Waktu berlalu cepat, semua orang berjuang keras di jalur pendakian. Di hati masing-masing tersimpan tekad: "Sudah sampai di sini, harus berhasil!"
Saat lapisan awan mulai menipis, tiba-tiba seseorang dalam rombongan berteriak: "Lihat, bayangan hitam di punggung gunung itu!"
"Waduh, itu dia!"
Hampir semua orang melihat sosok berwarna hitam di ketinggian 300 meter lebih di atas mereka yang terus merangkak naik. Gerakannya meski tak cepat namun stabil sama sekali, seolah tidak berada di dataran tinggi.
"Kenapa dia tiba-tiba diam?" seseorang berhenti dan melihat ke atas.
Saat ini, Ren He merasa sedikit kesulitan di dinding tebing ini. Rute yang dipilihnya di bagian atas ternyata memiliki bagian dinding yang licin sepanjang hampir 2 meter tanpa pegangan sama sekali. Meski dia adalah ahli dalam panjat tebing tanpa alat, namun "tukang masak ulung pun tak bisa berbuat tanpa bahan". Para ahli biasanya akan memilih rute sebelumnya dan mengikatkan tali dari atas tebing untuk memproses titik pijakan, sedangkan Ren He? Sama sekali tidak ada persiapan, langsung bertindak setelah terpikir.
Inilah sebabnya dia menghadapi situasi memalukan seperti sekarang.
Apa yang harus dilakukan? Dia hanya bisa mencoba merayap ke samping mencari jalan alternatif.
Sayangnya kedua sisi juga tidak memiliki pijakan yang baik. Di jarak 1,5 meter terdapat batu yang menonjol dengan rute yang lebih mudah. Ren He mengambil ice axe dari tas ranselnya, lalu menghantamkannya dengan keras ke batuan!
Dia mencoba, ice axe telah terjebak kuat di batu. Ren He langsung mengayunkan diri dengan satu tangan menggenggam ice axe, kedua kaki meninggalkan titik tumpuan. Seluruh tubuhnya menggunakan ice axe sebagai titik tumpuan untuk mengayun ke batu yang berjarak 1.5 meter, lalu menggenggam erat!
Bagi Ren He, gerakan ini cukup sederhana baginya, seperti bermain palang tunggal—cukup menggenggam titik tumpuan lalu mengayun ke samping. Kelihatannya menegangkan karena ketinggiannya, tapi sebenarnya tidak ada bahaya yang muncul.
Tapi orang-orang di bawah yang sedang memandangnya punya pemikiran yang sama sekali berbeda...
"Orang gila!"
"Terlalu nekat! Mengerikan!"
Tanpa disadari, telapak tangan mereka berkeringat hanya karena menyaksikan Ren He melakukan satu ayunan itu!
“Ini adalah seorang praktisi olahraga ekstrem alami, tidak diragukan lagi, di sini ia adalah yang paling luar biasa, bahkan orang Sherpa pun tidak bisa dibandingkan,” pelatih tim AS berkata dengan tenang: “Kurasa, setelah kembali ke bawah gunung, namanya akan dikenal semua orang. Namun yang lebih mengerikan adalah usianya, di usia 16 sudah memiliki kemampuan seperti ini, mungkin di sisa hidupnya akan menjadi orang pertama yang menantang semua 14 puncak gunung dengan ketinggian di atas 8000 meter?”
Satu tabung oksigen beratnya lebih dari 3 kilogram. Banyak orang merasa membawa tambahan satu tabung akan menambah beban, namun bagi Ren He, tas ranselnya saja sudah berbobot lebih dari 3 kilogram.
Bisa dikatakan semua orang belum benar-benar memahaminya. Jika sudah memahami, kemungkinan akan semakin terguncang.
Panjat tebing kali ini lebih sulin daripada sebelumnya. Meski kemiringan lereng mengurangi koefisien bahaya nyawa, ini pertama kalinya ia membawa beban hampir 20 jin.
Setelah menemukan pijakan baru, Ren He telah merasakan sensasi asam dan kembang di antara otot-ototnya. Harus beristirahat sebentar, jika tidak akan mudah melakukan kesalahan.
Dengan berdiri di area yang hanya muat satu kaki, ia mulai memakan cokelat. Saat tim di bawah terus bergerak maju, mereka sesekali mengangkat kepala untuk melihatnya. Tiba-tiba mereka menyadari sang pendaki sedang asyik menyantap sesuatu...
"Sialan, ini rasanya seperti apa?!"
Baru pada saat inilah Ren He sempat menikmati pemandangan. Ia melihat regu di bawahnya dan melambaikan tangan, namun semua orang di bawah terpaku tak ada yang membalas lambaiannya.
"Kenapa aku merasa dia masih terlihat santai?"
"Aku bahkan merasa dia tertawa bahagia..."
Sebenarnya pada jarak ini sudah tak bisa melihat ekspresi wajah, hanya gerakan tubuh samar-samar. Tapi banyak yang yakin, pastilah Ren He sedang tertawa lepas dengan gembira.
"Memanjat tebing gunung bersalju tanpa alat saja sudah luar biasa, ini sudah 600 meter di atas permukaan laut masih tetap santai, kau ini manusia atau bukan?!"
Ren He tidak tahu pikiran mereka, setelah menghabiskan cokelat ia dengan serius menyelipkan bungkus cokelat ke dalam tas, lalu melanjutkan pendakian!
Dari sudut pandangnya, ujung puncak gunung mulai terlihat samar-samar, pemandangan ini seperti suntikan adrenalin mental yang langsung menyegarkan semangatnya!
"Kok aku merasa gerakannya semakin cepat?!"
"Hmm... mungkin karena sudah kenyang," jawab seseorang di sebelah dengan wajah datar.
Kali ini Ren He memilih jalur pendakian dengan lebih hati-hati, akibat kurangnya pengalaman. Baru sekarang ia paham bahwa kunci utama panjat tebing tanpa alat adalah pemilihan rute yang tepat.
Kalau tidak, saat setengah jalan menemui jalan buntu, rasanya seperti main puzzle setengah hari baru sadar kepingannya memang tidak utuh!
Lantas buat apa main-main seperti telur anjing!
Hitungan mundur 300 meter...
Hitungan mundur 200 meter...
Hitungan mundur 100 meter...
Selama perjalanan, Ren He berulang kali memakan cokelat untuk mengisi kembali tenaganya. Ia menyadari bahwa semakin tinggi elevasi, semakin besar terkurasnya tenaga fisiknya. Tampaknya pengaruh udara tipis masih mempengaruhinya, meski tidak sejelas pada orang lain.
Namun ketika yang lain masih berjuang maju di pegunungan, ia sudah hampir mencapai puncak!
Pada pukul 12.10 siang, Ren He melirik ke belakang. Sorot mata ini mewakili segala sesuatu yang telah dilihatnya dalam perjalanan menuju mimpinya yang tak mungkin terwujud.
Satu detik kemudian, tangan kanannya mencengkeram celah sempit di pinggiran batuan puncak. Dengan seluruh tubuhnya, ia merangkak naik!
Ren He berbaring di puncak sambil tertawa bodoh. Gelak tawa semakin keras. Ia berdiri dan memandangi pegunungan tak terhitung jumlahnya serta aliran awan yang membentang di sekitar Gunung Everest. Mulai saat ini, seluruh pemandangan itu berada di bawah kakinya.
Selama hampir satu bulan ini - dari 6000 meter ke 6400 meter, kemudian 6400 meter ke 7200 meter, dan terakhir 7200 meter ke 7900 meter.
Di sini, semua reaksi tubuh yang tidak normal menjadi normal, segala kesulitan dan kesepian tidak bisa diceritakan kepada orang lain.
Mendaki gunung adalah sebuah cermin yang memantulkan setiap orang dengan jelas. Dalam lingkungan seperti ini, karakter manusia akan diperbesar, dapat diamati egoisme, keinginan, ketergesa-gesaan……
Namun inilah mimpi yang dikejar oleh Ren He.
Tidak, sebelumnya masih bisa disebut mimpi yang tak terjangkau, sekarang ia berada di bawah kaki Ren He, Ren He berhasil!
Ia berdiri di puncak Everest, atap dunia ini, tiba-tiba merasakan dorongan untuk menangis haru. Di kehidupan sebelumnya ia hanya berani diam-diam mengamati semua ini tanpa keberanian untuk mencoba sendiri, hari ini, dengan fakta ia membuktikan pada dirinya sendiri: di kehidupan ini ia benar-benar telah berubah.
Masa lalu yang memalukan dan penuh penyesalan akan lenyap berantakan, sekarang ia adalah diri baru yang segar.
2 Mei 2007, Ren He sebagai penakluk Everest tanpa oksigen pertama di dunia, berhasil mencapai puncak!
