Di manapun berada, selalu ada satu dua orang yang mudah akrab dan suka mengobrol dengan orang lain. Mereka seolah punya bakat alami: sangat antusias mencari topik bersama dengan orang asing.
Saat Ren He hendak masuk ke dalam, seorang pemuda botak bertubuh pendek menyikutnya dengan siku: "Adik kecil mau audisi untuk peran apa? Tokoh utama?"
Ren He tertegun, matanya menyapu sekeliling: Apa orang ini benar-benar sedang bicara padanya?
Namun si pemuda botak itu terus berbicara sendiri: "Aku ingin mencoba nasib untuk audisi peran biksu kecil yang banyak adegannya di *Kunlun*! Kalau keterima, pasti langsung kaya raya!"
Biksu kecil? Ren He membalikkan mata. Pantas saja dia mencukur botak, rambutnya masih terlihat baru dicukur habis tanpa sedikitpun helai hijau tersisa. Benar-benar nekat. Tapi kan persyaratan wajah untuk peran biksu kecil di *Kunlun* harus sangat proporsional, wajahmu ini...
Tapi Ren He tak mungkin mengungkapkan isi hatinya: "Hmph, semoga beruntung."
"Nomor berapa kau?" tanya si pemuda.
"Hah?"
"Kamu belum ambil nomor di lokasi syuting?" pemuda botak itu penasaran. "Cepetan ambil, nanti kalau telat bisa dapat nomor antrian sampai malam! Aku nomor 36, sebentar lagi masuk!"
"Oh... terima kasih petunjuknya, aku langsung ambil," Ren He tak ingin berlama-lama mengobrol. Ia masuk ke pekarangan kecil dan segera menemui kru sambil berbisik: "Saya ada janji bertemu Zhou Wumeng."
Ren He pun menghilang dari pekarangan dan tak pernah muncul lagi. Pemuda botak itu menunggu Ren He keluar setelah mengambil nomor antrian, namun akhirnya menunggu sia-sia...
Di tengah kerumunan calon murid, berdiri Xia Yuting yang pernah beberapa kali bertemu dengan Ren He. Berbeda dengan orang-orang riuh di sekitarnya, gadis ini tetap fokus membaca novel Kunlun meski dikelilingi kerumunan.
Ini sudah kali keempat ia membacanya. Xia Yuting merasa jika ingin menonjol, wujud fisik sudah menjadi faktor sekunder mengingat banyaknya pesaing cantik. Maka ia harus menguasai Kunlun secara mendalam: memahami karakter tiap peran, menyelami hati para tokoh utama, bahkan mempelajari cara penulis atau sutradara memandang peran-peran ini.
Meski Xia Yuting baru mahasiswa tahun pertama berusia 18 tahun, dia sudah pernah terlibat di banyak lokasi syuting dan memerankan berbagai peran meski kebanyakan hanya figuran. Beberapa teman sekelas menasihatinya untuk tidak perlu bertarung habis-habisan, cukup belajar dengan hening sambil menunggu kesempatan audisi besar yang bisa membuatnya melesat ke puncak.
Tapi Xia Yuting merasa cara itu terasa tak nyata. Dia lebih memilih naik selangkah demi selangkah, sungguh-sungguh memahami seperti apa proses bertahap dunia akting sebenarnya.
Keberadaan Xia Yuting tetap mencolok di kerumunan calon murid. Hanya dirilah yang masih memegang erat novel Kunlun, membuat banyak orang mengira dia sedang belajar kilat, tanpa tahu ini sudah kali keempat dia membacanya.
Hari ini ia mengenakan kaus ketat V-neck putih sederhana yang memamerkan lekuk dada yang indah dan pinggang ramping yang seakan bisa digenggam satu tangan. Bagian bawahnya berupa rok panjang katun-linen bermotif rumit nan misterius yang tepat sampai mata kaki, memperlihatkan pergelangan kaki ramping nan memesona. Sepatu kanvas putihnya sama sekali tak berdebu. Gaya ini berbeda dari penampilan sehari-harinya, namun sama-sama menonjalkan kesan elegan.
Di usia 18 tahun sudah memiliki daya pikat yang unik, hal ini membuatnya tetap bersinar di antara kerumunan calon murid bahkan tanpa mengandalkan kedalaman pemahamannya tentang Kunlun.
Namun tampaknya ia tak berniat berinteraksi dengan orang lain. Baginya, semua yang hadir di sini adalah pesaing. Tak perlu membuang waktu untuk formalitas kosong.
Tepat saat ia sesekali mengangkat pandangan, tiba-tiba terlihat siluet yang agak familiar sedang menghilang di pekarangan. Xia Yuting tertegun, mencoba mengingat-ingat informasi tentang punggung itu di pikiranannya.
Hah, itu sepertinya teman sekelas SMP Duan Xiaolou? Kenapa ia datang? Jangan-jangan aku salah lihat?
Xia Yuting memiliki kesan yang cukup baik terhadap Ren He. Saat ini, anak laki-laki seperti Ren He yang bersih, rapi, dan penuh percaya diri memang sudah jarang. Ada aura keyakinan misterius dalam dirinya yang membuat seseorang semakin menarik.
Tapi atribut daya tarik Ren He juga berperan besar. Di bawah pengaruh +3 atribut daya tarik, selama ia tidak melakukan hal aneh, efeknya mungkin tidak terlalu terasa pada laki-laki, tapi perempuan akan langsung mendapat kesan baik saat pertama bertemu.
Tapi untuk apa siswa SMP datang ke lokasi syuting ini? Ikut audisi juga?
Xia Yuting hanya tersenyum sendirian di tengah kerumunan tanpa berniat memastikan, menganggap dirinya salah lihat saja.
……
Ren He mengikuti staf produksi film masuk ke dalam. Begitu menyebut namanya, lawan bicaranya langsung tersadar "Oh jadi kamu Ren He!" dan berkata Lao Zhou sudah memberikan instruksi tentang kedatangannya, lalu mengajak Ren He masuk.
Di dalam terbentang area yang cukup luas. Meski pekarangan terlihat usang, keunggulannya terletak pada luasnya lokasi. Kendaraan dan peralatan produksi film tertata rapi di sini. Banyak kru yang sibuk memeriksa peralatan, sementara yang lain terlihat berdiskusi sambil membawa dokumen-dokumen.
Tim produksi ini terlihat penuh semangat. Semua orang seperti sedang bekerja sama mengejar target yang sama.
Ren He pernah dengar bahwa tim produksi baru biasanya melewati masa penyesuaian. Sutradara berpengalaman biasanya akan mengawali dengan adegan-adegan tidak penting untuk menyelaraskan tim. Tapi tim ini tampaknya sudah sangat kompak, mungkin ini tim lama Zhang Ming? Ren He semakin tertarik. Di kehidupan sebelumnya, mana mungkin ia punya kesempatan bertemu sutradara kelas atas seperti ini.
Belum sempat mendekati kamar sudah terdengar gelak tawa riang Lao Zhou. Kru film mengantar Ren He sampai lokasi lalu pergi. Ren He sendiri mengetuk pintu: "Lao Zhou, ini saya!"
Dari dalam Zhou Wumeng tertawa: "Bicara tentang setan lalu setan datang! Saya jamin Anda pasti akan terkejut bukan main melihatnya!"
Suara berat lain bergumam kesal: "Kau memang jago menyimpan rahasia. Sudah kubujuk berkali-kali untuk cerita seperti apa penulisnya, tetap tak mau bocor."
Ciiiit... pintu kayu terbuka. Zhou Wumeng yang menyambut langsung menggandeng pergelangan tangan Ren He sambil berujar: "Ayo, perkenalkan sutradara ternama kita, Zhang Ming!" Sambil tersenyum ke sesorang tua beraura karismatik di dalam ruangan, ia melanjutkan: "Ini Ren He, penulis Kunlun yang masih siswa SMP!"
Zhang Ming yang terlihat sekitar 50-60 tahun itu mengamati Ren He lalu memalingkan wajah ke Zhou Wumeng: "Kau tidak sedang bercanda, kan? Kunlun ditulis oleh anak SMP?"
Ren He tersenyum getir, hal ini memang agak sulit dipercaya. Saat Zhang Ming mengamat-ngamati dirinya, ia pun mengamati Zhang Ming: mengenakan kaos sederhana dengan handuk putih di sampingnya yang sesekali dipakai mengusap keringat di dahinya, sama sekali tidak menunjukkan sikap sok besar bintang melainkan seperti orang tua biasa.
"Bagaimana? Masa' aku bisa mengada-ada tentang hal seperti ini? Inilah penulis yang selama ini kau ingin temui, asli 100%!" kata Zhou Wumeng sambil tertawa, seolah ia sudah lama menanti-nanti ekspresi Zhang Ming saat pertama kali bertemu Ren He. Untuk ini, ia sebelumnya sudah meminta persetujuan Ren He apakah boleh mengungkap identitas sebenarnya ke Zhang Ming, toh dia juga takkan sembarangan membocorkannya. Ren He pun akhirnya setuju, lagipula dirinya bukan tak mau dikenali.
Orang itu juga tak ada interaksi sama sekali dengan Lao Ren dan Ibu Ren jadi tak perlu khawatir akan terekspos karenanya.
