Setelah mengisi formulir pendaftaran, Yang Xi akan kembali ke ibukota bersama Yang En. Saat pengisian formulir, teman sekelas berencana kumpul-kumpul setelah ujian, diorganisir oleh ketua kelas Duan Xiaolou.
Namun Ren He langsung menyatakan mungkin tak bisa hadir karena harus ke ibukota selama seminggu.
Sebelum sempat bereaksi, Duan Xiaolou sudah berkata, "Kalau begitu kita tunggu seminggu lagi. Reuni SMP tak boleh kurang kehadiran juara ujian kerajaan kita. Setuju, teman-teman?"
“Teman-teman lain juga tak banyak berpikir, langsung tertawa: "Benar, siapa pun bisa absen kecuali kamu. Kami akan menunggumu kembali dari ibukota baru kumpul-kumpul.""
Atribut daya tarik Ren He sudah mencapai 3 poin. Atribut ini secara tak kasat mata membuat orang ingin dekat dengannya. Orang asing pun kesan pertama melihatnya tak akan terlalu buruk. Jadi semua merasa tak masalah menunggu Ren He, lagipula liburan musim panas masih panjang, kapan saja bisa berkumpul.
Duan Xiaolou tiba-tiba bertanya santai: "Ke ibukota buat apa? Liburan?""
"Iya, liburan," Ren He tersenyum lebar. "Maaf merepotkan kalian menunggu. Nanti biaya makan arisan aku yang tanggung.""
"Haha, sepertinya keluarga Ren He memberi banyak uang jajan setelah jadi juara ujian kerajaan. Baiklah, kami tunggu traktiranmu!""
Ren He bercanda sebentar lagi dengan mereka sebelum meninggalkan ruang kelas. Sesekali merusak rezeki untuk memuaskan rasa ego Si Tukang Pamer dalam dirinya juga terasa menyenangkan...
Di malam hari, Yang Xi berangkat bersama Yang En. Namun kali ini tidak ada perasaan akan berpisah karena keduanya sangat paham, waktu pertemuan kembali tidak akan lama lagi!
Kereta yang ditumpangi Yang Xi berangkat dari Stasiun Luocheng menuju ibukota.
Ia memandang pemandangan yang bergerak mundur di luar jendela, perlahan memasuki padang rumput. Di balik perasaannya tersembunyi getaran kecil karena kali ini ia kembali ke ibukota dengan membawa lima lagu baru.
Orang itu telah mengirim SMS, pihak tersebut telah memulai perjalanan mengemudi ke utara mengikuti langkahnya memasuki ibukota. Sensasinya bagai ditemani Kesatria Penjaga yang diam-diam melindunginya.
Yang Xi merasa sejak bertemu Ren He, hidupnya sulit untuk tenang. Pria itu terus-menerus memamerkan keajaibannya. Dalam setengah tahun terakhir, kejutan yang ia terima seolah melebihi 16 tahun sebelumnya dalam hidupnya.
Di kamarnya di Luocheng, Yang Xi telah membingkai dan menggantung sketsa pemberian Ren He di dinding. Setiap kali melihat lukisan itu, ia merasa sedikit kepuasan diri - siapa sangka karya terkenal itu justru tergantung di kamarnya sendiri?
Dan gadis dalam lukisan itu adalah dirinya sendiri.
Melihat ekspresi manis Yang Xi yang sedang menatap keluar jendela, Yang En jadi bingung: Jangan-jangan putrinya sebenarnya tidak punya kesan baik pada Ren He? Bukankah seharusnya ada sedikit rasa nestapa saat berpisah?
Mana dia tahu, Ren He sedang dalam proses menggaet putrinya...
Kereta melaju dengan gemuruh menuju ibukota - kota penuh ambisi nama dan harta. Gadis lugu yang sedang kasmaran itu memandang pemandangan padang luas di balik jendela. Semuanya begitu memukau, dan keremajaan mereka baru saja dimulai.
……
Ren He mengemudikan pikap besarnya melaju kencang menuju ibukota. Kini sudah lebih dari setengah tahun sejak aksi Menantang Dojo terakhir, namun sebenarnya suhu lima lagu tersebut tidak turin banyak. Bahkan di Luocheng masih sering terdengar orang bersenandung lima lagu itu, bahkan di banyak kompetisi penyanyi kampus top 10 universitas pun lagu-lagu ini masih berkumandang.
Bisa dikatakan tantangan dojo mereka sebelumnya berhasil, dan kedatangan mereka kali ini di ibukota pasti akan menarik klimaks kedua.
Perjalanan ini lancar. Saat tiba di ibukota, Yang Xi baru saja kembali ke rumah kakek neneknya. Hari ini jelas tidak bisa diajak keluar. Tapi untungnya Ren He sudah tahu, meski Yang Xi kembali ke ibukota, dia masih di bawah perwalian Yang En, tidak sering tinggal bersama Su Ruqing. Lagipula Yang En dan Su Ruqing telah bercerai, dan Yang En adalah wali resmi Yang Xi.
Calon mertua pasti lebih mudah dihadapi sedikit daripada ibu mertua...
Kali lalu Ren He sudah merasakan sendiri, ibu mertuanya ini bukan orang yang mudah dihadapi. Secara logika seharusnya kita menyelesaikan masalah dengan fakta dan logika, tapi Su Ruqing sama sekali tidak mengikuti formula biasa, langsung menolak berdiskusi secara logika!
Karena tak ada kegiatan, Ren He pun mengajak Lao Zhou makan. Zhou Wumeng yang mendengar kabar kedatangan Ren He ke ibukota sangat terkejut sekaligus senang, kebetulan ada banyak hal yang ingin didiskusikan dengan Ren He.
Saat makan malam bersama, Zhou Wumeng langsung mengajak Ren He menyantap bebek panggang. Begitu melihat sikap Lao Zhou yang begitu royal, Ren He langsung merasa waswas di hati – orang tua ini mungkin sedang menyusun rencana lagi untuknya!
Kalau bukan karena alasan itu, mana mungkin Lao Zhou yang terkenal hemat mau mengajaknya makan di tempat semewah ini? Ren He sudah membaca benar-benar niat tersembunyi Zhou Wumeng...
Begitu duduk, Zhou Wumeng langsung berkata: "Setelah hak cipta San Zi Jing dimasukkan ke Qinghe, royalti pertama telah masuk. Alamat kantor sementara Qinghe akan ditempatkan di properti kosong milik keluarga kami yang disediakan gratis oleh Lao Er. Tenang saja, dana Yayasan Qinghe pasti akan digunakan untuk keperluan yang benar-benar penting, tidak akan ada pemborosan."
Masalah ini sebenarnya pernah disebutkan Lao Zhou sebelumnya. Beliau memiliki empat putra. Meski bukan orang tajir, mereka semua cukup mapan dan selama ini mendukung kegiatan amal ayah mereka.
Menyumbangkan satu properti sebagai kantor yayasan, menurut Ren He ini sudah termasuk tindakan yang cukup altruistik. Meski properti itu masih tercatat atas namanya, tapi dengan difungsikan sebagai kantor Yayasan Qinghe, berarti untuk sementara dia sendiri tidak bisa memanfaatkannya.
Ren He sama sekali tidak khawatir Lao Zhou akan main kotor di yayasan. Dia menenangkan sang tua: "Aku tidak pernah meragukan hal ini. Semuanya terserah Anda yang tentukan. Bagiku, seolah San Zi Jing itu tidak pernah kutulis sama sekali."
"Aku juga harus memberitahumu," lanjut Lao Zhou: "Sekolah dasar harapan pertama kami sudah mulai dipersiapkan pembangunannya. Belakangan ini banyak orang di ibukota yang tertarik di bidang amal telah bergabung, semuanya tanpa gaji. Tentu kami juga merekrut dua mahasiswa yang khusus menangani pekerjaan administratif. Sekolah pertama akan dibangun di Shaanbei. Rencana kami adalah secara bertahap memperluas dari Shaanbei ke seluruh wilayah barat laut, mendirikan Sekolah Dasar Qinghe kami di seluruh penjuru barat laut!"
Suaranya terdengar sangat besar, apa ini sedang menggambar kue di udara...
Ren He membersihkan tenggorokannya dua kali: "Anda langsung saja bicara intinya. Kita bukan tipe orang yang terlalu dibuat-dibuat. Apa yang bisa kulakukan pasti akan kujalankan..." Bagi Ren He, amal sendiri sudah merupakan hal baik. Tidak hanya bisa membantu anak-anak pegunungan, tetapi juga memberikan wadah bagi banyak orang yang ingin berkontribusi dalam amal namun tidak punya dana. Ini sungguh hal positif!
Selain itu, mengingat hubungannya dengan Lao Zhou, jika benar ada permintaan yang bisa dipenuhi, sekadar sekali tepuk pun layak untuk dilakukan.
Zhou Wumeng tersenyum: "Aku tahu kau orang yang paham situasi besar. Begini, belakangan ini aku sedang negosiasi harga hak cipta animasi San Zi Jing yang pasti tidak akan terlalu tinggi... Yayasan Qinghe kita memang masih kekurangan uang! Bagaimana kalau hak cipta Kunlun juga kita masukkan?"
Lao Zhou sekarang selalu menyebut Yayasan Qinghe ke Ren He dengan sebutan: Yayasan Qinghe kita... Ini dimaksudkan untuk meningkatkan rasa pengakuan Ren He terhadap yayasan tersebut...
Tapi tidak bisa membiarkan orang tua ini terus mengincar proyek paling menguntungkanku sekarang! Masih ada perusahaan game Qinghe yang sangat membutuhkan perhatian! Sekalipun aku menulis karya yang lebih bernilai, tetap butuh masa fermentasi, sedangkan pihak game Qinghe tidak bisa menunggu.
Ren He berpikir sejenak lalu berkata: "Begini, Lao. Kunlun jangan diincar lagi. Aku jamin dalam satu bulan akan menulis karya baru! Hak ciptanya langsung menjadi milik Yayasan Qinghe!"
Zhou Wumeng berbinar dan melemparkan sejumlah besar pertanyaan: "Karya apa? Sudah ditulis? Namanya apa? Apakah sekuel kedua Shan Hai Jing?"
"Bukan sekuel Shan Hai Jing, judulnya Sang Pengejar Layang-Layang!"
Sejujurnya Ren He awalnya tidak berniat menyentuh buku ini, karena latar kisahnya tidak di Tiongkok. Nanti ketika orang bertanya bagaimana mungkin seorang siswa SMP yang belum pernah ke luar negeri bisa menulis buku seperti ini, Ren He benar-benar tidak bisa menjawab.
Tapi sekarang dia sudah berniat berulah nakal, sama sekali tidak mau menjawab. Urusan darimana saya tahu? Apa tidak boleh kalau saya pernah mengalaminya dalam mimpi?
Ren He sama sekali tidak pernah berniat mengakui karya-karya itu sebagai miliknya. Bahkan jika tiba-tiba ada wartawan yang menemukannya, dia pasti akan menyangkal semuanya.
Pertama karena dia sendiri tidak mau mengakui karya-karya tersebut, murni demi uang. Kedua, dia juga tidak berniat mencari ketenaran melalui ini.
Ketika ada yang bertanya: "Guru Ren He, mengapa Anda bisa menulis buku Sang Pengejar Layang-Layang? Banyak detail kehidupan di dalamnya yang mustahil ditulis oleh orang yang belum pernah tinggal di lokasi tersebut."
Ren He hanya menjawab singkat: "Maaf, Anda salah orang. Itu bukan karyaku."
Toh tujuannya cari uang, buat apa terlalu dibuat-dibuat lagi? Daripada berusaha meraih ketenaran dan kekayaan di dunia sastra, Ren He justru berharap kelak semua orang menjulukinya Raja Permainan, Bapak Dota, atau Raja Olahraga Ekstrem...
Aku ini pemain ulung, bukan penulis besar! Yang kalian anggap sebagai warisan sejarah, bagiku cuma sarana cari duit... Lagipula uangnya kan disumbangkan untuk amal.
"Sungguh aku ini sosok yang menganggap harta dan ketenaran bagai tahi..." Ren He berkomentar dengan brengsek penuh "keterharuan".
Alasan Ren He memilih "Sang Penerbang Layang-Layang" sebagai karya kedua yang dimasukkan ke Yayasan Qinghe sepenuhnya karena daya jualnya yang luar biasa. Dalam kehidupan sebelumnya, buku ini termasuk sedikit karya yang mampu bertengger di 10 besar daftar penjualan buku fisik selama satu dekade!
