Awalnya seorang tajir dengan 40 juta yuan lebih di tangan, namun setelah membeli pekarangan ini Ren He kembali ke masa sebelum pembebasan dalam semalam. 44,98 juta yuan hanya harga rumahnya, ditambah pajak kontrak 3%, total pengeluaran Ren He mencapai 46,32 juta yuan. Hingga ketika tiba di Liu Hai Hutong, tabungannya di bank hanya tersisa 30 ribu yuan lebih.
Siapa yang percaya orang yang tinggal di rumah mewah puluhan juta yuan hanya punya 30 ribu di sakunya?
Hanya orang seperti Ren He yang punya sumber pendapatan stabil berani begini. Kehidupan sehari-harinya juga tidak mewah, jika tidak ada kejadian tak terduga, 30 ribu yuan masih cukup untuk waktu lama mengingat dia masih seorang murid.
Berbaring di kasur besar rumah barunya, Ren He merasa memenuhi standar. Di kehidupan sebelumnya pun dia bukan orang berkelas, bahkan bisa dibilang otaku culun. Sebagai orang biasa tanpa ambisi kuasai dunia, pertempuran bisnis di dunia usaha pun tak ada hubungannya dengannya - hal semacam itu bahkan tak pernah terpikir.
Yang disebut kenikmatan berdiri di gedung perkantoran sambil memandang rendah kehidupan dari atas awan sama sekali tak bisa ia rasakan. Baginya, Ren He lebih menyukai suatu hari bisa berdiri di atap dunia, di puncak Gunung Everest untuk menyaksikan panorama alam yang paling megah.
Tak banyak barang pribadi yang harus dibawa dari rumah kontrakannya. Akhirnya ia kembali mengambil bajunya dan memberi tahu pemilik kos kalau tak akan menyewa lagi. Lokasi Liu Hai Hutong cukup praktis untuk ke sekolah setiap hari. Ren He juga menyukai kebebasan hidup sebagai murid di sini - jauh dari pengawasan Ibu Ren dan Lao Ren, juga bukan di Luocheng yang sempit dimana bisa ketemu kenalan di mana saja.
Sebenarnya ia kurang suka berinteraksi dengan orang. Jika diberi permainan seru, bisa sebulan tak keluar rumah. Mungkin inilah niat awalnya membuat Dota...
Senin pagi saat masuk gerbang sekolah, Ren He memperhatikan banyak siswa sedang membahas hal yang sama. Setelah duduk di bangkunya, ia berbisik ke Jiang Haoyang: "Ada apa? Banyak yang membicarakan acara dansa di kelas kita."
"Departemen Seni OSIS mengumumkan acara dansa Jumat depan malam di stadion sekolah. Syaratnya harus mengajak lawan jenis, kalau nggak gabisa masuk," Jiang Haoyang mengangkat bahu. "Brengsek, gue harus nyari cewek dari mana?"
Ternyata ini masalah dansa Sizhong yang sejak kehidupan sebelumnya memang mewajibkan pasangan lawan jenis. Banyak orang tua mengkritik aturan ini karena khawatir memicu pacaran dini, namun Sizhong tetap bersikeras mempertahankannya.
Jadi benar-benar harus mengajak lawan jenis kalau mau ikut dansa, nggak bisa main kucing-kucingan.
Nyatanya aturan ini memberi kesempatan bagi banyak pemuda untuk mengumpulkan keberanian. Keremajaan selalu dihiasi sosok perempuan kelas dengan KECANTIKAN YANG TAK TERLUKISKAN - helai rambut yang tertiup angin, senyuman dan kerutan dahi mereka bagai lukisan hidup.
Di era itu, entah pihak pria atau wanita yang mengungkapkan perasaan, sebenarnya mereka tetap melakukan aktivitas membosankan: belajar, membeli segelas susu teh, makan bersama, pulang ke rumah bersama, bahkan panik menghindar dan berusaha menutupi diri saat bertemu teman sekelas.
Tentu saja, ada juga yang bertindak sembrono.
Saat itu, banyak orang benar-benar percaya waktu terasa berlalu perlahan, senja terasa hangat, dan seluruh hidup seseorang hanya cukup untuk mencintai satu orang.
Mungkin setelah perlahan tumbuh dewasa, kita akan menyadari betapa kekanakan dan naifnya diri saat itu, bahkan malu dengan sumpah yang pernah diucapkan, tapi itulah masa terindahmu yang tak tergantikan.
Jiang Haoyang berbisik, "OSIS bahkan secara khusus mengundang Klub Qinghe kita, sangat menghormati kita. Ngomong-ngomong kita harus datang, kan?"
“Kalian saja yang pergi,” Ren He mengangkat bahu sambil berkata. Ia tidak berencana ikut. Jika ia mengundang Yang Xi pasti akan diterima, tapi pasti akan jadi perbincangan heboh. Jika mengundang orang lain, selain Ren He sendiri tidak mau, Yang Xi yang tahu pasti akan cemburu besar.
Maka sejak SMS pertama di kelas, Yang Xi dan Ren He sudah kompak memutuskan tidak ikut. Yang Xi bahkan mengancam: jika Ren He berani diam-diam mengajak teman perempuan lain, ia harus menanggung akibat sendiri.
Ren He buru-buru menunjukkan kesetiaan: “Apa kau belum paham diriku? Hati Merah mengarah ke Partai, dengarkan istri ikuti Jalan Partai, pasti berhasil!”
“Siapa istri kamu? Jangan ngaco!” Wajah Yang Xi tiba-tiba memerah di tengah pelajaran. Teman sebangkunya menoleh ingin melihat SMS-nya, tapi Yang Xi buru-buru menutup ponsel. “Keterlaluan benar!”
“Aku beli pekarangan di ibukota. Nanti kuajak lihat. Sekarang aku tinggal di situ,” pamer Ren He.
Kebanyakan orang di dunia nyata yang memiliki hubungan kerja sama dengan Ren He memahami betapa jempolannya dia, namun pengetahuan semua orang sangat terbatas.
Xu Nuo tidak tahu Ren He mendirikan Yayasan Qinghe, juga tidak tahu dia pernah menulis novel.
Liu Erbao dan An Si tahu Ren He bermain olahraga ekstrem, serta menulis lagu yang mempopulerkan Yang Xi, namun tidak tahu Ren He juga pernah menulis novel, tidak tahu Ren He masih memiliki Yayasan Qinghe, Klub Qinghe, dan perusahaan game Qinghe atas namanya.
Lao Zhou tidak tahu Ren He masih bermain olahraga ekstrem, juga tidak tahu perusahaan game Qinghe yang sedang bangkit sekarang adalah milik Ren He.
Lao Ren dan Ibu Ren sama sekali tidak mengetahui segala sesuatu tentang Ren He...
Teman-teman di Klub Qinghe sama sekali tidak tahu semua hal tentang Ren He di luar sekolah.
Jadi sebenarnya tidak ada yang benar-benar mengetahui segalanya tentang Ren He. Yang mereka ketahui hanyalah puncak gunung es, meskipun puncak ini sudah sangat mengagumkan, namun kita tidak tahu reaksi apa yang akan muncul ketika semua rahasia Ren He akhirnya terungkap...
Namun orang-orang yang dibutakan ini tidak mencakup Yang Xi. Ren He sama sekali tidak pernah merahasiakan apapun darinya, bahkan secara proaktif memberitahu. Jadi Yang Xi selalu tahu: Kesatria adalah Ren He, penulis lagu adalah Ren He, perusahaan game Qinghe adalah milik Ren He, Yayasan Qinghe adalah milik Ren He, dan sebagainya. Semua itu dia ketahui, dan dia menikmati perasaan mendapat tunjangan khusus seperti ini, seolah dirinya adalah penghuni yang tak tergantikan di hati Ren He. Perasaan ini sungguh luar biasa!
Dia terkejut: "Membeli pekarangan di ibukota? Pinggiran kota?"
"Rumah Siheyuan, bekas pekarangan Pangeran Beile dari Dinasti Qing di Gang Liu Hai. Aku yang menarik, 46 juta, Ha! Tapi aku sudah kembali ke masa sebelum pembebasan dalam semalam menjadi pengangguran," kata Ren He dengan penuh kepuasan diri. Melakukan hal sebesar ini tanpa memberi tahu orang terdekat terasa seperti sama sekali tidak melakukan apapun.
Yang Xi sempat bengong sejenak. Meski berasal dari keluarga kaya raya, ia benar-benar belum pernah merasakan sensasi membeli rumah senilai lebih dari 40 juta. Namun reaksi pertamanya setelah membaca SMS Ren He adalah: "Kamu kehabisan uang? Sekarang uang jajanku banyak, setiap bulan ada 5.000 yuan yang tidak habis kubelanjakan. Mau kuberi 4.000 yuan?"
Ia tahu Ren He adalah orang yang boros. Jadi ia membayangkan betapa tersiksanya Ren He jika kehabisan uang. Meski sekarang sudah debut, Su Ruqing khawatir penerimaan uang dalam jumlah besar tiba-tiba justru akan membentuk kebiasaan buruk padanya. Alhasil, semua uang itu "disimpan dengan baik" atas nama membantu. Untuk gaun acara resmi dan sejenisnya, Su Ruqing langsung yang mengurus sehingga Yang Xi tidak punya banyak kebutuhan berbelanja.
Ini pemikiran yang wajar. Sebagian besar orang tua memang tidak akan membiarkan anak yang masih SMA memegang terlalu banyak uang. 5.000 yuan saja sudah termasuk jumlah yang tidak sedikit.
Ren He merasa lucu saat mendengar Yang Xi menawarkan uang jajan, namun perasaan ini belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia mengirim SMS sambil tertawa: "Tidak perlu, aku masih punya cukup. Kalau kamu kekurangan, beri tahu saja. Ibu mertua benar-benar tidak jujur hanya memberimu segitu. Tenang, ada aku si orang tajir di sini."
Ini sepenuhnya olok-olok. Toh ibu mertua tidak melihatnya, puas-puasin ngomong juga tidak apa.
"Sudahlah jangan pamer harta. Aku tidak perlu kamu menghabiskan banyak uang," balas Yang Xi dengan senyum lebar: "Tapi aku harus membuat album baru. Masih bisa lanjut menulis lagu untukku? Kalau tidak bisa juga tidak apa, jangan dipaksakan."
"Bisa! Harus bisa!" Saat itulah Ren He baru teringat memang harus membuat lagu untuk Yang Xi. Ia segera menulis lagu yang sudah lama direncanakan, sebuah lagu yang pasti hits:《Xiao Xing Yun》.
Namun tepat saat Ren He selesai menulis, Sistem Hukuman Langit merilis misi: "Misi: Undang teman perempuan selain Yang Xi ke pesta dansa Jumat malam depan. Hukuman jika gagal: Lidah inang membengkak selama satu bulan."
Wajah Ren He langsung memerah, baru satu detik lalu gue sedang mesra-mesraan, detik berikutnya lu malah bikin kejutan brengsek begini!
Mana mungkin gue mengajak cewek lain buat ikut dansa? Daripada kena hukuman mending gue nggak bakal ngajak siapapun! Ngaco banget ini!
Tapi di detik berikutnya, Ren He tiba-tiba menemukan solusi sempurna!
