Ren He meletakkan tas ranselnya di atas salju Gunung Everest. Dengan penuh khidmat ia mengeluarkan bendera Merah Bintang Lima dari dalam tas dan menancapkannya di hamparan salju. Ini adalah persiapan yang telah lama disiapkannya - datang ke Everest tanpa menancapkan bendera terasa seperti ada yang kurang.
Meski bukan nasionalis fanatik, Ren He tetap mencintai negaranya. Ia memahami betul logika bahwa negara yang makmur baru bisa membuat rakyat kuat.
Di kehidupan sebelumnya pada Maret 2015, konflik meletus antara Arab Saudi dan Yaman. Zona larangan terbang di udara menyulitkan penerbangan komersial, sementara transportasi darat dipenuhi tembakan meriam yang sangat berbahaya.
Tanah Air segera memutuskan untuk mengerahkan kapal perang yang sedang berpatroli di Teluk Aden, mengalihkan misi dari pengawalan ke tugas evakuasi warga negara untuk melakukan penyelamatan.
Di antara banyak negara saat itu, Tiongkok adalah satu-satunya yang mengirim kapal perang untuk menyelamatkan warganya. Warga Tiongkok diprioritaskan naik kapal, semua yang terjebak dievakuasi dengan cepat. Senjata Tentara Pembebasan Rakyat, telepon satelit, air hangat dan makanan panas memberi rasa aman bagi warga di lokasi.
Pemerintah Jerman, Inggris, Italia, dan lebih dari sepuluh negara lainnya menelepon tanpa henti ke kedutaan Tiongkok, memohon agar Tiongkok mau membawa serta warga negara mereka...
Tanpa perbandingan, tak ada luka. Warga negara lain serasa ditelantarkan oleh negara sendiri.
Seandainya Ren He menjadi juru bicara diplomatik, ia berani berkata: "Terima kasih atas dukungan warna dari negara sahabat."
Karena itulah mustahil baginya menjadi juru bicara diplomatik...
Tentu saja, Ren He juga tak sampai menyanyikan lagu kebangsaan sendirian di depan bendera lima bintang. Saat menancapkan bendera, ia sudah menyanyikannya dalam hati.
Ren He mengambil swafoto lalu memotret pemandangan sekitar Gunung Everest. Masih ada urusan resmi: ia mengeluarkan bendera TK dari tas ranselnya.
Foto sebelumnya untuk kenangan pribadi, jadi tak perlu sempurna. Tapi yang ini berbeda - ia harus memastikan merek pakaian lain tak terlihat, sekaligus membuat bendera TK tampak sempurna...
Bisa dibilang foto ini bernilai 1,2 juta dolar AS, tentu harus difoto dengan baik, mungkin inilah foto termahal di dunia? Ren He tak bisa menahan pikirannya.
Namun ini hanya drama tambahan yang ia ciptakan sendiri. Faktanya, beberapa foto memiliki harga yang melampaui imajinasi. Foto Sungai Rhein II yang dilelang tahun 2011 di kehidupan sebelumnya terjual dengan harga selangit 4.338.500 dolar AS (4,33 juta dolar). Foto Ren He ini masih kalah jauh, paling-paling masuk peringkat 10 besar.
Setelah memotret dengan baik, Ren He tersenyum. Saat menancapkan dua bendera, ada perlakuan berbeda. Bendera Merah Berbintang Lima kini berkibar di pusat Gunung Everest, meski kelak mungkin diterbangkan angin kencang, setidaknya sekarang ia menjadi pusat atap dunia ini.
Sistem Hukuman Langit langsung mengumumkan hadiah: "Inang telah menyelesaikan misi memanjat tebing Gunung Everest, evaluasi Bagus. Hadiah: Pendengaran Super."
Ini adalah skill indera lain yang diperoleh Ren He setelah mendapatkan super visual. Tapi dia agak khawatir, bagaimana jika terkadang dia tidak ingin mendengar apa-apa tapi terpaksa menerima? Namun saat mencoba skill ini, dia menemukan bahwa pendengarannya hanya akan mulai membesar secara bertahap saat dia benar-benar ingin mendengar. Dengan demikian, Ren He jadi lebih tenang.
Evaluasi misi ini adalah Bagus. Sepertinya karena aku terlalu banyak makan cokelat di tebing gunung. Kalau tidak, seharusnya ini mencapai level sempurna...
"Inang berhasil menyelesaikan misi mendaki puncak Gunung Everest, evaluasi sempurna, dapat memilih hadiah terarah secara mandiri."
Ren He senang, "Nah ini baru benar! Sudah susah payah mendaki Everest, kalau tidak dapat hadiah level sempurna benar-benar tidak masuk akal."
Baiklah, semuanya telah diselesaikan secara sempurna. Saatnya pulang!
Namun sebenarnya mendaki Gunung Everest, mencapai puncak hanyalah permulaan. Ren He memahami logika ini dengan mendalam: Mendaki puncak hanyalah awal pendakian. Turun hidup-hidup dari puncak Everestlah tujuan akhir. Ren He memandang ke lereng gunung, dorongan untuk melompat langsung dari sini benar-benar menggebu dalam hatinya. Bayangkan betapa epiknya momen itu, pasti akan terukir dalam sejarah.
Tapi kewarasan mengatakan ini tidak mungkin. Ren He tersenyum dan bergumam, "Lain kali saja!"
Ya, saat mendaki puncak berikutnya! Hatinya sudah menyusun rencana baru! Sebuah rencana yang bahkan lebih gila!
Perlahan ia mulai turun gunung. Karena saat naik memilih langsung memanjat tebing, ia melewatkan penanda lokasi legendaris.
Tak lama setelah turun dari puncak, mayat di pinggir jalan langsung menyambutnya. Ini pertama kalinya Ren He melihat mayat di lingkungan seperti ini. Perasaan yang muncul begitu menyentuh dan kompleks - semua datang untuk mendaki puncak, namun akhirnya berbeda.
Di mata orang luar, mendaki puncak Gunung Everest seolah bukanlah hal yang sulit lagi. Namun mereka yang benar-benar mengalaminya baru mengerti: Setiap hari di barak militer selalu ada yang mengalami masalah, entah sakit atau terluka.
Bagaimanapun ini tetap zona terlarang kehidupan, kalau dikatakan mudah... di manakah kemudahan itu?
Dalam perjalanan turun gunung, Ren He justru menemukan bahwa yang menempati posisi pertama dalam regu pendakian adalah Xia Boyu, seorang pria tua!
Pada posisi beberapa ratus meter di bawah puncak, jarak antar regu akan mulai melebar. Pasalnya setiap orang harus bergiliran melewati anak tangga terkenal - di kehidupan sebelumnya anak tangga ini dinamai Anak Tangga Hillary karena Edmund Hillary merupakan orang pertama yang mendaki puncak Gunung Everest.
Sedangkan di dunia paralel, anak tangga ini sudah disebut sebagai Anak Tangga Mandela.
Dalam proses pendakian akhir jalur tenggara Gunung Everest, semua pendaki harus melewati bagian tebing batuan tubuh gunung yang terbuka setinggi 12 meter di ketinggian 8.790 meter antara Puncak Selatan dan titik tertinggi Everest melalui punggungan tenggara. Setiap orang wajib memanjat satu per satu menggunakan tali, bahkan harus langsung melintasi jurang es melalui tangga baja, dimana hanya satu orang yang bisa lewat sekaligus. Tempat inilah yang disebut Anak Tangga Hillary.
Begitu semua orang sampai di sana, jarak antar rombongan pasti akan sangat melebar. Jadi sekarang terlihat jelas Xia Boyu-lah orang pertama yang berhasil mendaki melewati Anak Tangga Hillary.
Ren He menyapanya dengan senyum: "Terlihat bugar, semangat! Tinggal sedikit lagi."
Pria tua Xia Boyu memandangi Ren He dengan senyuman cerah, gelombang di hatinya terus bergolak. Pemuda ini memberikan tabung oksigen padanya, memilih cara pendakian tersulit, menjadi manusia pertama yang mendaki puncak tanpa oksigen, dan sekarang masih bisa menyapanya dengan santai...
“Terima kasih,” Xia Yuting berkata dengan khidmat. Jika bukan karena tabung oksigen ini, mustahil baginya berada di sini dalam kondisi sebaik ini.
“Jangan sungkan! Aku turun dulu, sampai jumpa di barak militer!” Ren He tersenyum.
“Baik, sampai jumpa di barak militer!” Xia Yuting menjawab penuh kesungguhan. Matanya mengikuti punggung Ren He yang turun gunung sebelum kembali melanjutkan pendakian ke puncak.
Saat tiba di puncak dan melihat Bendera Merah Bintang Lima berkibar di pusat Gunung Everest, perasaan Xia Yuting bergolak hebat. Sebelumnya ia hanya mengira remaja ini kuat secara fisik, namun kini...
Pandangannya tertancap pada bendera nasional yang ditancapkan remaja itu. Kebanggaan sebagai sesama anak bangsa mendadak menyergap - itu adalah bendera Tiongkok! Remaja itu adalah putra Tiongkok!
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, penakluk sejati Gunung Everest adalah orang Tiongkok!
Di masa muda mereka selalu ingin bersaing dengan bangsa asing, tapi seumur hidup kalah. Kini, tampaknya sudah berbeda!
Saat Ren He tiba di Platform Hillary, sudah ada belasan orang tambahan di sini, rupanya regu yang berangkat belakangan.
Everest memiliki hukum tak tertulis: yang naik duluan harus turun belakangan, artinya Ren He harus menunggu mereka semua naik dulu sebelum bisa turun.
Penantian ini berlangsung 40 menit dan mereka masih belum selesai naik semua.
Namun di tengah kebosanan menunggu, saat ia mengangkat kepala memandang pemandangan, tiba-tiba terlihat cakrawala di kejauhan menjadi gelap gulita, persis seperti mimpi buruk itu...
Badai menerjang!
……
