Saat dua orang ini menemukan tempat makan sate dan mulai melahap dengan lahap, di sekitar masih ada orang yang mendiskusikan kejadian malam ini, hal ini menunjukkan bahwa insiden menyanyi kembali dan membongkar identitas Yang Xi hari ini telah menjadi fenomena fenomenal dalam waktu singkat.
Saat itu Yang Xi dan Ren He kembali mengenakan topi baseball dan bersembunyi di sudut kedai sate, bersikap rendah hati sampai tak ada yang mengenali mereka.
Namun Ren He tidak tahu, ibu mertuanya sudah benar-benar mengamuk...
Keduanya duduk di kedai tak terkenal, sama sekali tidak menghiraukan ombak besar di luar, bisa dipastikan ada tak terhitung orang yang sedang mencari Yang Xi.
Saat Yang Xi menyalakan ponselnya, muncul deretan SMS tak terhitung, bahkan sebelum sempat membaca isi SMS, panggilan tak dikenal sudah menghentikan paksa aksinya.
Yang Xi mengerutkan kening lalu mematikan ponselnya lagi. Ren He tersenyum lebar: "Pasti ada yang membocorkan nomormu. Soalnya banyak teman sekelas yang tahu nomor ponselmu. Tapi ini hal normal. Besok kita daftarkan dua nomor baru - satu untuk perusahaan manajemen, satu lagi untuk teman-teman pribadi."
Yang Xi belum benar-benar memahami arti ketenaran. Baru seberapa lama ini terungkap? Dia belum merasakan langsung gelombang heboh di internet. Namun ratusan SMS dan panggilan tak dikenal yang belum dijawab ini akhirnya membuatnya sadar: Dirinya kini sudah jadi selebritas!
Ren He terharu: "Kau pasti akan sangat sibuk nanti. Ada tak terhitung jumlahnya jadwal yang menantimu."
"Aku tak berniat ikut itu," kata Yang Xi tenang setelah berpikir. "Sudah kubilang sebelumnya, aku cuma mau nyanyi. Hanya akan ikut acara yang berhubungan dengan nyanyi. Wawancara, program variety, iklan? Lupakan saja."
"Tapi itu semua duit lho," Ren He terkejut.
“Tak Kekurangan Uang ya，”Yang Xi menirukan nada bicara Ren He dulu: “Kamu tak kekurangan uang, bukankah itu berarti aku juga tak kekurangan uang!”
Ren Heliuk tidak tahu mau tertawa atau menangis, ucapannya terdengar sangat logis. Tapi kalau dipikir-pikir, selama Yang Xi cukup populer, pendapatan dari konser saja, penjualan album, dan berbagai hak cipta audio-visual sebenarnya sudah cukup banyak.
Bagus juga kalau dia bisa berpikir seperti ini. Tersesat dalam uang-lah yang paling disesalkan. Meskipun dulu di kehidupan sebelumnya, harapan terbesar Ren He justru bisa tersesat dalam uang, namun tak pernah ada kesempatan!
Jadi setiap orang akan mencapai fase berbeda dalam kehidupan pada tahap yang berbeda. Saat miskin bilang jangan tersesat dalam uang, itu brengsek namanya paksain dipermalukan, akhirnya pasti akan menerima tamparan keras...
"Tapi yang Ren He pikirkan sekarang adalah, kalau Yang Xi tidak berencana terlibat banyak acara, berarti dia punya banyak waktu luang. Tapi bisa diprediksi, bahkan di sekolah pun pasti akan dikerubungi banyak teman sekelas."
"Dirinya sendiri diperkirakan tidak bisa mendekat..."
"Lagipula tidak boleh sembarangan mendekat, kalau sampai setiap hari ada skandal juga cukup merepotkan."
Tiba-tiba telepon Ren He berdering, ternyata dari Liu Erbao! Ren He bingung kenapa dia menelepon sekarang, diangkatnya: "Ada apa, Kakak Kedua?"
"Hush..." Liu Erbao di telepon menghirup napas dingin: "Kemampuanmu memberi julukan ini benar-benar luar biasa, orang lain biasanya memanggilku Kakak Bao, tahu!?"
"Bicara urusan resmi..."
"Itu... Aku baru lihat sesuatu di daring, ingin kuceritakan. Ada gadis kecil yang terkenal karena nyanyi, kamu tahu kan?" Liu Erbao di seberang telepon sepertinya memilih kata-kata dengan hati-hati.
"Hmm, tahu," jawab Ren He dengan tenang.
“Emm... 9 lagu yang dinyanyikannya benar-benar enak didengar! Sudah dengar?” tanya Liu Erbao.
“Iya, sudah dengar,” jawab Ren He tetap dengan tenang.
Liu Erbao yang sedang duduk di sofa markas besar mereka tiba-tiba berdiri dan melangkah dua kali sambil bertanya: “Saudara di mana? Kakak laki-laki mau ajak ke Houhai minum arak?”
“Aku baru keluar dari Houhai, agak lelah. Hari ini enggak minum arak dulu,” suara Ren He menyembunyikan sedikit senyum lebar, menunggu kelanjutan perkataan Liu Erbao.
Liu Erbao tiba-tiba bertanya dengan tekad baja: “Aku liat foto gadis itu, hmm... Sepertinya kemarin pernah ketemu... Kamu paham maksudku kan...”
“Paham.”
"Saudara, beri tahu aku jujur, apakah istri adik bernama Yang Xi?" Liu Erbao akhirnya mengajukan pertanyaan yang paling ingin dia tanyakan sejak awal. Begitu selesai melolong malam itu, dia langsung melihat berita tentang identitas penyanyi misterius yang terbongkar. Tapi begitu melihat foto tersebut, dia langsung merasa ada yang tidak beres! Meskipun semalam mereka berteriak seperti hantu dan serigala, tapi mereka sama sekali tidak minum arak - mereka dalam keadaan sadar!
Apalagi dia sudah mengamati Yang Xi dengan seksama sebelumnya. Kalau tidak, mana mungkin dia mengundang Yang Xi menjadi model video iklan komersial. Jadi pandangan pertamanya pada foto itu langsung mengenali Yang Xi. Tapi dia ragu-ragu memastikannya, soalnya 9 lagu itu sudah semua dia dengar! Bahkan bisa dibilang keinginannya bermain band terpengaruh lagu "Dali"!
Seorang siswa SMP yang jago olahraga ekstrem masih bisa dia terima. Tapi jika ada lagi jenius musik, kapasitas otaknya merasa tidak sanggup mencerna!
Liu Erbao terdiam mendengarkan telepon, menanti jawaban Ren He...
Ren He berkata dengan tenang: "Ya, namanya Yang Xi."
Lima kata ini terdengar di telinga Liu Erbao bagai guntur menggelegar di dataran, sekaligus memverifikasi dugaan dan menyulut suatu harapan!
"Waduh!" Liu Erbao tiba-tiba membentak saudara-saudara di sampingnya: "Benar mereka berdua, coba katakan betapa jempolan saudara kita Ren He!"
"Jempolan!" Teriakan serentak orang-orang nyaris membuat ponsel Ren He terjatuh ke tanah!
Liu Erbao langsung bersemangat berkata ke Ren He di seberang telepon: "Saudara, kamu tahu kan kakak suka main musik? Meski suka berkoar-koar sama kamu, sebenernya kami tahu batas kemampuan sendiri. Dulu nggak tau kamu punya bakat segini. Omongan gue waktu itu anggap aja kentut, malu banget sampe mau muntah darah! Tapi serius, kami bener-bener cinta musik. Waktu SMA pengen bikin band, tapi lagu karangan sendiri ampas banget. Kami juga gak mau nyanyi ulang lagu orang, malu tau! Sekelas artis top pun kalau dinyanyiin ulang tetep aja ngerendahin diri. Itu kan bukan karya sendiri. Ngerti maksud gue?"
"Ngerti," jawab Ren He sambil tertawa. Dia sudah paham betul sifat mereka yang sombong tapi memang punya modal. Dalam hal fotografi komersil, mereka memang yang paling jempolan di industri, tanpa tandingan.
Liu Erbao dengan gelisah berkata: "Aku cuma berpikir... Lihatlah album adik ipar sudah punya sepuluh lagu... Bisakah lu meluangkan waktu bikin satu lagu buat kami? Cuma satu! Urusan lain gak usah dipikirin, MV adik ipar ke depannya kami yang tanggung, peralatan udah siap, gratis kami yang urus!" Di sini suara Liu Erbao mulai ragu. Dia benar-benar ingin punya satu lagu orisinal, bisa dibilang ini adalah mimpi darah panas masa remaja. Bahkan demi ini dia rela menanggalkan kesombongannya di dunia fotografi komersial.
Liu Erbao menarik napas dalam-dalam lalu bertanya: "Cuma satu lagu, setuju tidak?"
Telepon terdiam. Liu Erbao kembali tegang. Ditolak pun tidak masalah, yang bikin deg-degan justru kesunyian ini. Diam bisa berarti banyak hal - mungkin penolakan, tapi mungkin juga persetujuan. Tak ada yang tahu apa yang akan diucapkan lawan bicara di detik berikutnya. Liu Erbao hanya bisa menunggu.
Tiba-tiba Ren He tertawa: "Hanya menulis satu lagu pun aku tak enak mengeruk keuntunganmu. Sabarlah, aku akan menyusun album perlahan untukmu. Tapi kita sepakat, semua MV Yang Xi ke depan jadi tanggungan kalian. Aku takkan bayar sepeser pun, lagunya juga gratis untukmu."
