Alasan semua yang meragukan Kesatria bukanlah juara di bidang downhill sebelumnya adalah masalah kecepatan.
Memang 70 km/jam tak bisa dibandingkan dengan 249.9 km/jam milik maestro, Ren He pun paham letak masalahnya.
Tapi sekarang berbeda, kali ini ia sengaja mengejar kecepatan.
Saat berdiri di pinggiran puncak gunung, setiap detik Ren He ingin melompat - hasrat membara di kedalaman Jiwa untuk melesat. Bukankah sebagian besar manusia mendambakan kebebasan terbang? Tapi di realita tak ada kekuatan supranatural seperti itu, Ren He pun tak mampu.
Namun saat melompat dari puncak gunung bersalju, ia benar-benar merasakan kebebasan bagai terbang di angkasa.
Ini adalah gerakan standar Lompatan Iman dari Assassin's Creed, namun dalam gerakan standar terdapat putaran 270 derajat lalu mendarat dengan punggung, terlihat sangat keren tapi coba bayangkan - jika benar-benar mendarat 270 derajat dengan punggung di hamparan salju, Ren He pasti tidak akan bisa berdiri tegak lagi.
Karena itu ia memilih putaran 360 derajat penuh, baru memulai downhill skiing setelah mendarat di lereng salju!
Ren He bahkan sudah merencanakan untuk menjadi endorser resmi saat game Assassin's Creed rilis, bahkan ikut shooting video promosinya! Simbol Kacu Merah juga harus menjadi salah satu pakaian baru dalam Assassin's Creed.
Faktanya, lompatan ikonik dalam Assassin's Creed itu pernah mengguncang dunia di kehidupan sebelumnya. Setelah Assassin's Creed, semua gerakan terjun dari ketinggian dalam game akan disebut Lompatan Iman, bahkan berbagai versi tiruan pun bermunculan, semangat netizen meniru gerakan ini tidak kunjung mereda.
Di momen ini, Ren He menghidupkan aksi ini di dunia nyata bahkan sebelum permainan tersebut lahir. Keindahan gerakannya, kenikmatan ekstrem dari kecepatan tinggi saat meluncur, membuat semua yang menyaksikan dari puncak gunung bersalju itu gemetar. Ledakan rasa puas yang menyentuh kedalaman hati!
Tim yang menunggu di lereng utara mengira Ren He akan perlahan mempercepat seperti penantang ski downhill biasa, dengan bagian paling seru baru muncul setelah seratus meter luncuran. Tapi Diluar perkiraan, ketegangan dan kejutan itu langsung dimulai sejak detik pertama!
"Ini baru namanya Kesatria! Gue aja mulai memuja dia sekarang!" teriak seorang anggota ekspedisi di ketinggian 8400 meter melalui masker oksigennya dengan gemetar.
"Melihatnya, aku merasa hidupku selama ini seperti sia-sia..."
Liu Erbao mengaum lewat walkie-talkie berdaya tinggi: "Kamera di posisi 8400 meter - apa kalian berhasil cengkeram adegan tadi?!"
"Dapet!"
"Sempurna! Jempolan!" Liu Erbao berjalan mondar-mandir di barak militer pada ketinggian 7200 meter, api dalam hatinya kembali tersulut oleh Ren He.
Mengapa dia begitu menyukai pembuatan video untuk Ren He? Bukankah karena setiap kali shooting, dirinya sendiri selalu mendapat kejutan yang memukau!
Liu Erbao yang begitu bersemangat memastikan apakah kamera di atas berhasil merekam adegan ini, karena dia tahu: selama berhasil merekam shot ini, video promosi barunya sudah setengah jalan menuju kesuksesan!
Jiang Haoyang dan yang lain berbaring di pinggiran gunung salju menyaksikan Ren He meluncur dengan kecepatan tinggi. Mereka ingin menyaksikan sampai akhir ski menegangkan ini, seolah jiwa mereka ikut tersublimasi bersama kecepatan ekstrem tersebut.
Pelatih Sherpa berkata: "Kita harus turun gunung sekarang. Ini adalah tugas yang dia amanatkan. Aku harus menjamin kalian turun tepat waktu."
Semua orang bangkit dengan berat hati. Liu Bing berucap penuh penyesalan: "Pasti akan ada videonya. Kita tonton versi lengkapnya nanti di video! Lompatan itu kurasa bisa kutonton 20 kali!"
"Aku 30 kali!"
“Aku ingin langsung melompat menemaninya sekarang… Pasti sangat memuaskan rasanya terjun seperti ini…” Li Yifan menggerutu sambil menyeringai.
Saat itu, mereka bahkan melupakan kelelahan sendiri. Yang tertanam di kepala hanyalah lompatan keyakinan Ren He yang heroik!
……
Kedua kaki Ren He terikat di papan seluncur. Kecepatannya bahkan membuat semua orang merasa dia bukan sedang berski, melainkan melakukan jatuh bebas tanpa alat pengaman - sungguh luar biasa cepat!
Dari kejauhan, gerakannya membentuk garis lurus sempurna mengikuti perbedaan ketinggian. Tidak berhenti, Tanpa keraguan. Hanya ketenangan dan ketangguhan yang terpancar dari sorot matanya.
Lebih cepat, lebih cepat lagi!
Manusia biasa akan merasakan ketakutan tak terhindarkan saat kecepatan relatif tubuh melebihi 180 km/jam. Di kecepatan yang tak bisa dikendalikan atau diantisipasi ini, ketika otak gagal mengimbangi gerak tubuh, muncullah perasaan tak terkendali yang alami!
Tapi Ren He saat ini tidak merasakan perasaan itu, refleks sarafnya sama dahsyat dan gesitnya dengan poin fisik tubuhnya!
Sampai detik ini ia bahkan masih bisa membedakan dengan jelas jalur yang akan dilaluinya dan melakukan penyesuaian halus pada postur.
Pada kecepatan seperti ini, ia sudah tidak bisa sembarangan bergerak - satu gerakan kecil pun akan menyebabkan penyimpangan sudut yang besar!
Ia pernah mengira dirinya akan tegang.
Ia pernah mengira dirinya akan takut.
Namun ketika benar-benar mencapai kecepatan ini, yang dirasakannya justru kenikmatan indrawi yang belum pernah dialami. Kecepatan ini merangsang sarafnya, membuatnya terus-menerus antusias, semakin antusias!
Seolah ia memang menjadi bagian dari sini, bagian dari kecepatan seperti ini!
Salju tebal di Everest membentang bagai permukaan laut yang hening, sementara ia melesat menembus ombak!
Ketukan genderang fade dari earphone berdentum keras di ruang hatinya, tarikan napasnya semakin keras, semakin menjadi-jadi!
Setiap kali Ren He mempertaruhkan nyawa, itu adalah langkah tanpa kompromi, lalu mengumpulkan kembali keberanian bawaan yang terkikis oleh hidup.
Saat melintasi barak militer di ketinggian 7200 meter, Liu Erbao dengan presisi menekan alat pengukur kecepatan km/jam - angka di layar LCD mengguncang: 261.12!
Melampaui rekor dunia!
"Berhasil!"
"Sang Juara di bidang downhill ski mulai hari ini berganti pemilik!"
Pelatih ekspedisi pendakian terpaku di samping Liu Erbao: "Sulit kupercaya akan ada yang melampauinya. Seharusnya tidak ada yang lebih cepat lagi kan?!"
"Kupikir takkan ada yang bisa mengalahkannya!" raung Liu Erbao dengan gemetar, mengabaikan kondisi hypoxia-nya.
Persis seperti tertulis pada poster promosi TK: Takkan ada yang menyamainya. Dahulu tak ada, kelak pun takkan ada.
Liu Erbao membentak lewat walkie-talkie berkekuatan tinggi: "Saudara-saudara, tarik diri! Turun gunung minum arak! Gue udah muak sama udara tipis di Everest ini!"
"Haha, gue juga muak! Ayo minum arak!"
"Gue mau mandi air hangat dulu, rasanya seluruh badan gue udah bau!"
Ren He mulai memperlambat kecepatan secara perlahan setelah melewati ketinggian 7200 meter. Saat melambat, ia bahkan masih merasa belum puas.
Tapi tidak bisa mempercepat lagi. Ren He berterima kasih pada Liu Erbao dan tim yang bergegas datang membuktikan semua ini. Setelah mengalami hidup dan mati sekali lagi, ia ingin buru-buru minum arak untuk menekan rasa takutnya!
Baru setelah kecepatan turun dan efek adrenalin yang menyebabkan kekuatan kontraksi jantung serta kegembiraan mulai mereda, ia mulai merasakan ketakutan terlambat.
Ren He tahu kali ini ia harus berkonsolidasi dengan baik untuk beberapa waktu ke depan.
Dulu ia selalu merasa punya tenaga tak habis-habis, jadi sama sekali tak perlu masa istirahat seperti orang lain. Tapi setelah dua kali mendaki puncak dan dua kali turun gunung dengan ski downhill, Ren He akhirnya merasakan kelelahan.
Ini adalah kelelahan yang bersifat mental.
Ternyata bukan sikap mentalnya yang bisa terus kuat, melainkan karena sebelumnya belum pernah mencapai batas maksimal.
Ren He akhirnya mengerti di mana ambang batas kondisi mentalnya.
……
