Dengan target yang lebih tinggi di depan mata, Menara Celana Dalam malam ini tak lagi dipedulikan Ren He. Mobilnya melesat bagai kilat menuju lokasi. Pukul 1 subuh, mana mungkin masih ada yang lembur?
Ternyata memang, seluruh lampu gedung telah dipadamkan saat ia tiba. Ren He mengeluarkan sepatu pendakian ringan yang sengaja dibelinya sebelumnya - solnya memberikan gesekan lebih optimal. Kantung magnesium pun digantungkan dengan cekatan di pinggang pada posisi strategis, memastikan ia bisa segera mengoleskan serbuk itu ke telapak tangan kapan saja diperlukan.
Gedung Celana Dalam ternyata lebih sederhana dari yang dibayangkan, karena struktur rangka baja ringan di bagian luarnya lebih menonjol keluar. Satu langkah kaki menginjaknya untuk memanfaatkan momentum terasa sangat mudah.
Satu-satunya yang perlu diperhatikan mungkin adalah ketinggiannya. Mendaki gedung setinggi 200 meter lebih secara manual yang paling perlu diwaspadai adalah masalah tenaga. Perlu diketahui bahwa bangunan tertinggi yang pernah ia daki sebelumnya hanyalah Hotel Kailai di Luocheng kecil dengan total tinggi 89 meter saja.
Namun ketinggian 89 meter saja sudah membuatnya agak merasakan kelelahan, meski tidak sampai benar-benar kehabisan tenaga atau tidak sanggup melanjutkan. Secara perasaan, mendaki 100 meter lebih tinggi lagi sepertinya tidak masalah. Namun Ren He juga tidak yakin, apakah dengan terus meningkatkan batas maksimal ini ia akan melakukan kesalahan karena kehabisan tenaga?
Beberapa orang selalu membayangkan olahraga sebagai hal sederhana - atletik hanya soal latihan kecepatan, mendaki gunung tanpa alat jika sudah mahir seolah tidak ada masalah berapapun ketinggiannya.
Namun kenyataannya tidak demikian. Saat kelelahan, bukan hanya otot yang bermasalah, tapi semua fungsi tubuh termasuk kecepatan reaksi dan presisi.
Bagaimana jika kelelahan ekstrem menyebabkan kesalahan saat memanjat? Ketinggian seratus meter lebih atau bahkan dua ratus meter, konsekuensinya adalah kehancuran total.
Karena itu Ren He khusus menyimpan tiga buah cokelat di kantong kecil di samping kantong magnesium powder saat turun dari mobil, sebagai cadangan energi jika tenaganya habis.
Meski tahu bahwa sejak Sistem Hukuman Langit menerapkan sistem penilaian, jika ia berhenti untuk mengisi tenaga saat memanjat, penilaiannya pasti tidak akan sempurna - kemungkinan besar hanya mendapat predikat "Bagus".
Penilaian buruk sih tidak sampai. Ren He sudah menyimpulkan bahwa "penilaian buruk" biasanya hanya untuk metode misi yang keterlaluan dalam mencari celah.
Walau penilaian "Bagus" tidak memberikan hadiah terarah, nyawa tetap lebih berharga. Jika benar-benar tidak sanggup, memakan cokelat adalah keharusan.
Ren He melakukan pemanasan sederhana untuk meregangkan seluruh tulang dan ototnya, lalu tanpa ragu-ragu mulai memanjat struktur rangka baja ringan ke atas!
Memanjat gedung di musim dingin berbeda dengan musim panas. Tembok di musim dingin terasa dingin yang menusuk tulang, suhunya begitu ekstrem sampai enggan menyentuhnya. Untung dulu saat menyelesaikan misi gue bukan di timur laut, bayangkan kalau pas memanjat tiba-tiba tangan berkeringat lalu membeku ke struktur baja - brengsek, mau protes ke mana?!
Saat itu, menjilat besi sampai lidah membeku cuma masalah kecil. Gue di ketinggian 100 meter lebih dengan tangan membeku di struktur baja - jempolan nggak tuh?!
Makanya setelah memahaminya, Ren He bersumpah di musim dingin harus menghindari provinsi timur laut, jangan sampai Sistem Hukuman Langit yang gila memberi misi kayak gini...
Bukan cuma timur laut di musim dingin, tapi sebisa mungkin jangan berlama-lama di cuaca ekstrem yang sangat buruk...
Sifat hukuman langit itu, seolah-olah hanya ingin seluruh tubuhnya membeku di atas sana baru puas.
Sekarang musim panas, ini berbeda. Berkeringat sedikit pun tak masalah, bahkan jika tangan berkeringat masih ada magnesium powder yang bisa digunakan jadi tak perlu khawatir. Untuk mencegah keringat di ubun-ubun menetes ke mata, dia khusus mengoleskan lapisan tipis magnesium powder di dahinya, serta memakai kacamata pelindung.
Ren He mulai memanjat. Kali ini dia sangat memperhatikan celah istirahat di setiap interval lapisan, mengatur energi dan tarikan napasnya ke kondisi terbaik. Bagaimanapun, misi setinggi 200 meter lebih masih jauh.
Udara lembap dan hangat di malam musim panas, seolah ada yang menutup langit dengan kubah raksasa. Bagi Ren He, dunia di momen ini sunyi sepi. Semua orang hampir tertidur atau sudah masuk ke mimpi, sementara ia masih terus menantang ekstrem!
Saat setengah perjalanan merangkak, Ren He bersandar pada rangka baja dengan satu tangan sambil terengah-engah perlahan. Seluruh tubuhnya menempel rapat pada panel kaca gedung tanpa celah sedikitpun. Ketinggian lebih dari 100 meter telah membuatnya mulai kelelahan. Ia ingin mengambil cokelat untuk dimakan, namun tangannya berhenti di tengah jalan. Jika dimakan akan menurunkan evaluasi misi! Setidaknya harus menunggu sampai tenaganya benar-benar mencapai batas maksimal!
Terus merangkak ke atas, Ren He akhirnya berhenti di sekitar ketinggian 180 meter - tepatnya di area "selangkangan" gedung celana dalam...
Saat ini Ren He berkeringat deras bagai mandi keringat. Ia sangat bersyukur telah memakai kacamata pelindung. Meski sudah mengoles magnesium powder di ubun-ubun, tetap saja tak akan efektif. Bubuk magnesium itu kini mulai melorot bersama derasnya keringat yang mengalir - sekuat apapun daya serapnya, pasti ada batasnya!
Jika tidak mengenakan kacamata pelindung, magnesium powder mungkin akan mengalir masuk ke mata...
Wajah Ren He kini tertutup lapisan putih pudar yang tampak buruk sekali. Ia memutuskan untuk memakan cokelat. Jika tidak mengisi tenaga sekarang, misi berikutnya berpotensi mengalami kekeliruan karena ia merasakan getaran otot yang sangat halus.
Ini bukan berarti kekuatannya hampir habis, tetapi kemungkinan kesalahan akan meningkat drastis. Ren He tak ingin mempertaruhkan nyawa demi evaluasi sempurna.
Harus diakui tubuh Ren He saat ini hampir sempurna. Meski kekuatan ototnya menonjol, itu semua pemberian Sistem Hukuman Langit. Namun postur tubuhnya tetap proporsional.
Ini sangat menguntungkan untuk pendakian gunung bersalju di masa depan, karena di ketinggian, setiap otot dengan bobot tertentu akan mengonsumsi oksigen sesuai. Semakin banyak otot, semakin besar konsumsi oksigen! Pendakian di daerah dingin yang ekstrem, yang terpenting adalah melatih kemampuan menggunakan kandungan otot terbatas untuk melepaskan kekuatan maksimal. Pria berotot sama sekali tidak memiliki keunggulan di sana.
Tentu saja, hal-hal itu masih terlalu jauh. Ren He berdiri di struktur rangka baja perlahan mengeluarkan cokelat, menggunakan gigi dan jari untuk merobek bungkus luarnya, lalu mulai mengunyah dengan nikmat.
Sambil makan cokelat sambil menikmati pemandangan ibukota dari ketinggian 180 meter di luar tembok, mungkin ini juga sebuah bentuk cinta...
Namun saat itu Ren He tidak menyadari ada seorang paman berpenampilan satpam di balik dinding kaca sedang berpatroli membawa senter. Ren He hanya mempertimbangkan bahwa gedung sudah tutup, tapi tidak terpikir bahwa tempat seperti ini tetap ada satpam yang berpatroli di malam hari!
Umumnya satpam jaga malam diwajibkan berkeliling satu putaran ke setiap sudut gedung tiap jam, bukan cuma untuk antisipasi maling, tapi juga kebocoran listrik atau kebakaran!
Si paman setengah mengantuk berjalan menuju kantor, namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Cahaya bulan merembes melalui dinding kaca, menyelimuti ruangan dengan tirai tipis berwarna perak...
Tapi ia tiba-tiba merasa ada yang tidak beres. Sepertinya ada sesuatu di balik dinding kaca! Itu... makhluk hidup?!
Satpam itu mengarahkan senter sorotnya tepat ke wajah Ren He! Bedak magnesium yang mengalir bersama keringat membuat seluruh wajahnya pucat seperti hantu dalam film horor, ditambah gerakan mengunyah "makanan" di mulutnya...
Ini sialan...
