Dalam peristiwa ini, yang paling gembira adalah perusahaan-perusahaan media, karena mereka akhirnya mengetahui informasi identitas sebenarnya Yang Xi!
Tentang pemuda itu, mereka juga mendengar kabar dari teman-teman media sehingga mengerti beberapa hal. Tapi ini tidak berpengaruh, jelas-jelas pemuda ini tidak ingin masuk ke dunia hiburan, bukankah ini justru sesuai harapan mereka?
Zaman sekarang seorang gadis pasti lebih berharga dibanding grup pria-wanita!
Raksasa media semakin berpikir semakin bersemangat, hampir tak sabar ingin langsung merebut orang sekarang juga. Saat ini mereka berada dalam hubungan kompetisi, 9 lagu Yang Xi jelas merupakan komposisi paling populer. Mendapatkan Yang Xi sama dengan memperoleh pohon uang hidup, siapa yang akan melewatkan kesempatan ini?
Tapi... tak satu pun yang berhasil menemukan Yang Xi!
Nomor teleponnya memang berhasil diperoleh dari teman sekelasnya, namun tidak bisa dihubungi sama sekali, langsung mati setiap kali ditelepon.
Bagaimana solusinya? Akhirnya masing-masing pihak harus memamerkan kemampuan supernatural mereka. Ada yang langsung mencari nomor Su Ruqing melalui perantara teman!
Namun begitu maksud diutarakan, Su Ruqing langsung mematikan ponsel. CEO media yang menelepon itu pun terpaku, bingung: "Ini bagaimana? Sebagai sesama pebisnis, mestinya saling menjaga harga diri dong!"
Yang tidak mereka ketahui, Su Ruqing sudah beberapa hari tidak mengakses internet. Begitu mendengar kabar tentang Yang Xi kembali bernyanyi melalui telepon, reaksi pertamanya adalah: "Harus segera menghadapi Ren He!"
Kalau tidak bisa menangkap Ren He yang mengajak putri mereka sendiri lalu menggantungnya untuk dipukul, Su Ruqing merasa malam ini mungkin tidak bisa tidur!
Dia juga khusus melihat berita di internet, kabar tentang putrinya sudah tersebar luas, urusan pacar Yang Xi juga dibahas di mana-mana, bisakah ini ditahan?
Su Ruqing langsung menelepon Yang En, langsung mulai marah dengan nada penuh amarah: "Bagaimana kau mengasuh putri kita? Dia pacaran pun kau tidak tahu?"
Yang En terpaku: "Tidak pacaran! Waktu bicara soal itu, si bocah terlihat sangat tulus!"
Plak! Su Ruqing mematikan telepon, meninggalkan Yang En memegang ponsel mulai geli di selangkangan... Benar-benar tulus!
……
Segera setelah Ren He keluar dari bar, ia memutuskan untuk mundur. Bukan kembali ke Luocheng, melainkan mengurung diri di hotel. Bagaimanapun audisi terbuka Kunlun belum selesai. Dia tahu begitu identitas Yang Xi terbongkar, Su Ruqing pasti akan segera tahu bahwa dirinya kembali melanggar segala hukum dengan mengajak putrinya.
Saat diajak sebelumnya saja Su Ruqing hampir naik pitam, apalagi pihak ibu itu sama sekali tidak menyukai ide Yang Xi tampil di publik untuk menyanyi. Namun dirinya malah mendorong Yang Xi hingga mencapai puncak popularitas.
Kali ini dendam lama dan baru akan dihitung sekaligus. Jika tidak segera kabur, diperkirakan dia harus bersujud di ibukota.
Saat ini belum saatnya untuk konfrontasi langsung dengan ibu mertua. Atau lebih tepatnya, status alaminya sebagai menantu memang sudah menjadi kelemahan. Adakah nasib baik bagi menantu yang berani melawan ibu mertua? Tentu tidak mungkin.
Bagaimanapun juga itu adalah ibu kandung Yang Xi. Bukan saja tidak boleh melawan, malah harus bersikap segan dan hormat kepada rumah tangga mereka.
Jenis orang yang berani hadapi langsung ibu mertua biasanya pada akhirnya kehilangan istri...
Namun sambil mundur, Ren He juga harus mengurus masalah eksposur identitasnya. Ia tak pernah berani meremehkan kekuatan media. Sepanjang apapun kau sembunyikan diri, kalau mereka mau mengorek pasti bisa. Karena itu Ren He harus mencari jimat pelindung untuk diri sendiri.
Jimat itu adalah Zhou Lao. Adakah yang lebih cocok darinya? Perintah Lao Ren mungkin masih berlaku di wilayah kekuasaannya di Luocheng, tapi di luar sana siapa yang peduli siapa dirimu?
Tapi Zhou Wumeng berbeda. Sosok itu benar-benar figur berpengaruh se-Tiongkok yang semua orang harus beri muka.
Saat Ren He membicarakan hal ini dengan Zhou Lao, sang tua tak langsung menyetujui. Ia malah bertanya kapan Ren He bisa menyerahkan "The Kite Runner" kepadanya. Wajah Ren He langsung menghijau!
Ini benar-benar rubah tua yang pandai mencari kesempatan. Memberikan serangan kejutan seperti ini kepada Ren He di saat yang tepat benar-benar sesuai porsinya. Ren He juga mempertimbangkan niat baik pihak tersebut dalam kegiatan amal, sehingga langsung menyatakan akan menyelesaikan dalam 10 hari lagi. Lao Zhou baru merasa puas dan menyetujui permintaan Ren He sambil menasihatinya agar tidak menyia-nyiakan bakat dan fokus menulis buku.
Ren He hampir tak ingin berurusan dengannya. Novel "Sang Penjemput Layang-Layang" memiliki total 220 ribu karakter. Waktu 10 hari berarti Ren He harus menghabiskan sekitar 3 jam sehari untuk menyalin buku, dengan kecepatan 7000+ karakter per jam. Untuk plagiarisme murni tanpa pemikiran kreatif, ini sangat mungkin dilakukan. Bagaimanapun, saat menulis karya orisinal Kitab Suci, Ren He bisa mencapai 5000 karakter per jam ketika ide lancar. Tentu saja menyalin langsung pasti lebih cepat.
Kitab Suci sejak masuk 10 besar tiket suara tak pernah meletus lagi. Setiap hari stabil update tiga bab total 6000 karakter, sampai dijuluki Pao San Geng (Pao Tiga Bab)... Nama pena yang digunakannya untuk menulis Kitab Suci adalah Sha Paozi (Si Bodoh Pao).
Kebetulan kemudian ia baru tersadar, di kehidupan sebelumnya ada idola bernama Lu Han yang juga dijuluki Sha Paozi? Hal ini memang tidak ia perhatikan sebelumnya, baru teringat setelah mendapatkan memori super.
Sudahlah, karena sudah meminta bantuan orang, lebih baik habiskan waktu ekstra untuk menyelesaikan "The Kite Runner". Semakin cepat selesai, semakin cepat dana mengalir ke Yayasan Qinghe untuk melakukan perbuatan baik.
Ren He berjalan di jalanan Houhai, melepas topi baseballnya tapi tetap tak ada yang bisa mengenalinya. Jalan setapak Houhai di malam hari ramai dipadati kerumunan, pria dan wanita menyia-nyiakan hormon mereka di dunia berwarna-warni ini. Orang-orang yang lelah datang ke sini mencari pelampiasan sesaat setelah terkekan hidup, sementara Ren He justru mulai menikmati rasa kesepian tak terduga yang tak terbendung ini.
Sejak terlahir kembali di dunia paralel, Ren He bahkan hampir tidak punya teman. Xu Nuo bisa dihitung satu, Huangfu Zhuri satu, Xia Yuting setengah, Duan Xiaolou satu.
Ia merasa ini hal yang wajar tanpa perlu diresahkan, namun kesepian yang tiba-tiba menyerang ini justru membuatnya tertekan. Mungkin karena porsi Yang Xi dalam hidupnya akan perlahan berkurang di masa depan.
Hanya proporsi kehidupan, bukan perasaan.
Ini seperti seseorang mencabut beberapa keping puzzle hidupnya, membuat bagian itu menjadi kosong.
Ren He berjalan ke tempat parkir mobilnya di kejauhan, membuka pintu, bersiap masuk. Ia merasa saat ini harus pergi menyantap makan larut malam sendirian, lalu kembali ke hotel untuk tidur nyenyak.
Sebelum tidur bisa menonton TV, mencari-cari program hiburan yang menarik, lalu bersandar di bantal menunggu kantuk datang dan tertidur alami.
Manusia harus belajar merasakan kesepian, bukan? Ren He tersenyum sinis pada dirinya sendiri. Semua ini pilihannya sendiri, buat apa berlagak sentimental.
Namun saat itu, dari belakangnya tiba-tiba terdengar dentang langkah yang mendesak. Seseorang dengan lincah berlari mendekatinya. Ren He awalnya tidak menghiraukan, tapi perlahan mulai merasa ada yang tidak beres, sebab suara langkah itu terasa begitu familiar.
Dengan gerakan cepat ia berbalik, menyaksikan siluet yang familier itu tiba-tiba berhenti tepat di hadapannya. Ren He terpaku: "Kenapa tidak menurut? Bukannya sudah kukatakan untuk tetap di sana menyanyikan lagu 《Yu Jian》 sampai selesai?"
"Tiba-tiba lapar, ingin mengajakmu makan sate tusuk!" senyum lebar Yang Xi merekah. Di bawah cahaya lampu neon, sosoknya tampak bersih tak bernoda. Rambut hitamnya terjuntai dari tengkuk hingga pinggang, bergoyang lembut mengikuti tarikan napasnya. Sepatu putih kecil di kakinya terlihat sangat menggemaskan.
Terlalu suci, hingga membuat orang sakit hati.
Ren He tiba-tiba tertawa. Omong kosong perasaan kesepian! Dia hanya ingin membantu sang kekasih mewujudkan mimpi, merasa puas dengan rasa ego yang seakan segalanya dan pencapaian sebagai penjelajah waktu. Tapi tak pernah sekalipun bertanya: "Sebenarnya bagaimana pilihan Yang Xi?" Selama ini dia sibuk bertanya "Apa yang bisa kulakukan untuk Yang Xi?" tapi lupa memikirkan "Apa yang rela dilakukan Yang Xi untukku?" Sebab dia paham: Cinta bukanlah tuntutan.
Namun saat ini, cinta yang gemuruh seperti yang diidamkannya mendapat pembuktian tak terduga. Dulu dia berharap - meski tak sengaja menguji - seberapa besar Yang Xi menghargai hubungan mereka. Kini jawaban tak diperlukan lagi. Jawaban ada di mata.
Persis seperti dulu Yang Xi tak pernah menuntut apa yang bisa Ren He berikan, tapi justru muncul di sampingnya di saat paling berbahaya. Itulah momen paling membahagiakan.
Yang Xi berkata dengan jenaka: "Lagu bisa dinyanyikan kapan saja, meninggalkan satu lagu untuk menggoda selera mereka juga bagus, aku lapar ayo cepat kita makan larut malam!"
