak naik ke puncak gunung tapi sama sekali tidak kena apa-apa, bahkan keringat pun tak keluar!
Mereka tak sadar, beberapa paman yang nyaris mati kelelahan di jalan melihat Ren He masih sempat menggoda cewek, hampir mati frustasi!
Ini zaman apa ini?
Anak muda sekarang dikasih makan apa sampai begini? Serem banget...
Matahari hampir terbit, seuntai benang merah melayang dari balik awan, seketika seluruh cakrawala berubah merah!
Cahaya keemasan di kejauhan bagai gelombang pasang yang terus menggunung, langit yang semula merah berubah menjadi emas, seolah-olah kota dewa tersembunyi tiba-tiba turun dari langit.
Yang Xi, Ren He, dan Xu Nuo berjongkok di tebing sambil membalut mantel militer. Yang Xi tersenyum mendengar suara slurrrp-slurrrp Xu Nuo menyedot mi instan. Sebelum berangkat, dia pernah membayangkan adegan ini dan menganggapnya tidak romantis, tapi sekarang terasa menyenangkan.
Keremajaan memang tak punya ruang untuk sikap terlalu dibuat-dibuat. Segala sesuatu yang terjadi saat ini adalah yang terindah.
