Saat itu jadwal sekolah Sizhong masih pulang pukul 3:10 sore. Kelas 10 dan 11 mulai jam 8 pagi, masuk siang jam 1:30, pulang jam 3:10. Sering ada yang tidur di kelas siang. PR kebanyakan dikerjakan saat jam pelajaran atau malah tidak dikerjakan. Lalu sebagian pulang, ada yang ke lapangan, perpustakaan, ikut kegiatan non-formal, belajar di kelas, atau sekadar mengobrol. Sesederhana itu.
Pelatihan militer juga sudah lama berakhir. Para siswa baru yang jadi pusat perhatian ini buru-buru ingin merasakan atmosfer sekolah legendaris, semua berlarian ke perpustakaan. Entah benar baca buku atau sekadar ikut keramaian demi membuktikan diri pernah ke perpustakaan...
Ren He seolah tak sengaja bertanya pada Liu Bing tentang tata letak gedung-gedung, termasuk ruang piano.
Saat yang lain bergegas ke perpustakaan, Ren He menuju ruang piano. Dugaan awalnya pintu akan terkunci ternyata salah. Pintu model lama yang kuno terbuka dengan dorongan lembut. Ruangan luas itu diterangi cahaya sore melalui tirai putih, menyinari piano vertikal hitam bagai adegan film - matahari bersinar cerah, keremajaan tepat di puncaknya.
Jari-jari Ren Ha mengelus permukaan piano yang bersih terawat. Ia mencoba tiga pedal: efek pedal sustain, una corda, dan sordino. Lalu mengetes warna nada beberapa oktaf.
Di titik ini, kegembiraan mulai menggelora. "Kecapi impian kehidupan sebelumnya akhirnya bisa kukuasai di hidup ini... itupun dengan teknik tingkat ahli!"
Orang luar mungkin sulit merasakan perasaan mimpi yang menjadi kenyataan ini. Meskipun Sistem Hukuman Langit selalu membuat Ren He kesal sampai berdarah-darah, tak bisa dipungkiri sistem ini juga telah mewujudkan banyak impian masa kecilnya.
Saat menyadari bisa membuat piano ini mengeluarkan alunan merdu, ia benar-benar merasa tersentuh.
Lagu apa yang akan dimainkan? Mari mainkan salah satu dari dua karya piano favoritnya: Croatian Rhapsody.
Sebenarnya tingkat kesulitan Croatian Rhapsody tidak terlalu tinggi, sekitar level 6-8.
Lagu ini dikarang oleh komposer Tonci Huljic dan diaransemen oleh Maksim Mrvica. Dengan ritme dinamis, musik ini menggambarkan puing-puing Kroasia pasca perang: senja yang memantul di antara air mata darah dan debu-debu reruntuhan.
Maksim lahir pada tahun 1975.
1990, Perang Kroasia meletus. Di kota kecil tempat tinggal Maksim, setiap hari ada ribuan granat tangan yang meledak, namun ia bersama mentornya Marija Sekelo tetap berkeras untuk terus mempelajari musik. Di tengah lingkungan yang begitu berbahaya, satu-satunya penyokong Maksim adalah pianonya.
Karena itu pernah ada yang berkata, Rhapsody Kroasia benar-benar merupakan sebuah karya rhapsody yang terlahir kembali dari darah dan api perang.
Karya ini merepresentasikan kobaran api perang yang pernah dialami Kroasia, sekaligus menyimbolkan semangat pantang menyerah rakyat Kroasia di tengah peperangan.
Saat jari-jari Ren He menyentuh tuts piano, seketika ia bagai menjelma menjadi pribadi yang berbeda. Perubahan ini merupakan buah dari pemahaman mendalam yang didapat setelah memutar Rhapsody Kroasia secara berulang selama setengah tahun.
Seolah-olah ia berada di tengah gila-gilaan tembakan meriam Kroasia, di sekelilingnya terdengar jeritan tangisan yang parau, anak kecil memeluk boneka berdiri di bawah reruntuhan tak tahu harus berbuat apa, air mata darah mengalir dari mata orang-orang. Namun di balik kegelapan dan darah segar itu, tersirat sisi manusiawi yang gemilang pantang menyerah.
Kain tirai tipis yang melayang-layang di ruang musik bagaikan air mata transparan warga Kroasia pascaperang, melayang-layang di udara menyanyikan kidung duka, sedangkan cahaya keemasan adalah keyakinan!
Ren He seakan berada di tengah segenap angkasa tembakan meriam itu, di depan matanya terpampang kecapinya! Peluru meriam menggores deruan tajam melintas di atas kepalanya, tapi ia hanya perlu menjentikkan musik yang tersimpan di kepala itu.
Alunan kecapi yang jernih menyebar dari ujung jari ke tirai putih di sisi jendela, nada-nada melompat di udara bagai jiwa yang tenang namun gelisah, begitu kontradiksi namun harmonis.
Penuh dengan keindahan yang mengesankan.
……
Liu Jiamin memiliki wajah seperti boneka yang seolah tak pernah dewasa. Berbeda dengan tujuan masuk Sizhong lainnya yang menikmati sistem pendidikan terbuka elite di sini, dia datang karena ada piano latihan gratis.
Tidak seperti teman sekelas yang berasal dari keluarga kaya, Sizhong juga memiliki siswa kurang mampu seperti Liu Jiamin.
Seharusnya kehidupan keluarga dokter seperti orangtuanya cukup mapan. Namun 6 tahun lalu neneknya sakit parah hingga menghabiskan tabungan. Kini biaya pengobatan 30.000 yuan per bulan membuat gaji orangtua habis, sehingga pecinta piano ini bahkan tidak memiliki piano milik diri sendiri.
Di dunia ini ada jenis manusia yang meski tak punya syarat untuk mengejar mimpi, namun tetap bisa mengatasi kesulitan demi kesulitan untuk mengejar koordinat dalam hati.
Di Sizhong ada entitas unik bernama kelas Dao Yuan, khusus untuk siswa berbakat istimewa. Mereka tidak mengikuti jalur Ujian Nasional biasa, tidak terikat jurusan, masing-masing memiliki keahlian khusus. Ren He pernah dengar ada ahli menulis yang sudah menerbitkan buku sejak SMA, ada yang mempelajari pesawat terbang hingga punya paten di usia remaja, ada dewa multimedia yang jago edit video-audio, dll. Yang mengejutkan, Liu Jiamin ternyata siswa spesialis piano di kelas Dao Yuan!
Selama beberapa tahun ini ia berlatih setiap hari di piano display pusat perbelanjaan. Dengan sumber daya seadanya itu, ia malah menjadi spesialis piano. Saat wawancara masuk SMA Sizhong, ia memainkan karya maestro abad lalu di ruang musik hingga mengguncang semua yang hadir.
Kepala sekolah sendiri yang memutuskan penerimaan khusus karena keterampilan kilau permata-nya, dengan uang sekolah dikurangi separuh menyesuaikan kondisi ekonominya.
Sizhong memang tempat keren seperti ini, ia menyambut semua talenta luar biasa yang datang.
Kini Liu Jiamin akhirnya bisa memiliki piano tetap untuk berlatih. Ini adalah informasi yang pernah didengarnya secara kebetulan - ada piano sumbangan alumni di ruang musik Sizhong yang bisa dimainkan siapa saja. Inilah alasan yang menariknya masuk ke Sizhong.
Setelah masuk sekolah, meski latihan militer setiap hari sangat melelahkan, Liu Jiamin tetap bersikeras berlatih piano selama enam jam di ruang musik usai apel sore. Ia memahami dengan baik logika ini: di dunia tak ada jalan pintas sejati, untuk mencapai puncak dunia harus membayarnya dengan keringat.
Dan yang paling mengerikan adalah situasi seperti ini - ada orang yang tidak hanya lebih berbakat darimu, tapi juga lebih giat berusaha.
Kita sering menjumpai fenomena di mana seniman tertentu mengalami masa remaja yang sangat sulit, dan justru masa penuh ujian itulah yang membentuk kecerdikan luar biasa mereka. Kecerdikan ini tidak selalu tercermin dalam kecerdasan emosional, melainkan pada sensitivitas mereka terhadap area sensitif emosi. Seperti penulis terkenal Kafka yang sepanjang hidupnya hidup di bawah bayangan ayah yang tegas dan berkuasa, berada dalam dunia asing, membentuk karakter kesepian dan kegelisahan, serta memiliki sensitivitas ekstrim terhadap perasaan.
Sensitivitas inilah yang membuat karyanya abadi dalam sejarah, mengguncang dunia dengan kecemerlangan yang tak tertandingi.
Liu Jiamin menerima banyak tatapan dingin, bahkan saat berlatih piano di pusat perbelanjaan ia harus menahan pandangan merendahkan dari para penjaga toko. Tapi ia tak peduli, ia hanya ingin memperjuangkan sedikit harapan untuk mimpinya yang tak mungkin terwujud.
Mimpi itu bagai bibit kecil, sementara Liu Jiamin menggunakan tubuhnya sebagai tameng dari angin dan hujan, sekaligus menuangkan air jernih yang menyegarkan untuk menyiraminya.
Dan saat itu juga di bawah ruang kecapi, dia mendengar alunan piano yang menembus tirai putih dari lantai atas, tiba-tiba terpaku.
