Dalam acara penyambutan mahasiswa baru kali ini, Ren He menyelesaikan dua misi sekaligus: tampil di panggung dan mendapatkan tepuk tangan dari 2000 orang.
Namun penampilan panggung Ren He justru menciptakan kesalahan besar, sedangkan misi tepuk tangan berhasil meraih sambutan hampir semua hadirin. Keduanya terlampaui sehingga kedua hadiah ini mendapatkan evaluasi sempurna, memungkinkan pemilihan arah hadiah secara mandiri.
Memilih apa ya? Ren He agak bimbang. Sepertinya belum ada kebutuhan mendesak saat ini. Hadiah terarah ini sangat berharga, sebaiknya disimpan dulu untuk digunakan saat menghadapi kesulitan nanti.
Tiba-tiba Ren He bertanya ke Sistem Hukuman Langit dalam pikirannya: "Bisakah dua hadiah terarah ini kusimpan dulu, baru kugunakan ketika kubutuhkan?"
"Bisa, tanpa batas waktu," jawab Sistem Hukuman Langit.
Waduh, hal seperti ini memang tidak akan dijelaskan kalau tidak ditanya ya? Ren He selalu mengira hadiah semacam ini harus segera digunakan. Baru sekarang tahu kalau hadiahnya tidak ada batas waktu, artinya dia bisa menimbun beberapa hadiah untuk keadaan darurat.
"Siapa yang tidak akan menghadapi kesulitan dalam seumur hidup? Dengan hadiah dari Sistem Hukuman Langit sebagai dukungan, Ren He merasa lebih tenang di hatinya."
Baru sampai rumah malam itu, Ren He langsung menerima telepon Yang Xi: "Hei, aku hampir sampai rumah, hanya bisa ngobrol sebentar."
"Hehe, kejutan dan sukacita?" Ren He tersenyum lebar: "Jangan salahkan aku karena merahasiakan ini. Kalau kubilang sebelumnya, tidak akan ada sensasi kejutannya, kan?"
"Sekarang tidak kusalahkan, tapi aku ingat ini. Kau harus memberikan kompensasi. Saat melihatmu di atas panggung tadi, hampir saja ku terjang ke bawah," canda Yang Xi. Saat itu benar-benar ingin menerjang pelukan Ren He. Sebagai pribadi independen, dia sama sekali tidak peduli pandangan orang lain. Jika ingin memeluk, langsung saja! Bukankah mereka sudah lama berpisah?
"Jika kau benar-benar menerjang ke atas panggung, pasti aku langsung terkenal," Ren He tertawa. Dia tahu Yang Xi benar-benar bisa melakukan itu. "Hari ini kita berkoordinasi dengan baik. Tidak ada yang menyangka kita sudah saling mengenal sebelumnya."
“Bagaimana caramu bisa masuk Sizhong?” tanya Yang Xi penuh rasa ingin tahu.
“Bukankah aku sudah menulis Kunlun? Plus kerja sama dengan Lao Zhou mendirikan Yayasan Qinghe untuk amal. Sekarang aku pegawai resmi Kelompok Media Ibukota, tapi tanpa gaji…” Memang Zhou Wumeng sudah menguruskan status KTP-ku, tapi keras kepala tidak mau memberi gaji. Meski sebenarnya Ren He tidak kekurangan uang, tetap saja rasanya aneh.
Setelah Ren He menjelaskan lebih detail, Yang Xi baru paham bagaimana ia bisa menyusup ke bagian dalam Sizhong. Meski ceritanya terdengar mudah, Yang Xi tahu kenyataannya proses ini sama sekali tidak sederhana.
Dengan suara lembut penuh perasaan, dia berkata: “Sudah bekerja keras, istirahatlah lebih awal. Aku sampai rumah dulu. Sampai jumpa besok ya!”
Besok hari pertama sekolah resmi. Album Yang Xi sudah selesai direkam, kini waktunya kembali serius menjalani pelajaran akademik. Dulu ini permintaan Su Ruqing, tapi sekarang justru menjadi kerinduan yang sangat dari dalam dirinya sendiri.
Dulu, Yang Xi sendiri sebenarnya tidak menolak atau menentang ide bersekolah. Dia tahu perlu melanjutkan belajar agar tidak jadi selebriti yang buta huruf di masa depan.
Tapi sekarang, dia sama sekali tak sabar ingin kembali ke Sizhong.
Keesokan harinya, saat Yang En mengantar Yang Xi mengurus prosedur pendaftaran resmi di sekolah, hal pertama yang mereka lakukan adalah mengunjungi kantor kepala sekolah senior. Melihat Yang Xi, sang kepala sekolah tersenyum ramah: "Selamat datang kembali. Tapi kuingatkan, kalau ada urusan luar tetap harus minta cuti. Kami tak akan memberimu tunjangan khusus."
"Ya, saya paham," jawab Yang Xi sambil mengangguk patuh.
Saat Yang En mengobrol dengan kepala sekolah, barulah Yang Xi tahu bahwa Yang En juga alumnus Sizhong. Bahkan kedua paman kandungnya pun lulusan sini. Mengingat Sizhong adalah sekolah prestisius berusia 100 tahun, latar keluarga mereka memang cocok dengan reputasi sekolah ini.
Dulu saat Yang En bersekolah di sini, kepala sekolah yang sekarang sudah menjabat sebagai kepala sekolah Sizhong. Yang En tak jarang kembali mengunjunginya, bahkan selama berada di ibukota, pasti datang memberi ucapan selamat tahun baru.
"Sudah, antarkan Xiao Xi ke kantor urusan akademik untuk mengambil buku pelajaran kelas 1 SMA. Pembagian kelas seharusnya sudah selesai, guru di sana akan membantu mengatur semuanya," kata kepala sekolah sambil tersenyum.
Namun saat Yang En hendak mohon diri, tiba-tiba Yang Xi berkata, "Bolehkah aku memilih kelas sendiri? Hanya permintaan kecil ini saja."
……
Pagi hari saat baru masuk ke ruang kelas, Ren He langsung ditarik oleh Liu Bing dan Jiang Haoyang ke samping, "Saudara, Sizhong kita ini, lumayanlah masih Sizhong kita, tapi selalu ada penyesalan besar yang kau tahu apa?"
Ren He terpana, "Apa itu?"
"Yang Xi kan dari Sizhong kita, sejak SMP sudah sekolah di sini. Kemarin kau lihat kan popularitasnya tinggi sekali, kan?" Liu Bing berkata lembut.
“Nggak nggak nggak, kamu benar,” Ren He menunggu kelanjutan omongan bocah ini. Liu Bing memang tipe yang suka menyimpan akal bulus, Ren He sama sekali tidak akan menyambut omongannya sebelum si anak selesai bicara.
“Tapi ada satu penyesalan di Sizhong! Kenapa Yang Xi cari pacar malah bukan dari Sizhong? Menyedihkan bukan? Dasar brengsek anak haram yang babi hutan, tega-teganya merayu cewek secantik dia dari Sizhong. Dasar kurang ajar! Setuju kan?” Liu Bing menggelegak.
Ren He memandangnya dengan tenang, kelopak matanya bergetar...
“Eh? Setuju nggak?” Liu Bing mendesak karena Ren He diam. Tanpa disadarinya, orang yang sedang diumpatnya itu sedang berdiri di hadapannya.
Seketika Ren He ingin melemparkan ramuan air mata dan ramuan muntah ke muka Liu Bing, tapi akhirnya menahan diri: “Hmph, nggak.”
“Mengapa tidak!?” Liu Bing terus-menerus mengejar dengan pertanyaan, namun entah mengapa tiba-tiba ada perasaan krisis yang mengitari dirinya. Liu Bing bergumam pelan: "Aku rasa sebagai Chief Badut kita, kamu yang bisa membuat kejadian besar pasti punya kesempatan untuk membanggakan kami pemuda Sizhong yang menyukai Yang Xi!"
Sampai menggunakan istilah "membanggakan", berarti ini ingin menghasutku untuk mendekati Yang Xi? Percuma saja...
Di momen seperti ini Ren He merasakan kenikmatan menggilas IQ. Kakak berdiri tepat di depan kalian, tapi tak seorangpun tahu kakak adalah pacar Yang Xi.
"Entah Yang Xi akan ditempatkan di kelas mana. Konon tadi ada yang melihatnya sudah sampai sekolah. Secara logika seharusnya sekarang sedang mengambil buku di kantor urusan akademik, lalu akan resmi masuk. Menurutmu apakah dia akan ditempatkan di kelas kita? Kalau begitu kesempatanmu akan lebih besar!"
Di saat seperti ini, banyak orang memiliki harapan samar-samar di hati, seperti ketika para pemuda masuk ke kelas baru dan pura-pura santai melihat-lihat apakah ada gadis cantik di kelas. Ini sebenarnya mengharapkan kehadiran kecantikan. Bukan berarti harus melakukan sesuatu, ini hanya psikologis laki-laki biasa. Melakukan atau tidak adalah satu hal, ada atau tidak adalah hal lain.
Saat ini banyak yang tidak mengatakannya, tapi di hati mereka memiliki pemikiran samar-samar: Bagaimana jika Yang Xi benar-benar ditempatkan di kelas mereka sendiri?
Tepat di saat bel masuk berbunyi dan semua orang kembali ke kursi, tiba-tiba muncul keriuhan kecil. Mereka melihat wali kelas Yang Lan membawa Yang Xi melewati luar jendela, lalu masuk ke dalam kelas.
"Batuk-batuk," Yang Lan melihat semangat berlebihan para murid di bawah lalu batuk dua kali: "Selamat datang murid baru kita, Yang Xi."
