Pagi hari ujian SMA, Ren He bahkan tidak bisa bertemu Lao Ren dan Ibu Ren. Keduanya mungkin belum tahu hari ini adalah hari ujian...
Ren He, Yang Xi, dan Xu Nuo tidak satu lokasi ujian, tersebar di tiga sekolah berbeda. Jadi mereka tidak bisa pergi bersama, tapi janjian bertemu di warung kecil depan rumah Yang Xi setelah ujian selesai.
Perlengkapan ujian termasuk pensil untuk menghitamkan lembar jawaban, pulpen hitam, penghapus, dll. Ren He merasa lucu. Di kehidupan sebelumnya saat usia 26 tahun, dia pikir tak akan lagi masuk ruang ujian. Tapi dunia ini tak pasti - secara ajaib dia kembali merasakan era pelajar.
"Di kehidupan sebelumnya sebelum ujian nasional, guru pernah mengajarkan mereka: jika menemui soal yang tidak bisa dijawab, salin ulang pertanyaannya. Dengan kata-kata lebih manis, pengoreksi mungkin akan memberi 1-2 poin."
Tapi Ren He tidak memberi nasehat begitu pada Xu Nuo. Soal yang dia beri hanya mencakup 80% dari total nilai, jadi saat ujian sebenarnya pasti akan ada soal yang tidak dia kuasai. Ren He berpesan: "Kalau ketemu soal susah, jangan sekali-kali menyalin pertanyaan, ngerti? Semua guru mengajarkan cara begitu, pasti banyak sekali murid yang melakukannya! Pengoreksi sudah bosan melihatnya!"
"Jadi metode terbaik adalah: hafalkan beberapa lelucon klasik! Saat orang lain menyalin soal, kau tulis lelucon di kertas ujian. Dengan begini, bukankah kau bisa menonjol?"
Xu Nuo terpana: "Apa kamu salah paham dengan makna 'menonjol'?"
"Salah paham dasar! Lakukan saja seperti kataku, pasti berhasil!"
Bagaimanapun Ren He bisa memastikan saat ini Xu Nu minimal bisa mendapatkan 80% nilai, jadi bercanda pun tak masalah. Dan faktanya memang demikian: Pengawas ujian sudah berpengalaman luas, saat melihatmu mencontek soal, mereka langsung paham maksudnya. Sedemikian banyak siswa mencontek, masa iya setiap orang diberi nilai? Lelucon macam apa itu?
Tapi dalam proses pemeriksaan yang membosankan, tiba-tiba menemukan lelucon menarik, apa rasanya? Langsung brengsek jadi kejutan dan sukacita tak terduga! Lelucon itu layak dapat dua poin!
Di kehidupan sebelumnya saat Ujian Nasional, Ren He melakukan ini. Nilai akhir setiap mata pelajaran selalu 4 poin lebih tinggi dari perkiraannya. Pasti lelucon itu yang berperan.
Xu Nu memandangnya dengan ragu-ragu, merasa dirinya mungkin bertemu penipu...
Lokasi ujian Ren He kebetulan dekat rumahnya, cukup berjalan 2 menit. Setelah menemukan ruang ujian, ia duduk manis menunggu guru memeriksa kartu ujian, lalu memulai ujian.
Ruang ujian resmi seperti ini benar-benar membangkitkan kerinduan. Sejak kuliah di kehidupan sebelumnya, Ren He tak pernah mengikuti ujian dengan patuh lagi. Menyontek bahkan tak bisa disebut menyontek, melainkan "kemakmuran bersama"! Kini, informasi kandidat putih yang tertempel di meja depan dan slip nomor ujian terasa begitu akrab di matanya.
Ren He tak berencana meraih nilai tinggi dalam ujian masuk SMA. Total nilai ujian Luocheng tahun 2006 adalah 645, termasuk 30 poin untuk olahraga - benda ini tentu saja memberinya nilai sempurna tanpa kecelakaan...
Saat ujian olahraga dulu, Ren He melakukan lompat jauh statis sejauh 3,2 meter dengan semudah membalik telapak tangan. Guru olahraga yang mengawasi langsung tertegun...
Tapi teman-teman sekelasnya pun mati rasa. Bagi mereka ini hal biasa - lompat dari gedung tinggi saja dianggapnya seperti bermain-main...
Ketika Ren He menyelesaikan proyek-proyek seperti lari 50 meter, lompat jauh statis, tolak peluru, lompat tali, dan pull-up, guru olahraga dari sekolah lain yang mengawasi juga sudah mati rasa. Ia tak tahan bertanya apakah Ren He pernah mempertimbangkan berkarier di bidang olahraga, tapi Ren He langsung menolak dengan sopan.
"Main olahraga itu kecil, Kakak ini main nyawa..."
Dari total nilai 645, biasanya skor 610 sudah cukup untuk masuk peringkat atas kelas. Sedangkan untuk lolos ke sekolah ini, 540 poin sudah cukup.
Ekspektasi psikologis Ren He adalah skor 580 - tidak terlalu tinggi, tapi sudah melampaui kebanyakan orang di level menengah ke atas. Lao Ren dan Ibu Ren bisa sedikit menjaga harga diri ketika membicarakannya. Bukankah tujuan ikut ujian ini memang untuk memberi mereka sedikit kebanggaan?
Sebenarnya yang disebut berbakti hanyalah melakukan hal-hal kecil yang bisa membuat orangtua lebih bahagia, tidak sesulit itu. Tapi ini juga bukan berarti Ren He harus hidup untuk orangtuanya dan menempuh jalan yang sudah mereka siapkan - konsep yang sama sekali berbeda.
Saat Ren He menerima kertas ujian, dia menghela napas lega: Soal ujian masuk SMA tidak memiliki penyimpangan dari ingatannya. Ini berarti memori terkait ujian masih valid, dan dia berjanji pasti akan meraih nilai bagus kali ini.
Maka pekerjaan pembuatan game bisa terus berjalan lancar.
Guru pengawas adalah dua wanita paruh baya, dengan kacamata berbingkai emas yang terlihat sangat kejam...
Salah satu yang berdiri di podium berkata dingin: "Perhatikan disiplin ujian. Jangan sampai aksi-aksi kecilmu menghancurkan kerja kerasmu sendiri, kerugian lebih besar daripada keuntungan." Dia melirik jam tangannya: "Bisa mulai mengerjakan!"
Ren He mulai menulis jawaban dengan kecepatan luar biasa di kertas ujian. Memori super benar-benar sesuatu yang hebat - setidaknya ilmu yang sudah dipelajari tidak perlu dikembalikan ke guru lagi.
Kesulitan ujian SMA dibandingkan UN ibarat perbedaan antara drift sepeda Ren He di kecepatan 23 km/jam vs 68 km/jam - benar-benar jauh berbeda bagai langit dan bumi.
Sehingga ia bahkan bisa dengan mudah mengendalikan nilainya sendiri, memastikan total skornya hanya berkisar di sekitar 580 Fen.
Saat ujian Kimia dan Fisika di siang hari, kedua mata pelajaran ini tetap menjadi kelemahannya. Nilai gabungan kedua mata pelajaran itu hanya 50 Fen. Benar-benar tak ada simpati baginya terhadap Kimia dan Fisika. Sebelumnya bahkan ketika ada kertas ujian pun ia tak mau mempersiapkan diri sendiri. Saat membimbing Xu Nuo, dengan sengaja melewatkan Kimia dan Fisika - karena untuk membimbing orang lain, dirimu sendiri harus menguasainya dulu. Tapi Ren He mengambil jurusan IPS saat Ujian Nasional, kemampuan Fisika-Kimianya memang tertinggal seumur hidup.
Ia merasa delapan karakter takdirnya memang tak cocok dengan Kimia-Fisika. Nilai dua mata pelajaran ini biarlah mengikuti takdir pertemuan...
Setelah mengerjakan semua soal yang bisa dikerjakannya, persis seperti yang dijanjikannya pada Xu Nuo, Ren He menuliskan lelucon yang memenuhi seluruh kertas ujian lalu memohon pada guru agar memberi sedikit nilai. Entah dengan perasaan apa guru pengoreksi akan memberinya nilai nanti...
Benar-benar kertas ujian yang dipenuhi lelucon begitu padat hingga tak tersisa ruang kosong...
Xu Nuo harus menghafal lelucon, tapi Ren He punya segudang lelucon di kepala yang langsung bisa disusun...
Ini bukan kertas ujian Kimia-Fisika, melainkan kumpulan lelucon!
Ren He merenung: Nilai maksimal untuk kertas Kimia-Fisika 50 poin ini mungkin cuma 20? Kalau mau total 580, soal lain harus hampir sempurna.
Tiba-tiba ada yang cekikikan di belakangnya. Saat menoleh, ternyata guru pengawas sedang berkeliling dan membaca lelucon di kertas ujiannya sampai langsung tertawa.
Ketika ketahuan, guru itu berlagak santai berjalan menjauh dengan tangan terkunci di belakang punggung, lalu beberapa saat kembali lagi diam-diam membaca lelucon...
Wajah Ren He berubah gelap. Guru pengawas yang terlihat kejam ini ternyata komedian juga!
Saat mengumpulkan kertas, dia sadar guru itu sengaja menyisihkan kertas ujiannya untuk bisa baca lelucon lagi...
Bahkan ini belum seberapa! Saat ujian hari kedua, guru pengawas ini masih sesekali sengaja mendatangi belakangnya untuk memeriksa apakah dia menulis lelucon lagi! Ketika tak menemukan lelucon, sang guru malah menghela napas kecewa!
"Apa kau sakit?!" Ren He hampir tak bisa berkata-kata!
Hari ini semua mata pelajaran ujian dikuasainya - inilah subjek-subjek yang harus dikejar nilai tingginya untuk menambal lubang besar Kimia-Fisika. Jika ujian-ujian ini gagal, target 580 Fen mungkin tak tercapai.
