Ren He tertidur beberapa kali selama penerbangan, tak satu pun tidurnya nyenyak. Setelah 13 jam berlalu, suara pramugari terdengar: "Selamat pagi penumpang yang terhormat, pesawat kami akan segera mendarat di New York. Silakan kencangkan sabuk pengaman untuk persiapan pendaratan."
Akhirnya tiba di tanah impian banyak pelajar ini. Tapi Ren He baru mengerti setelah bereinkarnasi ke sini di kehidupan sebelumnya: mimpi pacaran dengan bule hampir mustahil, anak pertukaran pelajar biasanya hanya bergaul sesama mereka sendiri.
Tentu saja, ada faktor Ren He yang lebih suka di rumah di kehidupan lampau. Selama setahun di Berkeley, selain beban studi berat, waktunya habis untuk bermain Dota di server Amerika bersama teman sekelas dari AS...
Saat Ren He melangkah keluar bandara dengan koper sederhana, ia langsung merasakan atmosfer khas negeri asing. Seorang pria kulit putih terlihat memegang papan bertuliskan aksara Tionghoa "" yang coretannya berantakan. Ren He tersenyum mendekati: "Halo, Juilliard School?"
Pria kulit putih itu terpaku mendengar pertanyaannya. Begitu keluar dari bandara dan melihat papan nama, dia langsung tahu identitasnya. Pasti ini sang pencipta lagu jenius, Ren He!
Tapi... mereka mengira seseorang yang melamar jadi profesor sekaligus menulis tiga lagu memukau itu pastilah pria paruh baya. Nyatanya...
Waduh! Bahkan belum sebesar murid di akademi!
Faktanya, tiga komposisi itu begitu luar biasa sampai semua orang mengabaikan usia penciptanya. Wajar sih, mereka sempat mempertimbangkan kemungkinan penciptanya masih muda. Tapi seberapa mudanya lagi seseorang yang bisa menulis tiga lagu seperti itu?
Namun realitas tanpa ampun menampar mereka...
Benar-benar di luar perkiraan!
Pria kulit putih itu bertanya hati-hati: "Anda adalah Tuan Ren He? Berapa usia Anda tahun ini?"
“Ya, saya Ren He yang mengirimkan tiga karya orisinal ke kalian, tahun ini berusia 16 tahun,” Ren He tersenyum lebar berkata. Usia ini adalah hal yang tak bisa disembunyikan jadi lebih baik jujur saja, lagipula dia tidak merasa ada masalah dengan usianya - muda adalah rejeki...
“16 tahun...” Pria kulit putih itu terpaku, karena siluet tubuh Ren He terlihat seperti mahasiswa, dan esensi spiritualnya cukup matang sehingga dia menebak usia mahasiswa... Usia mahasiswa saja sudah mustahil diterima, apalagi 16 tahun! Lebih muda dari yang dibayangkan!
Tapi semua ini bukanlah hal yang bisa ia putuskan. Ia hanya bertugas menjemput di bandara. Soal masa depan Tuan Ren He ini, biarlah menjadi pusingnya Ketua Joseph dari Juilliard School...
"Nama saya Pete," pria kulit putih Pete memperkenalkan diri sambil menyetir. Dalam perbincangan, ia justru menemukan bahwa Bahasa Inggris Ren He cukup lancar. Komunikasi tanpa hambatan juga termasuk rejeki. Sebelumnya mereka masih khawatir soal kendala bahasa, mengingat pihak ini berasal dari Tiongkok. Namun bakat musik yang terpancar dari tiga lagu itu membuat mereka memutuskan untuk mengatasi kesulitan meski bahasa tak nyambung.
Tapi kesulitan ini tidak mencakup usia yang sangat muda secara mengejutkan ini!
Kalau benar-benar dijadikan profesor dan naik podium, para murid pasti akan terganggu konsentrasinya!
Sesampai di Juilliard School, Ren He baru turun mobil langsung melihat rumah kaca besar yang terletak di pusat kota. Dalam bayangan Ren He, universitas seharusnya seperti apa? Pertama-tama harus punya luas lahan yang besar, seperti taman untuk merepresentasikan semangat kebebasan dan keterbukaan sekolah ini...
Namun Juilliard School justru merupakan bangunan kaca raksasa selayaknya karya seni, di dalamnya terdapat ruang musik, aula latihan, ruang kelas, dan fasilitas lain yang paling lengkap.
Tempat ini merupakan salah satu pusar jenius musik paling bergengsi di Amerika, di mana tak terhitung jumlahnya jenius musik berkumpul. Awalnya Ren He datang ke sini ingin menjadi murid, namun kini malah menjadi guru di tempat ini secara tak terduga.
Untuk menyambut Ren He, Ketua Joseph bahkan menyempatkan diri mengundang guru-guru lain di aula latihan kosong untuk mengadakan acara perkenalan...
Pete membawa Ren He menuju aula latihan tersebut. Ia bahkan bisa membayangkan ekspresi kaget para hadirin saat mereka masuk, persis seperti reaksinya dulu yang seolah melihat hantu.
Bahkan mungkin Ketua Joseph akan mempertimbangkan ulang keputusan perekrutannya? Siapa yang tahu.
Ren He tentu memahami perasaan awal Peter saat melihatnya. Mengirim tiga lagu melalui jaringan internet, membuat orang terkesan sebelum bertemu langsung memang wajar, apalagi ketiga karya tersebut benar-benar luar biasa.
Namun realita tetaplah realita. Usia 16 tahun di dunia orang dewasa sendiri sudah mewakili jurang pemisah.
Tapi karena Ren He sudah sampai di tahap ini, apapun rintangan di depan, dia harus atasi.
Ini seperti saat dia melompat dari puncak Gunung Everest dulu. Setiap orang punya alasan yang bisa membuatmu mempertaruhkan nyawa. Menyimpan nyawa... adalah untuk menanti hari dimana kau harus mempertaruhkannya.
Saat ini Ren He belum sampai harus mempertaruhkan nyawa. Dia hanya ingin menghancurkan stereotip masyarakat tentang usia 16 tahun.
Stereotip - pandangan stabil yang dipertahankan individu terhadap orang/objek tertentu akibat pengaruh sosial. Di masyarakat, apa arti 16 tahun? Artinya belum dewasa, bahkan belum memiliki kemampuan hukum independen, dianggap kekanakan, dangkal, tidak bertanggung jawab, dll...
Dalam hukum Tiongkok ditetapkan, pemuda 16 tahun yang tidak memiliki sumber penghidupan mandiri tidak memiliki kapasitas perdata independen. Tentu saja, Ren He bisa menandatangani kontrak atas namanya sendiri karena telah memenuhi syarat memiliki sumber penghidupan mandiri, sehingga ia memenuhi kualifikasi.
Saat Pete membawa Ren He masuk ke ruang latihan, Joseph bertanya, "Di mana Tuan Ren He?"
Ren He tersenyum. Tampaknya bawah sadar Joseph tidak menganggapnya sebagai pencipta tiga lagu itu. Ia menjawab, "Salam hormat Ketua Joseph, saya adalah Ren He."
Ruang latihan mendadak hening. Ren He seolah mendengar suara telur pecah...
"Hush..." Joseph menghirup napas dingin, "Eh, maaf, bisakah Anda mengulanginya?"
"Saya adalah Ren He," kata Ren He yang berdiri tegak dengan sikap tidak merendah maupun sombong.
Sekarang orang-orang di ruang latihan mulai saling pandang. Mereka semua pernah melihat tiga set notasi lagu itu. Jadi ketika mendengar Joseph mengatakan telah mengundang jenius ini untuk mengajar di Juilliard, awalnya mereka cukup gembira. Tapi sekarang...
Realita pada akhirnya tetaplah realita!
Joseph memilih kata-katanya dengan hati-hati: "Maaf atas ketidaksopanan saya, sama sekali tidak bermaksud menghina atau memancing amarah Anda. Saya hanya penasaran dengan usia Anda, bahkan perlu memverifikasi informasi identitas sebenarnya Anda - bukan dokumen Anda, melainkan status Anda sebagai pencipta tiga lagu ini..."
Benar-benar tak terbayangkan, mana mungkin masih begitu muda!
Joseph sungguh sulit mempercayai bahwa tiga lagu itu ditulis oleh pemuda di hadapannya. Sebenarnya keraguan itu wajar. Kalau langsung percaya begitu bertemu, berarti orang-orang Juilliard memang tidak punya otak!
Jadi Ren He juga tidak mempedulikannya, karena di hatinya sudah lama melakukan persiapan mental di aspek ini. Keraguan dan pertanyaan yang disebutkan memang seharusnya ada, yang perlu Ren He lakukan adalah menghancurkan segala sesuatu ini serentak. Sejak memilih datang ke sini, dia tidak takut diragukan - ini pilihannya sendiri, bukan paksaan siapa pun.
Ren He menaruh koper trolinya di pintu ruang latihan, lalu tersenyum: "Bolehkah saya menggunakan piano di ruang latihan ini?"
……
