Baru ketika Ren He menyadari kecepatan cuaca menjadi suram ini, ia paham mengapa pendaki berpengalaman selalu menekankan: turun gunung pukul 1 siang, paling telat pukul 2.
Benar, Ren He sukses mencapai puncak pukul 12.10 dan mulai turun pukul 12.25. Waktu turunnya sudah cukup awal, tapi saat tiba di Platform Hillary pukul 12.30 dan menunggu selama 40 menit di sana, segalanya sudah terlambat.
Faktanya, saat ia tiba di puncak gunung, Ren He masih sempat memperhatikan cuaca. Langit yang cerah satu jam lalu kini sudah tertutupi awan hitam. Awan hitam yang baru saja datang itu berasal dari area yang Ren He ingat - pukul 12.10 siang, area itu masih dipenuhi awan mengalir tanpa perbedaan berarti dengan wilayah lain.
Namun begitulah sifat cuaca Gunung Everest yang sangat mudah berubah, tak heran membuat banyak orang gentar.
Jika Ren He turun lebih awal dari anak tangga Hillary, badai ini meski datang masih memungkinkannya berlindung di tenda barak militer ketinggian 7900 meter. Di sana semua tenda tertancap mati-matian di dataran es. Badai ini sebenarnya tidak sampai mengerikan seperti topan, terlihat menakutkan terutama karena ketinggian ekstrim dan suhu rendah.
Tapi sekarang berbeda. Badai datang terlalu cepat. Sekalipun Ren He bisa tak menghiraukan kerumunan calon murid yang masih mendaki anak tangga Hillary, mustahil baginya kembali ke barak militer tepat waktu.
Menembus badai untuk kembali ke barak militer melalui jalan ini membutuhkan waktu berjam-jam, sambil menjamin diri tidak mengalami hipotermia atau terpeleset jatuh ke jurang es dalam kondisi badai.
Saat itu Xia Boyu turun perlahan dari belakang, melihat Ren He masih terjebak di Anak Tangga Hillary, ia tersenyum getir: "Sepertinya kita semua akan ditahan oleh Gunung Everest di sini."
Ren He tidak sempat berbicara dengannya, otaknya sedang berpikir keras bagaimana bertahan dalam badai ini. Xia Boyu terlalu lama bertahan di puncak, meski turun lebih awal pun nasibnya akan sama seperti Ren He yang menunggu di sini.
Yang lebih mengerikan, beberapa orang masih berandai-andai bahwa badai ini mungkin tidak terlalu parah, tapi Ren He merasa jika tidak segera turun sekarang, badai ini kemungkinan besar akan menahan semua orang di sini selamanya.
Smile, pelatih tim Amerika saat ini juga telah menyadari situasi tidak beres, mereka di bawah anak tangga Hillary membentak keras meminta semua segera turun gunung dan kembali, selama masih ada nyawa, pasti masih ada kesempatan untuk mencapai puncak.
Jika berada di barak militer mungkin semua akan mendengarkan, tapi berapa ketinggian anak tangga Hillary? 8790 meter, banyak yang bahkan merasa bisa menyegerakan pendakian ke puncak Hillary lalu masih sempat turun.
Ren He tidak peduli hidup mati mereka, di momen ini hidup atau mati adalah masalah pilihan pribadi, turun sekarang mungkin selamat, tidak turun sekarang berarti mati tanpa ampun.
Bukan mereka terlalu bodoh, sebenarnya yang bisa merangkak sampai sini sudah tidak ada orang bodoh, tapi setiap kali terjadi musibah gunung, fakta selalu membuktikan betapa bodohnya perilaku manusia di saat-saat seperti ini.
Setelah kejadian orang selalu menyimpulkan, jika dulu begini begitu, mungkin tidak akan banyak korban jiwa, tapi apa gunanya ini?
Tapi masalah terbesar Ren He saat ini adalah selama pendakian mereka dari anak tangga Hillary belum berakhir, dirinya tidak bisa turun! Geli di selangkangan atau tidak?
Terpaksa oleh alam sampai sejauh ini, dia benar-benar berpikir untuk berseluncur dari puncak menuju Nanzhou dan kembali ke markas besar Nepal... Tapi ini juga punya banyak masalah, pertama dia sama sekali belum mempelajari rute secara sengaja, kedua dia brengsek memang tidak punya papan seluncur!
Saat itu pelatih AS berteriak lewat telepon satelit: "Badai datang, pastikan dokter dari barak di bawah segera naik ke barak 6000 meter atau bahkan lebih tinggi untuk menyelamatkan orang, kalau tidak bayangkan betapa mengerikannya jumlah korban. Kami sekarang berada di anak tangga Hillary, ingin menyuruh mereka turun tapi situasi sudah tak terkendali. Ada yang sudah berhasil mendaki puncak bahkan tanpa oksigen, tapi sepertinya kita semua akan terikat di sini... Bagus, jika akhirnya harus mengakhiri segalanya, aku juga akan turun gunung sendirian."
Di akhir panggilan, seolah ada yang menasihatinya untuk turun sendiri tanpa menunggu. Pada titik ini, tak ada lagi yang bisa memaksakan standar moral pada siapapun, sekalipun ia pelatih yang telah menerima bayaran.
Saat seperti ini, terjatuh dari tanjakan brengsek sekalipun lebih aman daripada menunggu di sini. Di anak tangga Hillary, banyak pendaki sukses yang berusaha membujuk mereka yang masih naik untuk turun. Tentu ada juga yang saling menghujat. Entah mengapa, konflik kedua pihak tiba-tiba berubah menjadi: para pendaki puncak dianggap membesar-besarkan bahaya padahal badai tak separah itu.
Memang benar, meskipun awan hitam terus menerjang, kecepatan angin belum meningkat signifikan. Inilah sumber mental berandai-andai mereka.
Namun kegelisahan di hati Ren He semakin menguat!
Setelah 10 menit menunggu, tiba-tiba tiupan angin datang. Kali ini lebih dahsyat dari sebelumnya sepanjang hari. Jaket putih Ren He tertiup menempel erat di tubuhnya hingga mulai goyang!
Di anak tangga Hillary tiba-tiba ada yang tak mencengkeram tali pengikat hingga terjatuh. Ia meluncur ke lereng gunung dengan lengkingan panik yang memecah kesunyian, tak seorang pun bisa menyelamatkannya!
Semua orang terpaku. Ini pertama kalinya seseorang tewas jatuh dari tebing selama pendakian. Segala kisah yang pernah didengar tak semengerikan menyaksikan langsung peristiwa ini. Baru pada detik itu orang-orang di anak tangga Hillary mulai panik berdesakan mundur ke bawah.
Namun koridor justru terbuka lebar... Sayangnya sudah terlambat!
Badai salju ganas dan hempasan angin dingin yang mengamuk menerjang seluruh tubuh Gunung Everest. Tumpukan salju di puncak beterbangan layaknya debu di dataran rendah. Bencana sesungguhnya telah tiba.
Di barak militer 6000 meter di kaki gunung, seluruh personel nyaris bersamaan mengetahui kabar tim pendaki yang akan mencapai puncak hari ini. Mereka juga tahu badai telah datang, menjebak semua orang di atas gunung.
Seluruh barak 6.000 meter diliputi atmosfer keputusasaan. Di dalam tenda besar perusahaan konsultan pendakian yang terdiri dari orang Sherpa dan tim pendaki profesional, telah disimpulkan bahwa bencana ini mustahil diatasi.
Yang Xi duduk diam di dalam tenda menyaksikan badai salju di luar. Ia tidak kehilangan kewarasan dengan menerjang keluar untuk berlari ke gunung, karena memahami semua ini sia-sia. Namun ketika menyadari perpisahan kali ini adalah selamanya, hatinya seperti dicabik-cabik rasa sakit yang tak kunjung reda, kecuali menemui ajal.
Ren He berdiri di anak tangga Hillary memandang langit dimana angin menderu bagai raksasa. Saat ini, bahkan jika ia terus turun, satu hal sangat jelas: ia tak mungkin kembali ke barak di ketinggian 7.900 meter. Tak seorang pun bisa kembali. Terlambat!
Sebelumnya, Ren He sendiri bukannya tidak berandai-andai. Selalu berharap jika semua orang yang mendaki anak tangga Hillary telah berhasil naik, ia bisa segera turun.
Ia seolah baru menyadari pada saat inilah manusia melakukan kesalahan bodoh ketika menyangkut hidup dan mati.
Jika saja dia bisa lebih awal menyadari masalah dan langsung turun dari lereng utara Gunung Everest memasuki wilayah Tiongkok, meskipun lereng utara lebih curam dan berbahaya, setidaknya dengan poin fisiknya masih lebih baik daripada menunggu mati.
Naik dari lereng selatan, turun dari lereng utara - meskipun jauh lebih sulit daripada mendaki Everest itu sendiri, tapi itu tetaplah seberkas harapan, bukan? Masih lebih baik daripada situasi tanpa harapan sama sekali!
Di dalam pikirannya bertanya: "Dua hadiah sempurna ditukar dengan satu jalan keluar, setuju?"
