Ruang kelas milik Klub Qinghe di gedung multifungsi akhirnya selesai direnovasi. Awalnya, Ren He masih menyimpan fee endorsement 10 juta yuan dari TK yang tidak diinvestasikan ke Qinghe Games. Kini pendanaan untuk "Kunlun" dari Qinghe Games sudah sepenuhnya swasembada dengan surplus yang melimpah...
Oleh karena itu, Ren He juga tidak segan mengeluarkan biaya besar untuk merenovasi ruang kelas ini. Biaya desain saja mencapai 20.000 yuan...
Setelah renovasi, ruangan ini berubah menjadi studio yang modern dan stylish dengan nuansa putih dominan, dilengkapi sofa kain ekstra panjang dan ruang rapat kecil yang terpisah oleh partisi.
Proyektor, AC sudah tersedia lengkap, terasa agak tak selaras dengan keseluruhan gedung serba guna...
Setelah renovasi selesai, ada guru yang mengeluh ke kepala sekolah: "Kantor kami masih kalah bagus dari komunitas siswa, tidak boleh! Kami juga mau yang seperti itu!"
Kepala sekolah tua sendiri tidak menyangka akan muncul hasil seperti ini...
Kepala departemen akademik bersyukur sudah memperingatkan mereka untuk menanggung biaya listrik sendiri. Kalau tidak, peralatan elektronik sebanyak ini bisa bikin sekolah terjebak!
Menyikapi hal ini, kepala sekolah tua memanggil Ren He ke kantor: "Ngomong-ngomong, Sizhong bangga dengan pencapaian kalian... Tapi tetap harus lebih fokus ke pelajaran."
“Apa yang Anda katakan benar. Jika tidak belajar dengan baik, meski sekarang mendapat sedikit pencapaian, di masa depan akan terbatas oleh diri sendiri. Pentingnya belajar harus selalu jadi prioritas utama. Setiap fase punya tugasnya masing-masing. Sebagai murid, kita harus belajar dengan baik tanpa kesombongan atau ketergesa-gesaan. Jalan kehidupan di depan masih panjang, kita harus memiliki jiwa yang selalu berada di jalan. Kami sangat mencintai belajar! Terima kasih atas perhatian kepala sekolah! Tolong tenang saja!” kata Ren He dengan sangat tulus.
Kepala sekolah tua tertegun mendengarnya. Apa yang baru saja kukatakan sampai kau bisa bicara panjang lebar begini? Bikin aku jadi lupa kata-kataku sendiri!
“Pergilah, pergilah. Asal mengerti saja,” kata kepala sekolah dengan tenang sambil menggerakkan tangannya menyuruh Ren He pergi. Dia merasa masih perlu memahami lebih dalam murid yang satu ini...
Markas besar Klub Qinghe selesai direnovasi, tentu saatnya memasang server. Seluruh anggota tim kreatif utama bekerja sama memindahkan peralatan studio kembali ke sekolah. Proses ini menarik perhatian banyak orang, yang baru menyadari markas Klub Qinghe telah siap digunakan.
Saat mereka mengintip ke dalam gedung serbaguna, "Ya ampun, ini terlalu mewah brengsek!"
Ketang para klub lain masih berebut ruang kelas untuk kegiatan, Klub Qinghe tak hanya punya lokasi eksklusif tapi juga dengan desain super mewah!
Banyak anggota memandang ketua klub mereka dengan harapan: "Lihat ekspresi kami! Kami juga ingin mengadakan kegiatan di tempat seperti ini!"
Para ketua klub merasa geli di selangkangan. Tanpa perbandingan tak ada luka! Klub mana yang bisa saingan ini? OSIS pun tak tertandingi!
Faktanya Sizhong sebagai sekolah legendaris tak semewah bayangan. Sebelum kampus Fangshan dibangun, penampilannya sangat biasa-biasa saja. Bahkan pesta tahun baru pun diadakan di aula olahraga dalam ruangan.
Yang mulia bukanlah dekorasi dan bangunan luarnya, melainkan Jiwa dari dalam diri. Jadi beberapa komunitas siswa memang membuka cabang di luar, tapi seiring waktu mereka akan menemukan bahwa di luar sekolah sama sekali tidak ada perasaan seperti di dalam sekolah, bagaikan ikan yang meninggalkan air.
Bayangkan ribuan teman sekelas lainnya masih di sekolah, sementara kita cuma segelintir orang di sini jadi terasa sepi. Lebih baik duduk-duduk di lapangan olahraga saja!
Selain itu, sebenarnya ada niat awal lain dalam mengelola komunitas dengan baik: menikmati pandangan iri para siswa.
Kalau di sekitar bahkan tidak ada teman sekelas, lalu siapa yang akan iri?
Saat Liu Bing dan kawan-kawan berdiri di ruang kelas yang sudah direnovasi ini, wajah mereka dipenuhi ekspresi tak terpercaya: "Ini nanti akan jadi markas besar kita?"
Jiang Haoyang bergumam pelan: "Tiga tahun ke depan aku bisa mengandalkan kantor ini untuk mencari cewek!"
Apa ini? Inilah keunggulan Klub Qinghe!
Li Yifan mengusap plester dinding tiba-tiba bertanya: "Dinding ini sengaja diberi perlakuan kedap suara?!"
“Ya, dengan mengurung diri di sini, bermain band pun tak akan terlalu mempengaruhi luar,” Ren He menjelaskan.
“Jempolan!”
Yang Xi tidak datang karena masih ada kelas di sore hari. Namun di antara yang hadir, hanya Liu Jiamin yang diam seribu bahasa. Matanya terpaku pada piano tegak yang elegan di samping ruang komputer.
Piano modern umumnya terbagi dua jenis: grand piano yang biasa ada di panggung, dan piano tegak seperti di ruangan ini yang hemat tempat.
Liu Jiamin pernah bermimpi memiliki piano sendiri. Bahkan yang bukan miliknya pun tak apa, asal bisa memainkannya dengan bebas.
Dulu ia kira masuk Sizhong akan mewujudkan mimpi itu. Nyatanya, bahkan di ruang musik sekalipun, antrian tidak pernah sampai ke dia.
Saat pelatihan militer dulu, ruang musik sepi karena kelas 2 dan 3 belum masuk. Kini, gilirannya tak kunjung tiba.
“Bolehkah aku memainkannya,” Liu Jiamin bertanya pada Ren He dengan area sekitar mata kemerahan, setelah terlalu sering menerima pandangan merendahkan dan memahami hutang budi duniawi, pertanyaan ini diajukan semata karena benda itu bukan haknya.
“Segala sesuatu lainnya adalah aset bersama Klub Qinghe, hanya ini yang khusus kuhadiahkan untukmu. Selama masa sekolah bisa latihan di sini, setelah lulus juga boleh dibawa pergi,” Ren He menjelaskan dengan tenang: “Klub Qinghe sedikit anggotanya, tapi menurutku justru bagus. Kita semua seperti keluarga yang berjuang untuk target sama. Sering kupikir, bagaimana klub sejati bisa disebut jempolan? Kupikir ketika mampu mewujudkan mimpi semua orang, bukan hanya mimpi permainan pembunuhan kita, tapi juga mimpimu akan piano.”
Liu Bing ini anak-anak adalah orang yang serba tahu yang berkeliaran di kampus, senang mendengar dan menyebarkan gosip, mulutnya yang hitam juga sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan, tutur kata yang pedas. Tapi ketika Liu Bing menceritakan kisah Liu Jiamin kepada Ren He, dia melakukannya dengan rasa kagum tertentu: "Tahukah kamu, dulu aku merasa diri sudah jempolan, bisa meroket ke peringkat pertama seangkatan dalam waktu satu tahun, sensasi bangun pagi dan tidur larut benar-benar melelahkan. Tapi setelah mendengar cerita Liu Jiamin, aku benar-benar kehilangan kata-kata, kerinduan seperti apa yang bisa menopangnya berlatih piano di mal sambil menahan pandangan merendahkan para penjaga toko setiap hari?"
Inilah alasan Ren He menaruh sebuah piano di markas besar.
Selama ini Liu Jiamin selalu sibuk, tapi sibuk dengan urusan permainan pembunuhan, padahal mimpinya jelas-jelas adalah piano.
Ren He tahu kalau langsung memberikannya piano pasti tidak akan diterima, dirinya juga tidak terlalu dibuat-dibuat untuk mengasihani orang lain, karena tidak ada kepribadian independen yang membutuhkan belas kasihan orang lain.
Jadi sambil menempatkan piano di klub untuk memperkaya kehidupan di luar jam sekolah sekaligus membantu Liu Jiamin mewujudkan mimpinya, menambahkan satu sambaran petir keunikan pada Klub Qinghe, seolah inilah pilihan terbaik.
Liu Jiamin tiba-tiba berkata: "Bolehkah aku mendengarmu memainkan kecapi lagi?"
Mata tiga anak brengosan Liu Bing, Jiang Haoyang, dan Li Yifan langsung berbinar. Mereka terus mendengar Liu Jiamin bilang kalau Ren He main piano sudah tingkat ahli Larangan bahkan bisa menggubah lagu sendiri, tapi belum pernah menyaksikan langsung!
Ren He? Tingkat ahli? Masak bisa menggubah lagu? Meski mereka cukup mengagumi Ren He, semua pencapaian Klub Qinghe sekarang ini berkat kepemimpinannya, tapi kalau harus mengakui dengan tidak ikhlas bahwa Ren He punya aura seniman... itu belum...
Ren He berpikir sejenak lalu bertanya: "Masih yang terakhir kali itu?"
"Hm!" Mata Liu Jiamin berkilau penuh harapan.
"Oke, lagu itu bernama Croatian Rhapsody," ujar Ren He sambil duduk di depan piano.
Pintu dan jendela Klub Qinghe tidak ditutup. Tiba-tiba alunan kecapi yang jernih menggema di seluruh gedung kompleks. Nada-nadanya seperti balok es penyejuk di musim panas yang menghujam ke dalam hati orang-orang, menyentuh hati.
Kepala sekolah tua yang sedang sibuk menulis dokumen tiba-tiba mengangkat kepala mendengar musik dari lantai atas. Dengan senyum, ia melepas kacamata baca dan berjalan ke jendela. "Cuaca seindah ini, musik seindah ini... Sayang sekali jika dihabiskan untuk urusan pekerjaan."
