Saat barak militer di ketinggian 6000 meter melihat sekelompok anak kecil masih bau susu datang ke kaki Gunung Everest, mereka pun tertawa. Sekarang sembarang orang bisa mendaki puncak Everest?
Sebenarnya Liu Bing dan kawan-kawan juga punya keraguan: Bisakah mereka benar-benar mendaki Everest?
Ketika mereka menyampaikan keraguan itu kepada Ren He, Ren He hanya tersenyum: "Tenang, bisa kok. Latihan fisik dulu baru bicara."
Bisakah orang yang sama sekali tidak punya pengalaman mendaki Everest? Jawabannya bisa. Di kehidupan sebelumnya tahun 2017, rekor pendakian Everest dalam satu hari bahkan mencapai 200 orang lebih. Asal kondisi cuaca mendukung dan mau merogoh kocek dalam-dalam, sepertinya mendaki puncak Everest bukan lagi hal mustahil. Semua ini adalah materi yang terdokumentasikan.
Dari 200 orang lebih itu pernah ada yang membuat statistik, mereka yang memiliki pengalaman mendaki di atas ketinggian 6000 meter sebelum datang ke Gunung Everest, jumlahnya hanya 40%.
Hal ini tak lepas dari kesuksesan operasi bisnis di lereng selatan. Bahkan ada yang mengkritik bahwa model bisnis ini membuat mendaki Everest menjadi sangat mudah, sehingga gunung itu tak lagi terasa suci.
Pada tahap ini, selama kalian rutin berlatih, kalian bisa naik. Bahkan mereka yang hanya berolahraga sekali atau dua kali seminggu pun bisa naik.
Ren He tak peduli soal kesucian. Proses pendakian anak-anak ini pasti akan penuh penderitaan, namun dengan membuka jalan dengan uang, kebahagiaan mereka jauh lebih besar dibanding orang lain.
Saat orang Sherpa mulai mengatur equipment yang dibeli Ren He, tim lain yang melihat perlengkapan itu langsung terpana. 11 orang Sherpa, 1 sebagai pemandu pelatih, sisanya bertugas menggendong bagasi. 5 di antaranya membawa tas ransel berisi 10 tabung oksigen baru yang mahal! Tabung baja ini terhubung dengan masker oksigen pilot menggunakan selang plastik lunak, dengan berat total hanya 2,97 kg setelah terisi penuh!
Tabung oksigen khusus ini dibeli An Si atas permintaan spesifik Ren He. Faktanya, banyak pendaki Everest sekarang sudah beralih ke tabung ringan semacam ini, bukan yang sebesar lengan dua orang dan sulit digendong.
Bagi orang Sherpa yang mampu menggendong 40 kg ke puncak, bobot segini sebenarnya sudah cukup ringan.
Sialan, 50 tabung oksigen, apa kalian memakan oksigen? Orang-orang di barak militer ketinggian 6000 meter angkat topi, Smile memandangi mereka dengan mata berbinar, brengsek ini lebih tajir dari Kesatria, benar-benar si tajir di antara para tajir...
Inilah keyakinan Ren He membawa Klub Qinghe mendaki Everest. Dulu mereka baru mulai menggunakan tabung oksigen di ketinggian 7900 meter, namun kali ini Ren He akan membagikan tabung oksigen ke setiap anggota klub di ketinggian 7200 meter.
Bayangkan, saat oksigen melimpah, gunung tinggi dan dataran seolah hanya menyisakan perbedaan kehangatan...
Meski orang Sherpa tak bisa menggendongmu naik, tapi mereka bisa membawakan tabung oksigen! Inilah konsep Ren He tentang pendakian Everest kali ini...
Tentu, ini hanyalah perumpamaan yang agak berlebihan.
Bagi Ren He, mendaki puncak Everest sudah bukan hal mustahil. Bahkan ia tak perlu lagi membuktikan diri melalui pendakian tersebut. Baik membawa Klub Qinghe maupun mendaki puncak tertinggi dunia, semuanya hanyalah aktivitas sampingan.
Jalan tantangannya yang sesungguhnya justru baru dimulai setelah mencapai puncak.
Downhill ski-lah misi utamanya!
Kali ini Ren He bersikap low profile. Setiap hari usai latihan fisik bersama anggota klub, ia kembali ke barak untuk mengumpulkan tenaga. Sementara An Si sibuk mengorganisir foto-foto dari lereng utara dan menyodorkan lintasan ski yang akan digunakan.
Liu Bing dan kawan-kawan membuktikan poin fisik mereka tidak kalah dengan pendaki dewasa. Fakta membuktikan pendaki muda memang memiliki lebih banyak keunggulan - hampir semua aspek unggul kecuali faktor psikologis...
Tim lain ingin bersilaturahmi dengan tim si tajir, namun Ren He dengan rendah hati menolak. Rencananya, pendakian kali ini tidak bermaksud bersama siapapun, bahkan sengaja memilih hari ketika belum ada yang merencanakan pendakian.
Dulu Ren He mengira bertemu badai di puncak gunung adalah hal paling mengerikan, tapi kini ia baru sadar: yang paling menakutkan justru ketidakmampuan untuk segera mundur setelah badai datang.
Contoh paling sederhana: Xia Boyu kehilangan kedua kakinya saat bertemu badai dalam desakan dari ketinggian 7900 meter. Tapi karena waktu itu sedikit pendaki, mereka bisa mundur lancar ke Barak 4. Andai bukan karena menyerahkan kantong tidur ke orang lain, pasti tidak akan ada masalah.
Anak Tangga Hillary adalah jalan yang hanya bisa maju tak boleh mundur! Jika ada yang menghalangi di bawah, kau hanya bisa gelisah!
Ren He juga menyiapkan rencana cadangan. Jika ada yang mendaki bersama mereka ke puncak di hari itu dan menghadapi badai, mereka akan langsung turun gunung dari lereng utara. Untuk ini dia merekrut pemandu Sherpa berpengalaman turun lereng utara dengan harga mahal. Bisa dikatakan persiapan Ren He sudah cukup komprehensif.
Tapi semua ini hanya upaya agar dia tidak perlu terlalu memusatkan perhatian merawat orang lain. Karena begitu sampai di puncak, dia harus fokus pada persiapan ski downhill.
Saat latihan fisik, Ren He yang sudah sangat familiar membawa anggota komunitas hingga ke ketinggian 6.900 meter sebelum kembali. Orang-orang Sherpa yang sudah beradaptasi dengan iklim dataran tinggi mengikuti mereka untuk menangani segala urusan seperti mendirikan tenda dan menggotong barang.
Orang Sherpa juga senang. Si tajir kali ini membayar lebih tinggi dari yang lain, sementara pekerjaan mereka justru lebih ringan karena terlalu banyak tenaga yang dipekerjakan. Dengan pembagian tugas yang sederhana, semuanya terasa mudah...
"Melihat seberapa familiar Ren He dengan tempat ini seolah-olah di rumah sendiri, Liu Bing dan lainnya setiap malam setelah kembali ke barak militer selalu berbisik-bisik sejenak, lalu menjadi bersemangat!"
Suatu malam, Ren He yang jarang memberi libur sehari mengumpulkan mereka. Besok akan memulai perjalanan resmi pendakian selama lebih dari sepuluh hari. Jiang Haoyang, Ren He, dan lima anggota lainnya duduk melingkar di dalam tenda. Liu Jiamin memeluk lututnya sambil tersenyum menyaksikan obrolan semua orang.
Jiang Haoyang tiba-tiba berkata: "Lao Da, kau juga dengar kabar tentang Kesatria itu kan?"
Ren He meliriknya dengan tenang: "Hmm, sudah kudengar."
"Menurut majalah pariwisata Tiongkok, beberapa waktu lalu dia mendaki dari sini. Tidak hanya menjadi orang pertama yang naik tanpa membawa tabung oksigen, tapi juga panjat tebing tanpa peralatan pertama! Keren banget!" Saat Jiang Haoyang bicara, Liu Bing, Li Yifan, dan Liu Jiamin semua bersemangat. Pandangan mereka tajam bercahaya mengamati perubahan ekspresi wajah Ren He.
Ren He hanya mengeluarkan suara "hmm" tanpa reaksi lebih lanjut.
Jiang Haoyang yang tidak rela melanjutkan: "Aku benar-benar memujanya! Bisa memberikan tabung oksigen ke orang lain di ketinggian 7900m, sungguh tidak egois! Di sekolah Sizhong, separuh siswa cowok sekarang memuja Kesatria. Video downhill bersepeda, drift di tikungan, sampai parkour-nya semuanya sudah kutonton - benar-benar jempolan!"
Ren He masih tetap tenang mengeluarkan suara "hmm" tanpa reaksi lebih lanjut.
Liu Bing menarik napas dalam-dalam: "Kabarnya Kesatria dulu siswa SMP di Luocheng, sekarang mungkin sudah SMA. Bahkan Presiden TK Greater China, An Si, rela menjadi asistennya... Jika ingatanku tidak salah, orang yang menjemput kita di Bandara Nepal kemarin adalah CEO An Si yang sedang naik daun belakangan ini. Orang lain yang ikut makan hotpot bersama kita waktu itu pasti tim syuting khusus Liu Erbao milik Kesatria..."
Di sini Liu Bing terhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam lagi dan bertanya: "Yang ingin kutanyakan, Lao Da, apakah kau adalah Kesatria?"
Ren He memandang keempat orang lain di dalam tenda, berkata dengan tenang: "Benar, akulah Kesatria."
……
