Dua hari ini Yang Xi tiba-tiba menyadari Ren He bertingkah tidak biasa, seolah selalu diam-diam mempersiapkan sesuatu tanpa memberitahunya sama sekali. Apakah ada rahasia antara Ren He dengannya? Secara umum sebenarnya tidak ada.
Bagaimanapun semua yang tidak diketahui orang lain sudah dia ketahui, Ren He selalu menceritakan segala yang dilakukannya sebagai kisah menarik padanya. Namun kali ini, sepertinya berbeda.
Beberapa hari ini hati Ren He seolah terus memikirkan sesuatu, sambil sering melihat SMS ponsel dan aplikasi chat. Awalnya Yang Xi tidak berminat melihat alasan Ren He memperhatikan ponselnya, tapi suatu saat dia tiba-tiba menyadari: ketika pandangannya beralih dan melayang ke ponsel Ren He, Ren He akan dengan sengaja memiringkan layarnya.
Sejak itu Yang Xi mulai curiga, dia sangat yakin ada sesuatu yang terjadi!
Jangan pernah meremehkan kecurigaan dan IQ gadis. Mereka mungkin terlihat bodoh saat bersamamu, namun ketika kau mempersiapkan sesuatu yang kau rahasiakan dari mereka, mereka akan berubah menjadi detektif...
Sebenarnya apa yang akan terjadi? Ponsel... aplikasi chat...
Yang Xi tertegun. Jangan-jangan Ren He sedang mengobrol dengan gadis yang menyukainya? Baginya ini kemungkinan terbesar, kalau tidak bagaimana menjelaskan kejadian ini?
Apakah Ren He berselingkuh? Yang Xi agak sulit percaya, karena tatapan Ren He masih sama jernihnya, saat menatapnya pun tidak menghindar. Bagaimanapun dilihat, tidak terlihat seperti orang yang bersalah padanya.
Sebenarnya meski Yang Xi cukup matang dalam memperlakukan perasaan, rasa cemburu dan posesif adalah hal bawaan wanita. Tidak, pria bahkan memiliki lebih banyak.
Pola pikir Yang Xi tidak se-terbuka itu, dia tidak akan menerima ada yang berbagi Ren He dengannya. Setiap kali memikirkan dirinya sebagai penghuni yang tak tergantikan dalam hati Ren He, dia selalu merasakan manisnya. Namun saat tiba-tiba muncul seseorang yang ingin membagi Ren He, bagaimana mungkin dia menerima?
Benar, banyak orang kaya yang memiliki banyak istri dan selir. Tapi Yang Xi masih yakin Ren He tidak akan menjadi orang seperti itu, dan dia pun tak ingin Ren He berubah demikian.
Jika Ren He benar-benar memilih untuk mengkhianati, maka dia akan pergi tanpa ampun. Dan mulai saat itu, tak akan lagi menyanyikan satu pun lagu yang ditulis Ren He untuknya.
Tapi sekarang dia masih memilih terus mempercayai Ren He. Hanya saja, dia akan mulai mengamati perlahan. Pengamatannya ini pun bertujuan memverifikasi kepercayaan itu sendiri. Jika terbukti Ren He berselingkuh, bahkan dia sendiri tak tahu harus berbuat apa.
Dunia seperti itu, mungkin akan menjadi suram.
Bagi Ren He, ia bahkan tidak tahu apakah dirinya bisa kembali hidup-hidup dari Gunung Everest, atau apakah akan menderita efek samping meski berhasil kembali. Meski Yang Xi selalu mendukungnya, Ren He tetap memilih merahasiakan rencana pendakian ini tanpa alasan spesifik—hanya tidak ingin membuatnya terlalu khawatir. Jika benar terjadi musibah, Yang Xi paling hanya akan mengetahuinya setelah segalanya usai, tanpa harus cemas selama lebih dari sebulan.
Ren He juga tidak yakin apakah pilihan ini benar, namun bayangan ruang mimpi yang nyaris nyata terus mengitari hatinya, tak kunjung sirna.
Merahasiakan hal ini dari Yang Xi memang tidak baik, tapi mereka yang bilang cinta tak butuh rahasia, sesungguhnya tak paham baik tentang cinta maupun rahasia.
Di hari kedua terakhir sebelum keberangkatan, saat istirahat pelajaran, Yang Xi tiba-tiba menyadari kursi Ren He kosong. Penasaran, ia melangkah keluar kelas dan melihat Ren He sedang sembunyi di sudut sambil menelepon. Namun saat ia mendekat, Ren He meliriknya lalu langsung mematikan panggilan.
Yang Xi berkata sambil bercanda: "Telepon siapa tadi, jangan-jangan sama selingkuhan?!" Suaranya rendah, seandainya kata-kata ini didengar teman sekelas, mungkin akan membalikkan perspektif hidup mereka...
Dewi Sekolah Sizhong yang sedang merajuk manja bertanya pada seorang pemuda apakah dia sedang menelepon selingkuhan... Sungguh mengerikan.
Ren He tersenyum pasrah sambil memperlihatkan ponselnya: "Ini Kakak Keempat." An Si, panggilannya Kakak Keempat.
Yang Xi melihat di riwayat panggilan bahwa nomor yang dihubungi memang An Si. Jadi selama ini dirinya yang overthinking?
Memikirkan ini, hati Yang Xi tiba-tiba legawa. Kepercayaannya pada Ren He ternyata benar adanya. Sebenarnya Yang Xi memang percaya, hanya saja sebagai perempuan kadang muncul rasa takut kehilangan. Meski sekarang ia adalah selebritas paling top dan calon Ratu Musik masa depan, secara logika seharusnya ia sangat percaya diri. Tapi rasa percaya diri ini tergantung pada lawan bicaranya...
Lawan bicaranya adalah Ren He. Yang Xi justru merasa dirinya tidak lebih hebat dari Ren He. Malah sebaliknya, pria itu seolah bisa melakukan segalanya.
Justru karena semua hal tentang Ren He dia ketahui, dunia Ren He di matanya menjadi terlalu menyilaukan, membuatnya kadang merasa ragu-ragu. Yang Xi bahkan sempat berpikir, andai saja dia sedikit kurang tahu tentang Ren He, mungkin dia bisa lebih percaya diri, bukan malah menempatkan diri seperti calon pengantin anak...
Yang Xi sendiri malah tertawa geli memikirkan hal-hal tak jelas ini, entah apa yang selalu dipikirkannya sepanjang hari.
Namun Yang Xi tetap yakin Ren He menyembunyikan sesuatu darinya. Meski tetap waspada, kepercayaannya pada Ren He tak pernah berubah.
Keesokan paginya, mobil khusus perusahaan TK datang ke Liu Hai Hutong untuk menjemput Ren He. An Si sudah menunggu di dalam mobil.
An Si memberikan tiket boarding ke Ren He: "Kau harus pertimbangkan matang-matang. Meski TK sudah mengirimkan gambar promosi dan mulai memanipulasi opini publik, kalau kau benar-benar mengingkari janji tidak mau pergi juga tak masalah. Nanti cukup buat video untuk mengelabui saja. Paling-paling para maestro hanya sedikit kecewa, tak akan ada masalah serius. Lagipula para eksekutif TK sekarang memperlakukanmu seperti Da Ye."
Status sebagai Da Ye mungkin berlebihan, mengingat mereka adalah eksekutif di bidang komersial. Namun pernyataan An Si mencerminkan sikap mental perusahaan TK saat ini: Sangat mengagumi Ren He!
Bahkan jika Ren He langsung meminta kenaikan fee endorsement sekarang, perusahaan TK akan segera mempertimbangkannya karena dianggap sepadan. Tapi Ren He merasa semangat kontrak harus dihormati - menaikkan harga secara sepihak bukanlah tindakan yang pantas dilakukan pria sejati.
"Lalu kenapa TK tidak mau mengganti biaya perusahaan pemandu dan peralatan?" Ren He melirik An Si. Sejujurnya, menghancurkan lebih dari 1 juta yuan dalam sekejap tetap membuatnya sakit hati. Tapi yang penting nyawa tetap aman.
An Si batuk dua kali: "Hal ini memang benar-benar pernah dibahas. Asalkan kamu berhasil mendaki Gunung Everest, biaya perusahaan pemandu akan diganti oleh TK. Tapi perlengkapan tidak kami ganti, lagipula itu bukan produk TK. Ada beberapa kontroversi mengenai kamu tidak mengenakan produk outdoor TK kali ini. Nanti ketika foto dirilis, semua orang akan melihat endorser TK sendiri tidak memakai produk TK. Dampak seperti apa yang akan terjadi..."
"Oke, asal ada penggantian biaya pemandu, jangan sampai disia-siakan. Untuk kekhawatiran mereka, nanti kamu jelaskan: Saya akan menggunakan format swafoto, hanya menampilkan wajah dengan latar belakang gunung bersalju dan bendera TK, tidak akan memperlihatkan pakaian," jelas Ren He sambil tersenyum. Ini benar-benar menguntungkan - dengan sekali bicara langsung menghemat 800 ribu lebih...
"Sekarang bukan waktunya membahas ini. Kamu harus paham, di ketinggian 8000 meter ke atas, jika benar-benar terjadi masalah, tidak akan ada yang menolongmu. Di sana bukan hanya zona terlarang kehidupan, tapi juga zona terlarang moral..."
“Semua yang dikatakan An Si mustahil tidak dipahami Ren He. Hanya saja dia punya alasan yang harus membuatnya pergi—itu adalah obsesi keduniawiannya. Jika harus mati, dia lebih memilih mati di gunung bersalju.”
……
