Langit baru terang, Zhou Wumeng sudah bangun. Ia menelepon Ren He: "Kamu di mana, keluar membahas suatu kejadian."
Siapa sangka tokoh besar sastra seperti Zhou Wumeng akan serius mencari pemuda 16 tahun di pagi buta untuk berdiskusi? Cukup dengan membongkar kejadian ini saja, Ren He sudah layak menjadi terkenal.
Hari ini akhir pekan, Ren He berpikir sejenak lalu berkata, "Lebih baik Anda langsung datang ke rumah saya. Kebetulan saya ingin menjamu makanan langka yang jarang ditemui di kota." Ia lalu memberikan alamatnya ke Lao Zhou. Saat acara 'membangkitkan wajan' sebelumnya, Lao Zhou masih di desa pegunungan sehingga tidak bisa datang. Seandainya waktu itu ia datang, mungkin situasi di lokasi langsung meledak...
Ketika Lao Zhou tiba di Liu Hai Hutong, ia tertegun melihat dua patung singa batu berkualitas di depan rumah Ren He. "Anak ini kok bisa sekaya ini?!" Ia hanya tahu menulis novel membuat Ren He menghasilkan banyak uang - novel Kunlun saja sudah meraup puluhan juta. Tapi pekarangan ini jelas bukan properti yang bisa dibeli dengan uang sepuluh juta lebih!
Begitu masuk, aroma masakan langsung menyergap hidung. Ren He sedang duduk di pekarangan sambil memeluk laptop dan mengetik dengan gila-gilaan. Kecepatan jarinya membuat Lao Zhou terperangah, "Kau sedang menulis novel?!"
“Ya,” Ren He menjawab tanpa mengangkat kepala. Sudah hampir sebulan ia menulis dengan kecepatan 30.000 karakter per jam, tiga jam sehari. Seperti berjalan kaki, terkadang kita sadar telah berjalan jauh tanpa kesadaran penuh, pikiran melayang ke hal lain tanpa gangguan. Ren He berada dalam keadaan ini - mengeluarkan ingatan dari otak dan mengetiknya dengan insting, sementara pikirannya mengembara ke tempat lain.
Apakah ini bisa disebut multitasking? Sepertinya layak disebut begitu.
Lao Zhou yang menyaksikan kecepatan menulisnya merasa takjub: "Dengan kecepatan seperti ini, apakah alur ceritamu tidak kacau?"
"Tidak," jawab Ren He dengan yakin.
"Hush..." Lao Zhou menarik napas dingin. Ini benar-benar di luar kebiasaan. Pertama kali ia melihat seseorang menulis novel secepat stenografer profesional...
Sebagai penulis berpengalaman, Lao Zhou paling paham betapa sulitnya menulis. Kecepatan Ren He benar-benar melampaui logika biasa, sampai-sampai ia lupa tujuan utama datang ke sini.
Saat itu Paman Fang datang membawa piring: "Pemilik, makanan sudah siap."
Namun ketika Paman Fang mengangkat kepala melihat penampilan Lao Zhou, ia langsung terpaku: "Anda bukan yang di televisi itu... Putri saya sangat memuja Anda."
"Benar, Lao Zhou," kata Ren He dengan santai, tak menyangka Paman Fang juga mengenal Lao Zhou. Tapi ini tidak aneh, daerah asal Paman Fang termasuk cukup maju, televisi berwarna sudah ada sejak lama. Melihat Lao Zhou di berita memang wajar.
"Wah, benar-benar Lao Zhou! Silakan makan perlahan, kalau kurang saya akan masak lagi untuk Anda dan Pemilik," Paman Fang tersenyum lebar. Tak disangka pemiliknya ini bahkan kenal sosok penting di televisi. Pasti latar belakangnya luar biasa - berteman dengan Lao Zhou, punya pacar selebritas... Sungguh misterius.
Zhou Wumeng memandangi Ren He dengan tenang, lama-lama tersenyum: "Sekarang kau benar-benar memiliki aura sastrawan era Republik Tiongkok. Punya pekarangan kecil di pusat keramaian, tenang namun tetap memiliki nuansa kehidupan. Di balik tembok ini, kau menciptakan duniamu sendiri."
Ia melihat Ren He duduk di sana, entah mengapa selalu merasa ada perubahan dalam aura Ren He. Perubahan itu bagai genangan air keruh yang tiba-tiba menjadi jernih, esensi spiritualnya juga terlihat lebih cerah.
"Haha, Anda jangan terlalu memuji saya," kata Ren He sambil menekan tombol simpan dan meletakkan laptopnya. "Coba cicipi keterampilan tangan Paman Fang, penginapan pedesaan asli ibukota. Setelah terbiasa makan hidangan mewah saat jamuan, mari ke sini untuk membersihkan minyak berlebih."
Zhou Wumeng memandang hidangan sederhana dan roti kering di meja batu dengan haru: "Kau justru lebih dulu mencapai tahap kehidupan ini."
"Lupakan saja, Bisa bertahan selama itu di daerah pegunungan, itu baru disebut tahap. Saya saja hanya 15 hari sudah tak tahan," Ren He menyodorkan sumpit kepada Lao Zhou. "Tapi Anda juga harus jaga kesehatan. Terus terang, meski Yayasan Qinghe masih di tangan saya, masalahnya saya tak punya tenaga untuk mengelolanya. Jika Anda jatuh sakit, kepada siapa saya bisa mempercayakannya?"
Inilah kekhawatiran terbesar Ren He saat ini. Justru sakit parah Lao Zhou kali ini menjadi pengingat baginya. Alasan ia bisa menyerahkan Yayasan Qinghe tanpa ragu tak lain karena mempercayai moral Lao Zhou. Tapi berapa banyak lagi orang di dunia ini yang bisa dipercaya?
Lao Zhou menggulung roti sambil berkata: "Janganlah kau jadi mulut burung gagak. Hari ini aku datang untuk membahas urusan resmi."
"Silakan Anda bicara," kata Ren He dengan senyum lebar.
"Aku berencana mengundurkan diri dari Koran Ibukota," ujar Lao Zhou dengan sungguh-sungguh.
"Apa?" Ren He terkejut, ini masalah sebesar itu? Lao Zhou telah menjabat sebagai pemimpin redaksi di Kelompok Media Ibukota selama 17 tahun, dan sebagai Ketua Dewan selama 12 tahun. Bagaimana bisa tiba-tiba mengundurkan diri?
Dan masalah terbesarnya adalah, mengapa harus berdiskusi denganku tentang ini? Siapa diriku ini sampai bisa diajak berembuk oleh Lao Zhou? Sungguh tidak memenuhi kualifikasi!
"Saya sudah lama bekerja di Kelompok Media Ibukota, sebenarnya sudah harus pensiun 3 tahun lalu tapi terus menunda. Urusan Yayasan Qinghe sekarang begitu rumit sampai saya tidak punya waktu lagi mengurus bisnis Koran Ibukota," kata Lao Zhou sambil terus berbicara: "Tiga bulan terakhir tahun lalu saya habiskan di gunung, Kelompok Media Ibukota hampir kacau balau. Sekarang saya pikir, karena sudah menemukan target pengabdian baru, jangan lagi berlarut-larut. Serahkan posisi ini pada yang lain. Sisa hidupku ingin kudedikasikan untuk daerah pegunungan, itulah tempat yang paling kupedulikan. Hanya saja saya masih punya pertanyaan penting, apakah kamu benar-benar bisa mewujudkan mimpi besarmu itu? Jika bisa, saya akan segera mengajukan permohonan pensiun."
Masalah terbesar yang sedang dipertimbangkan Lao Zhou saat ini adalah - jika Ren He benar-benar bisa menjaga dana Yayasan Qinghe tetap sehat dan berjumlah raksasa secara berkelanjutan, energi yang dimilikinya sekarang jelas tidak akan cukup. Maka fokus penuh pada Yayasan Qinghe adalah keniscayaan.
Ren He berpikir sejenak lalu berkata: "Anda serius?" Dia mulai memahami maksud Lao Zhou.
"Serius."
"Bisa," Ren He berkata dengan keteguhan: "Saya yakin karya ini pasti bisa laris secara global, bahkan jauh melampaui Sang Pengejar Layang-Layang. Tentang seberapa besar selisihnya memang sulit saya jelaskan sekarang, nanti Anda akan paham. Keduanya berbeda genre dan level nilai komersialnya."
"Baik, saya jadi tenang," baru pada saat ini Lao Zhou menyelipkan lumpia ke mulutnya, seolah seberani apapun kepastian Ren He, ia akan mengikutinya.
Ren He merasa antara ingin tertawa dan menangis: "Bapak menaruh urusan sebesar ini di pundak saya benar-benar memberi tekanan."
"Setelah saya pensiun dari jabatan Ketua Dewan, buku ini tidak akan dioperasikan melalui Kelompok Media Ibukota lagi. Saya yang akan mengurusnya, semua pendapatan akan masuk ke Yayasan Qinghe," kata Lao Zhou dengan tenang: "Tambahan sepeser pun untuk membantu orang yang benar-benar membutuhkan lewat yayasan ini adalah rejeki."
Nah, baru saja memutuskan keluar dari Kelompok Media Ibukota langsung mulai menggali tembok. Tapi Ren He merasa jika benar demikian, ini situasi yang menguntungkan. 30% pendapatan untuk Harry Potter jelas bukan jumlah kecil.
"Baik, saya akan menyempatkan waktu membuat rencana operasional untuk buku ini. Operasi kali ini tidak hanya di bidang budaya, bersiaplah secara psikologis. Ambang batas Yayasan Qinghe akan dihancurkan oleh para sponsor," kata Ren He.
Zhou Wumeng tidak tahu dari mana kepercayaan diri Ren He ini berasal. Tapi siapa yang berani membayangkan pemuda 16 tahun di hadapannya ini adalah penulis Sang Pengejar Layang-Layang dan Kunlun - buku terlaris di negeri ini...
Memandangi wajah muda Ren He, Lao Zhou merasakan iri yang tulus. Keremajaan yang sedang berjaya, sungguh indah.
Ia tertawa, "Kalau begitu, setelah saya fokus mengurus Yayasan Qinghe, harus memanggilmu apa? Bos? Pemilik? Haha!"
Paman Fang yang sedang membawa bubur jagung hampir menjatuhkan mangkuknya mendengar Lao Zhou memanggil Ren He sebagai "pemilik". Tiba-tiba ia teringat pesan berulang-ulang Cui Qiang: yang tidak boleh didengar jangan didengar, yang tidak boleh ditanya jangan ditanya, yang tidak boleh dikatakan jangan dikatakan...
Urusan orang kota ini benar-benar terlalu rumit!
……
