Tepat pada sore hari setelah Ren He dan Lao Zhou menyelesaikan pembahasan berbagai hal, sebuah berita mengejutkan muncul: Pemimpin dunia sastra mengundurkan diri dari jabatan sebagai Ketua Dewan dan Pemimpin Redaksi Kelompok Media Ibukota, mengumumkan secara resmi bergabung dengan Yayasan Qinghe untuk beramal!
Ya ampun, apa yang terjadi? Publik sudah terlalu lama terbiasa melihat Zhou Wumeng muncul di layar dengan identitas Kelompok Media Ibukota. Hubungan keduanya sudah begitu melekat - menyebut Zhou Wumeng langsung terbayang Kelompok Media Ibukota, menyebut Kelompok Media Ibukota pun langsung teringat Zhou Wumeng.
Kini ketika Lao Zhou tiba-tiba menyatakan akan pergi, semua orang merasa sangat tidak nyaman, terutama staf internal Kelompok Media Ibukota. Lebih dari sepuluh tahun lalu, Koran Ibukota hanyalah media kelas dua yang biasa saja, namun sekarang telah menjadi institusi berpengaruh besar tingkat nasional.
Beberapa staf senior yang telah bekerja sama erat dengan Lao Zhou selama belasan tahun benar-benar tidak tega mendengar kabar kepergiannya. Jika alasannya karena Lao Zhou sudah tidak mampu bekerja lagi dan ingin pensiun, mereka mungkin bisa memaklumi. Tapi mengapa tiba-tiba meninggalkan karir yang telah dibangunnya selama belasan tahun untuk terjun ke bidang yang sama sekali asing?
Amal? Saat ini dunia amal di dalam negeri airnya sangat keruh. Bagaimana mungkin tiba-tiba mengambil keputusan seperti ini?
Namun orang yang berpikiran tajam sebenarnya sudah mengetahui sejak tahun lalu bahwa Lao Zhou sudah mulai sibuk membantu sebuah lembaga amal bernama Yayasan Qinghe. Bahkan selama tiga bulan berturut-turut ia tidak kembali ke Grup Penerbitan Ibukota, dan di awal tahun ini sampai jatuh sakit karena kelelahan.
Padahal kondisi fisik Lao Zhou selalu dikenal sangat prima. Bagaimana mungkin tiba-tiba sakit? Padahal urusan Grup Penerbitan Ibukota juga banyak, tapi semuanya selalu terorganisir dengan baik di tangannya.
Lao Zhou diam-diam membereskan barang-barangnya di kantornya. Gedung Grup Penerbitan Ibukota ini dibangun sepuluh tahun lalu, sementara ia telah menghabiskan 10 tahun penuh di ruangan ini. Terlalu banyak kenangan tersimpan di sini, sungguh berat rasanya harus pergi.
Namun departemen organisasi telah menyetujui pengajuan pensiunnya. Sebenarnya usia pensiunnya memang sudah tiba.
Sepuluh musim semi dan gugur telah ia lewati di ruangan ini. Di balik jendela, musim semi menghampar hijau rimbun, musim gugur memancar keemasan yang melimpah. Masih terbayang jelas saat pertama kali bergabung dengan grup penerbitan sebagai pria paruh baya penuh ambisi di usia tiga puluhan, kini tinggal tubuh renta yang tersisa.
Baru kemarin menyaksikan kuncup merah di musim semi, sekejap mata telah menyapa dinginnya musim dingin. Berlalu, berlalu, waktu emas menghilang tak berbekas.
Penyesalan? Kebanggaan terbesar Zhou Wumeng seumur hidup adalah integritasnya yang tak tergoyahkan. Hingga usia enampuluh tahun ini, tak ada secuil pun noda penyesalan yang melekat.
Dan sekarang, Zhou Wumeng memikirkan bahwa di sisa hidupnya masih bisa melakukan hal-hal yang lebih bermakna dan membahagiakan, ia pun merasa tenang.
Seperti yang dikatakan Ren He, tahap Lao Zhou tidak bisa ia tandingi.
Ren He yang menggenggam aset puluhan juta, memiliki mesin penghasil uang yang sangat dahsyat, serta ilmu dari kehidupan sebelumnya baru berani melakukan amal. Sedangkan Lao Zhou? Dengan kesendiriannya, ia hanya ingin melakukan hal bermakna dalam hidup.
Jadi Ren He tetaplah orang biasa, dan ia pun rela tetap menjadi orang yang biasa-biasa saja. Namun Lao Zhou telah melampaui tahap kehidupan manusia biasa.
Ren He tidak menyarankan siapa pun meniru Lao Zhou, sama seperti guru relawan yang pergi diam-diam itu yang bisa ia pahami sepenuhnya - semangat Lao Zhou adalah sesuatu yang tidak bisa digandakan.
Tapi ia mengagumi Lao Zhou, ini tidak kontradiktif. Hanya bisa dikatakan bahwa tujuan hidup berbeda. Andaikan Lao Zhou tahu Ren He masih bermain olahraga ekstrem, ia pun tak akan menyarankan anak muda meniru Ren He.
Wartawan-wartawan berkumpul di lantai bawah Kelompok Media Ibukota menunggu. Mereka hanya punya satu tujuan: mewawancarai Lao Zhou.
Zhou Wumeng berjabat tangan dengan setiap rekan di Kelompok Media Ibukota: "Berkat kerjasama tulus kalian selama 17 tahun ini. Sampai jumpa lagi."
Banyak staf yang telah lama bekerja bersama Lao Zhou langsung menangis di tempat. Pemandangan ini seperti menyaksikan seorang pahlawan memasuki senjakala, mengharukan sekali. Bahkan saat tahu Lao Zhou akan terjun ke amal, perasaan itu tetap tak tertahankan.
Setelah berjabat tangan dengan semua orang, Lao Zhou pun pergi. Semua mata mengikuti punggungnya yang menjauh.
Zhou Wumeng yang menghadapi wartawan di pintu, tak peduli pertanyaan apapun yang dilontarkan, hanya tersenyum: "Sebenarnya saya sangat berterima kasih pada pemilik baru saya. Yayasan Qinghe-nya membuat saya menemukan kembali sensasi masa muda, akhirnya memiliki mimpi baru. Dan yang terpenting, bisa melakukan kegiatan amal sesuai keinginan tanpa perlu meminta bantuan siapapun. Alasan saya meninggalkan Kelompok Media Ibukota, pertama karena usia saya memang sudah saatnya melepaskan jabatan, bahkan koran sendiri sudah mulai sulit dibaca. Kedua, karena saya benar-benar menyukai aktivitas ini. Selamat datang untuk mengikuti dan mendukung Yayasan Qinghe."
Setelah itu, ia naik ke mobil bisnis usang Yayasan Qinghe menuju markas besar yayasan.
Sebenarnya mobil bisnis ini baru saja dibeli versi premium, tapi karena sering menerobos hutan belantara, cepat rusak...
Para wartawan saling pandang. Hari ini mereka langsung menyelidiki Yayasan Qinghe, namun hasil investigasinya mengejutkan. Data yang ada hanya menunjukkan Zhou Wumeng sebagai saat ini, tapi semua pihak tak menemukan jejak lain.
Bahkan mode operasi Yayasan Qinghe juga memiliki tingkat keanehan yang ekstrem, sumber dana seluruhnya ternyata hanya mengandalkan dua buku: Sang Pengejar Layang-Layang dan San Zi Jing!
Ini pertama kalinya mereka melihat model operasi seperti ini - tidak melakukan penggalangan dana privat maupun publik, hanya mengandalkan pendapatan dari dua buku untuk kegiatan amal.
Mereka sangat tahu betapa menghasilkan uangnya Sang Pengejar Layang-Layang, mengingat buku itu terus-menerus bertengger di daftar penjualan terbaik.
Tapi ada pertanyaan: Apakah pemilik Yayasan Qinghe sebenarnya adalah penulis Sang Pengejar Layang-Layang? Tanpa penjelasan ini, mustahil hak cipta buku itu bisa menjadi aset yayasan, termasuk San Zi Jing.
Penulis yang tidak hanya menerbitkan buku secara anonim ini, bahkan menggunakan semua penghasilannya untuk amal - Siapakah Dia?!
Intuisi para wartawan mulai bekerja: Identitas sebenarnya orang ini mungkin merupakan berita yang lebih besar dari pengunduran diri Lao Zhou... Pemilik baru Lao Zhou, gimmick ini saja sudah cukup sensasional! Berapa banyak orang di negeri ini yang memenuhi kualifikasi menjadi bos baru Lao Zhou?!
Banyak orang mulai menyelidiki keberadaan Yayasan Qinghe karena berita tentang Lao Zhou ini, yang bahkan rela mengundurkan diri dari Grup Media Ibukota untuk bergabung. Tiba-tiba muncul berita terbaru yang mengejutkan: Dalam setengah tahun diam-diam, Yayasan Qinghe telah membangun 47 sekolah dasar harapan dan mengajukan rencana membentuk tim guru relawan!
Diam-diam sudah membangun 47 unit, baru setengah tahun saja, sungguh mengejutkan! Banyak foto-foto eksklusif yang menunjukkan kondisi memilukan dari lokasi sekolah sebelumnya.
Masyarakat mulai ingin menyumbang ke Yayasan Qinghe, ternyata masih banyak orang baik hati di masyarakat kita.
Namun tiba-tiba semua orang menemukan fakta yang lebih "berkarakter"... Yayasan Qinghe menolak donasi dari luar?
Ini benar-benar hal baru, pertama kali melihat yayasan amal yang tidak butuh sumbangan... Jadi rencananya Yayasan Qinghe memang ingin mengandalkan pendapatan dari dua buku untuk beramal?
Orang-orang biasa melihat skandal yayasan amal terbongkar: ada yang menyalahgunakan dana publik, menjual barang donasi murah, atau mencari keuntungan pribadi. Hal-hal ini membuat semangat berbuat baik masyarakat jadi meredup, seolah tak ada lembaga yang bisa dipercaya!
Tapi di sini muncul yayasan amal yang sama sekali tidak menerima donasi, swasembada sepenuhnya... Sungguh berbeda dengan si genit jelita itu di luar. Justru karena ini orang-orang semakin ingin menyumbang. Mereka merasa Yayasan Qinghe bisa dipercaya - kalau bahkan donasi biasa ditolak, mana mungkin mereka serakah uangmu?
Ini adalah kumpulan orang-orang sevisi yang benar-benar sepaham.
Rupanya inilah yang dimaksud Lao Zhou: tak perlu meminta bantuan siapapun!
Arah opini tiba-tiba berbalik. Forum daring dibanjiri komentar: "Mohon Lao Zhou terima donasi, kami ingin berkontribusi sekecil apapun."
Titik balik ini bahkan tak terbayang oleh Ren He dan Lao Zhou...
……
